Mengupas Tuntas Mitos Viking yang Diciptakan oleh Budaya Pop

By Sysilia Tanhati, Kamis, 19 Januari 2023 | 11:00 WIB
Harus kita akui jika banyak mitos soal bangsa Viking yang diciptakan oleh budaya pop. Seperti mereka kerap minum dengan menggunakan tengkorak musuhnya. (Victor B)

Kisah-kisah tentang kekejaman para perampok Skandinavia memungkinkan orang-orang Viking ditambahkan beberapa kebiasaan tercela. Seperti kebiasaan minum dari tengkorak musuh mereka. Kesalahpahaman populer berasal dari terjemahan yang tidak akurat.

Ole Worm, dokter istana raja Denmark pada abad ke-17, juga seorang ahli bahasa yang sangat menyukai runestones. Itu adalah batu-batu besar bertuliskan rune (alfabet Jermanik dan Nordik).

Pada 1636, Worm menerbitkan penelitian tentang rune. Ia mengutip puisi Nordik yang protagonisnya mengeklaim dia akan minum ale di Valhalla dari cabang tengkorak yang melengkung.

Penyair itu mengacu pada cabang yang tumbuh dari tengkorak binatang yaitu tanduk. Tetapi dokter pengadilan menerjemahkan frasa itu ke dalam bahasa Latin sebagai ex craniis eorum quos ceciderunt—dari tengkorak manusia yang mereka bunuh. Itu menambahkan takik lain dalam reputasi buruk Viking.

Mitos 5: Mereka menyiksa korbannya dalam ritual “elang darah”

Para perampok Nordik dikreditkan dengan kebiasaan menyedihkan lainnya. Mereka dipercaya membuat tanda “elang darah” pada korban yang masih hidup.

Dalam ritualnya, tulang rusuk disingkapkan dan dipotong dari tulang belakang, lalu dijulurkan. Paru-paru diekstraksi dan ditempatkan sedemikian rupa sehingga menyerupai sayap. Beberapa percaya ini dilakukan agar tubuh dapat terbang ke Odin, dewa utama dalam mitologi Nordik.

Dalam puisi dan kisah-kisah yang diceritakan turun-temurun sejak abad pertengahan, muncul kisah ritual Elang Darah. Ini merupakan contoh kebrutalan dan kekejaman Viking. (Berig)

Karena referensi pertama dalam ayat skaldik, itu bisa menjadi kasus lain dari pemahaman yang salah, Barraclough.

Roberta Frank dari Universitas Yale mempertanyakan kebenaran ritual tersebut. Ia percaya bahwa itu mungkin berasal dari penulis Skandinavia Kristen awal yang berusaha menstigmatisasi leluhur pagan mereka.

“Prosedur elang darah bervariasi dari teks ke teks, menjadi lebih seram, barbar, dan memakan waktu setiap abad,” tulisnya dalam English Historical Review.

Baru-baru ini, para ilmuwan dari University of Iceland dan England’s Keele University menganalisis apakah mungkin melakukan “bloody eagle” pada korban hidup. Dalam sebuah makalah yang diterbitkan dalam Speculum: A Journal of Medieval Studies, secara anatomi praktik itu memungkinkan untuk dilakukan. Namun korban akan meninggal karena kehilangan darah atau sesak napas pada tahap awal penyiksaan.