Terbuka pada Budaya Asing, Dinasti Tang Bawa Tiongkok ke Era Keemasan

By Sysilia Tanhati, Senin, 23 Januari 2023 | 17:00 WIB
Dianggap sebagai zaman keemasan Tiongkok, Era Dinasti Tang ditandai dengan stabilitas ekonomi, sosial, dan politiknya. (Zhang Xuan)

Nationalgeographic.co.id—Dianggap sebagai “zaman keemasanTiongkok kuno, Era Dinasti Tang ditandai dengan stabilitas ekonomi, sosial, dan politiknya. Di era ini, budaya seni dan sastra yang berkembang, serta terjadi peningkatan interaksi dengan dunia luar. Pada puncak pemerintahan Tang, banyak kota di Tiongkok menjadi kota metropolitan kosmopolitan. Bahkan ibu kotanya, Chang’an, adalah rumah bagi lebih dari satu juta penduduk. Itu termasuk ekspatriat dari seluruh Asia Tengah dan sekitarnya. Seperti apa kehidupan di era dinasti Tang, yang disebut-sebut sebagai masa keemasan Tiongkok kuno? Mereka menerima dengan terbuka segala perbedaan. Terbuka terhadap perbedaan etnis dan budaya inilah membuat Dinasti Tang dianggap sebagai zaman keemasan Tiongkok.

Dinasti Tang yang multietnis, bagaimana awal mulanya?

“Dinasti Tang ditakdirkan untuk menjadi periode kosmopolitanisme sejak awal,” ungkap Olivia Barrett di laman The Collector. Pendiri dinasti, Li Yuan (Kaisar Gaozu), berasal dari latar belakang multietnis yang membanggakan. Kaisar Tang pertama adalah bagian dari keluarga aristokrat utara. Ia kemungkinan besar berasal dari Hebei dan menikah dengan aristokrasi suku Xianbei.

Gaozu menerima dengan tangan terbuka beragam etnis dalam masyarakat Tang. Identitas etnis dan ras tampaknya tidak membatasi sejauh mana seseorang dapat naik ke puncak kekuasaan dan status.

Sejumlah besar elite Tiongkok non-Han beroperasi di tingkat tertinggi di setiap bidang pemerintahan Tang. Ini termasuk militer, perdagangan, dan pemerintahan.

Penerimaan itu mungkin membuat kita berpikir jika masyarakat Tang tidak membeda-bedakan orang berdasarkan ras atau etnis.

Namun sejarawan Marc Abramson berpendapat lain. Menurutnya, elite Tang Han sangat menyadari perbedaan etnis. Mereka secara terbuka membedakan diri dari etnis lain dan menyebut orang yang berbeda sebagai “bukan dari jenis kita”.

Orang Tionghoa Han menganggap asal-usul etnis, geografis, dan kelas sebagai hal yang sangat penting. Namun keyakinan ini tidak membuat mereka mengabaikan atau tidak memercayai pengaruh asing.

Orang asing dan etnis lainnya, pada kenyataannya, disambut dengan antusias. Mereka dianggap memiliki bakat dan keterampilan yang bermanfaat bagi kekaisaran. Dengan kata lain, itu dapat memperkaya budaya dan transfer berbagai keterampilan dalam berperang, teknologi, peternakan, dan hiburan.

“Tang tidak hanya mentolerir keragaman etnis, mereka menganggapnya penting untuk pembentukan kekaisaran yang kuat,” ungkap Barrett. Sikap terhadap perbedaan etnis dan budaya inilah yang menopang kesuksesan Dinasti Tang.

Kota Dinasti Tang

Ribuan orang asing datang untuk tinggal di kota-kota pusat komersial Tiongkok seperti Kanton dan Chang’an.

Ekspatriat datang dari seluruh Asia seperti Persia, Arab, India, Korea, dan Asia Tenggara dan Tengah. Kota-kota Tiongkok menjadi pusat perdagangan dan perdagangan yang ramai, berlimpah penduduk asing dengan beragam kekayaan budaya.

Kota-kota pelabuhan selatan seperti Kanton dan Fuzhou dipenuhi orang asing. Pasalnya perdagangan meluas di Asia Tenggara dan di sepanjang pesisir Tiongkok.

Dengan masuknya orang asing dan keragaman budaya yang dihasilkan, kesukaan akan segala sesuatu yang berbau eksotis pun bermunculan. Orang Tiongkok mengembangkan kegemaran akan mode, makanan, dan musik asing. Dinasti Tang pun identik dengan kosmopolitan nan glamor.

Perkembangan musik dan tarian

Musik dan tarian di zaman ini mendapat pengaruh dari budaya asing. Di istana Tang, ada total sembilan ansambel musik, memainkan semua jenis musik dari seluruh Asia.

Beberapa alat musik asing didatangkan termasuk alat musik perkusi seperti lonceng dan simbal dari India. Sedangkan obo, miniatur gendang, dan seruling didatangkan dari Kucha. Instrumen dari Persia seperti pipa diberikan sebagai hadiah.

Musik dan tarian di zaman ini mendapat pengaruh dari budaya asing. (Wikipedia)

Tarian budaya asing juga menjadi sangat populer di Dinasti Tang. Patung periode Tang dari koleksi Universitas Cambridge menggambarkan seorang wanita penari dengan pinggul yang bergoyang dan gerakan lengan yang bergelombang.Gerakan itu tampaknya mirip dengan Raqs Timur Tengah.

Makanan

Masuknya makanan baru yang lezat yang diimpor dari seluruh daratan dan lautan memastikan semakin populernya masakan asing. Bahan-bahan baru yang eksotis digunakan dalam kuliner Tiongkok saat itu.

Orang Tiongkok memperoleh rempah-rempah dari anak benua India seperti kapulaga. Buah baru diperkenalkan; mangga dari Asia Tenggara, serta akar ginseng dari Korea. Tidak ketinggalan kurma, buah ara, dan persik emas dari Samarkand. Berkat pengaruh impor Asia Tengah dan Timur Tengah, daging eksotis seperti unta juga ada di menu Dinasti Tang.

“Ada juga permintaan besar di Tang China untuk impor baru lainnya yaitu gula,” Barett menambahkan. Utusan India dari istana Kaisar Harshavardhana (yang memerintah India utara dari 606-647 Masehi) membawa dua pembuat gula saat itu. Keduanya mengajari orang Tiongkok cara menanam tebu.

Masuknya agama asing

Agama-agama asing seperti Kristen Nestorian, Yudaisme, Islam, dan Zoroastrianisme semuanya dipraktikkan oleh penduduk asing Tang Cina. Menurut sejarawan Patricia Ebrey, praktik-praktik keagamaan ini tidak terintegrasi dengan baik ke dalam kehidupan orang Tiongkok. Namun kehadiran agama-agama asing ini dipandang sebagai bukti toleransi yang luar biasa.

Agama-agama asing seperti Kristen Nestorian, Yudaisme, Islam, dan Zoroastrianisme semuanya dipraktikkan oleh penduduk asing Tang Cina. (Wikipedia)

Sebuah prasasti yang didirikan di Chang’an pada tahun 781 menjadi bukti nyata kehadiran agama asing di Tang. Prasasti tersebut mencatat fakta tentang Gereja Nestorian di Tiongkok.

Pengaruh budaya asing pada busana di era Dinasti Tang

Gaya Turki dan Iran memiliki dampak yang sangat besar pada mode Dinasti Tang. Ini menjadi semakin jelas pada abad ketujuh dan kedelapan, ketika para pencinta mode mengadopsi berbagai bentuk hiasan kepala Timur Tengah. Pada awal abad ketujuh para wanita bangsawan Tang memakai mi-li. Ini adalah kombinasi topi-kerudung yang menutupi wajah dan sebagian besar tubuh untuk memastikan anonimitas saat bepergian.

Baca Juga: Wu Zetian, Selir yang Menyingkirkan Kaisar dan Mengakhiri Dinasti Tang

Baca Juga: Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Filosofi Taoisme asal Tiongkok?

Baca Juga: Pada Suatu Mi: Untaian Gastronomi dari Dinasti Tang sampai Majapahit

Baca Juga: Wei Zhongxian, Kasim Tiongkok yang Memiliki Kekuatan Setara Kaisar

Pada abad kedelapan, topi Turki menjadi keharusan. Wanita Tang berkeliling kota mereka dengan penutup kepala baru yang bergaya.

Di pertengahan periode Tang, terdapat lonjakan mode seperti penggunaan korset ketat dengan rok lipit yang disukai oleh wanita Iran. Gaya rambut dan tata rias yang eksotis seperti “sanggul Uighur” yang dikenakan oleh wanita di kekaisaran juga disukai.

Terdapat antusiasme besar terhadap budaya asing selama periode Tang awal hingga pertengahan. Barrett mengungkapkan, “Kaisar Taizong salah satunya dikenal karena kecintaannya pada budaya Turki.” Kaisar lebih suka berbicara bahasa Turki, mengenakan pakaian seorang Khan Turki, dan bahkan tinggal di tenda bergaya Turki yang didirikannya di halaman istana.

Namun harus diakui, terdapat ketegangan antaretnis namun efeknya tidak terlalu jelas.

Berkat keterbukaan pada etnis dan budaya asing, Dinasti Tang membawa Tiongkok ke era keemasannya.