Ada Kemungkinan Ancaman pada Lapisan Ozon karena Letusan Hunga Tonga

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 27 Januari 2023 | 12:00 WIB
Satelit GOES-17 menangkap gambar awan payung yang dihasilkan oleh letusan bawah laut gunung berapi Hunga Tonga-Hunga Ha'apai pada 15 Januari 2022. Dampak letusannya bisa jadi berdampak pada lapisan ozon akhir tahun ini. (NASA Earth Observatory / Joshua Stevens / GOES / NOAA / NESDIS)

Nationalgeographic.co.id—Pada 1979, lapisan ozon di amtosfer yang berfungsi melindungi kita dari radiasi ultraviolet Matahari, diamati kian menipis. Penipisan ozon disebabkan pencemaran dari gas klorofluorokarbon (CFC), dan efek rumah kaca yang diakibatkan oleh berbagai gas yang mencemari udara.

Sebagai globalnya, negara-negara menyepakati Protokol Montreal tahun 1987--langkah cepat di dunia untuk menghadapi masalah iklim. Perlahan-lahan, melansir Vox, lapisan ozon yang sempat berlubang dan awalnya diperkirakan tidak bisa sembuh, diprediksikan akan 'sembuh' di pertengahan abad ke-21. Memulihnya ozon pun bisa ditengok dari data NASA Earth Observatory sejak 2019.

Akan tetapi, prediksi itu mungkin meleset. Sebab menurut ilmuwan, ozon kita kembali terancam akibat letusan gunung berapi Hunga Tonga Januari 2022. Letusan gunung itu sangat dahsyat, sehingga bisa terlihat di luar angkasa. Secara dampak, membuat jumlah air di sebesar 10 persen di stratosfer--lapisan atmosfer di mana ozon berada.

Paul Newman, ilmuwan ilmu atmosfer di NASA Goddard Space Flight Center, dikutip dari Space.com, mengatakan bahwa air yang disemburkan Hunga Tonga inilah yang mengancam ozon. Air ini bisa menyebabkan "pendinginan yang signifikan di stratosfer di garis lintang selatan," tuturnya.

Para ilmuwan NASA mengetahui fenomena ini berdasarkan pengamatan pada pembentukan awan startosfer kutub. Awan tipis ini mengambang 15 sampai 25 kilometer dari permukaan Bumi. Ia terbentuk selama beberapa bulan di musim dingin ketika suhu di startosfer berada pada titik paling dingin, sehingga zat-zat kimiawi, termasuk yang bisa merusak ozon seperti CFC bisa tertampung.

Singkatnya, suhu yang lebih dingin di stratosfer, memungkinkan proses degradasi ozon. Vincent Henri Peuch, kepala European Copernicus Atmosphere Monitoring Service menjelaskan, selama Kutub Selatan mengalami malam, ada pemrosesan senyawa terklorinasi yang terjadi di awan stratosfer.

"[Pemrosesan] Itu bekerja sepanjang musim dingin Antartika pada bulan Juli dan Agustus, dan ketika cahaya kembali di daerah kutub pada bulan September, semua pemrosesan awal ini berubah menjadi perusakan ozon yang kemudian kita lihat sebagai lubang ozon," kata Peuch.

Lubang ozon di Antarktika tahun ini telah mencapai area maksimumnya pada 7 Oktober 2022 dan menempati urutan ke-13 terbesar sejak 1979. (Joshua Stevens/Paul Newman and Eric Nash/NASA GSFC)

Sementara ketika Antarktika mulai memasuki musim panas, stratosfer menghangat. Pada akhirnya, lubang ozon mulai menutup, bahkan menghilang di akhir tahun.

Hunga Tonga meletus di awal tahun 2022, tetapi para ilmuwan tidak melihat dampaknya pada lubang ozon di akhir tahun. Berarti, dampaknya mungkin tidak terlihat di tahun ini. Namun, mereka curiga bahwa sangat mungkin dampaknya baru terlihat di akhir tahun ini, sehingga kerusakan ozon tampak di tahun 2024.

Meski demikian, ancaman Hunga Tonga kepada lapisan ozon tidak berdampak lama. Meteorological Organization (WMO) lewat penilaian yang dipublikasikan 9 Januari 2023, lapisan ozon pelindung bumi memulih dari penipisan disebabkan oleh bahan kimia yang mengandung klorin dan brom. Selain itu, Protokol Montreal yang ditandatangani 1987 juga menjadi komitmen negara-negara dunia melarang penggunaan bahan berbahaya bagi lapisan ozon secara luas.

Baca Juga: Kepunahan Massal Akhir Permian Dipengaruhi Runtuhnya Lapisan Ozon