Peran Wanita Kekaisaran Ottoman di Masa Pemerintahan Suleiman Agung

By Sysilia Tanhati, Senin, 30 Januari 2023 | 10:00 WIB
Di era pemerintahan Suleiman Agung dari Kekaisaran Ottoman, wanita turut berperan dalam urusan eksternal dan internal kekaisaran. (French School)

Mihrimah Sultan, Putri Hurrem Sultan dan Suleiman Agung, yang memiliki pengaruh besar di Kekaisaran Ottoman. (Tiziano Vecelli)

Setelah kematian ibunya, ia menjadi penasihat Suleiman I, orang kepercayaan, dan kerabat terdekat sultan. Mihrimah juga menangani urusan luar negeri karena dia sangat populer. Putri Ottoman itu terkenal baik di timur maupun di barat karena sering bepergian.

Sama seperti ibunya, Mihrimah terlibat dalam proyek amal. Ia mensponsori pembangunan kompleks masjid yang kemudian akan didedikasikan untuk ayahnya.

Mihrimah Sultan memainkan peran unik selama Kesultanan Wanita. Pasalnya, ia tidak naik ke tampuk kekuasaan dengan menjadi istri atau favorit sultan. Garis keturunan kekaisaran langsung yang menjamin peluang politik sang putri.

Baca Juga: Dua Abad Sebelum Berakhir, Kekaisaran Ottoman Dijuluki Pesakitan Eropa

Baca Juga: Hürrem Sultan, Budak Rusia yang Jadi Permaisuri di Kekaisaran Ottoman

Baca Juga: Misterius dan Terasing, Begini Kehidupan di Harem Kekaisaran Ottoman

Baca Juga: Harem Kekaisaran Ottoman, Bukan Sekadar Wanita Cantik Belaka

Akhir pemerintahan perempuan di Kekaisaran Ottoman

Berakhirnya Kesultanan Wanita ditandai dengan masa pemerintahan dua Valide Sultan. Mereka adalah Kosem Sultan dan Turhan Sultan.

Kosem Sultan adalah Valide selama 62 tahun, mengawasi pemerintahan enam sultan yang berbeda.

Turhan, menantu Kosem, adalah Valide Sultan yang terakhir. Dia dianggap sebagai sultan wanita paling kuat karena dia benar-benar berbicara dalam rapat alih-alih hanya di balik layar. Setelah kematian Turhan, kekuasaan Valide Sultan mulai berkurang karena Wazir Agung menjadi lebih berpengaruh dalam politik Kekaisaran Ottoman.

Wazir Agung adalah kepala penasihat dari dewan penasehat dan memiliki pengaruh langsung terbesar atas sultan. Oleh karena itu, peran perempuan dalam urusan kesultanan dan politik perlahan-lahan padam. Kehidupan perempuan Ottoman pun kembali ke situasi yang lebih tradisional yang ada sebelum Kesultanan Wanita.