'Ada Indonesia, Coy!' Kenapa Bangga Saat Ditayangkan Media Populer?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 30 Januari 2023 | 17:00 WIB
Meme 'Ada Indonesia, Coy' sebagai tanggapan sikap bangga berlebihan orang Indonesia jika ada yang menggunakan Indonesia sebagai referensi di media. Beberapa fakta menunjukkan perkara ini. Mengapa bisa demikian? (Twitter)

Baca Juga: Kebanyakan Sampah Plastik di Pantai Afrika Ini Berasal dari Indonesia

Baca Juga: Kesejahteraan Mental Saat Remaja Punya Dampak Kesehatan Semasa Dewasa

Baca Juga: Bagaimana Perubahan Iklim Bisa Menyebabkan Banjir Parah di Indonesia?

Mentalitas kompleks inferior adalah sikap ketidakmampuan atau ketidakyakinannya diri. Sikap ini kemudian membuat dirinya lebih kurang atau lebih rendah daripada orang lain. Inferioritas secara kolektif tentunya muncul akibat kecacatan norma nilai sosial yang diwariskan dari kolonialisme.

Pada akhirnya, kelompok yang setelah sekian lama terdiskriminasi ini membutuhkan pengakuan dari kelompok yang dinilai lebih unggul. Pengakuan ini penting bagi mereka, agar bisa berjuang dan bertahan hidup.

Hal ini tercermin oleh bagaimana orang Indonesia bermedia, terang Ravananta. "Budaya populer asing yang mengusung Indonesian reference disambut dengan sangat antusias dan terkesan berlebih dan dalam menanggapinya merupak bentuk dari kecenderungan masyarakat Indonesia akan validasi dan legitimasi dari negara-negara asing akan kebudayaan asli Indonesia," tulisnya.

Namun, alasan Indonesian reference tidak selalu karena apresiasi. Lama-kelamaan, justru menjadi strategi pemasaran dengan motif ekonomi dari banyak pihak, seperti yang dikaji Presillia. Atau, contoh lainnya, ada banyak konten youtuber, atau film Barat dengan Indonesian reference yang ramai dibanjiri oleh orang Indonesia.

"Tentu, rasa bangga akan budaya Indonesia yang mulai dikenal di dunia adalah perasaan yang wajar dialami oleh masyarakat Indonesia. Sambutan yang baik dari masyarakat Indonesia merupakan refleksi dari rasa cinta dan peduli masyarakat Indonesia terhadap budayanya," lanjutnya.

"Namun overproud Indonesian yang kini berkonotasi buruk baik di perspektif publik global maupun nasional bisa menjadi ‘pisau bermata dua’ bagi masyarakat Indonesia. Respon yang mulanya bersifat wajar dan maklum justru bisa mencoreng nama Indonesia sebagai bangsa yang masih sangat terpengaruh akan post-colonialism (pascakolonial)."