Setelah ditempatkan di cawan petri, semut menghabiskan 20 persen lebih banyak waktu di samping sampel urin yang mengandung tumor kanker dibandingkan dengan urin yang sehat, menurut penelitian tersebut.
"Menggunakan urin dari tikus xenograft yang diturunkan pasien sebagai stimulus, kami menunjukkan bahwa semut individu dapat belajar membedakan bau tikus sehat dari tikus yang mengandung tumor dan melakukannya hanya setelah tiga percobaan pengkondisian," tulis peneliti.
"Mereka hanya ingin makan gula," kata Baptiste Piqueret, penulis utama studi dan etologis di Sorbonne Paris North University di Prancis.
Baca Juga: Dunia Hewan: Suhu Iklim yang Meningkat Tidak Mengubah Perilaku Semut
Baca Juga: Dunia Hewan: Strategi Cari Makan Semut Argentina Utamakan Keselamatan
Baca Juga: Dunia Hewan: Semut Tentara Tertua Ini Ungkap Predator Penyerbu Eropa
Baca Juga: Dunia Hewan: Peta Global Biodiversitas Semut Mengungkap Area Misteri
Karena sel tumor mengandung senyawa organik yang mudah menguap (VOC) yang dapat digunakan peneliti sebagai biomarker kanker, hewan seperti anjing -dan sekarang semut- dapat dengan cepat dilatih untuk mendeteksi anomali ini melalui indra penciuman mereka.
Namun, para peneliti berpikir bahwa semut "mungkin lebih unggul dari anjing dan hewan lain yang [lebih] menghabiskan waktu untuk berlatih," menurut para peneliti.
Hal ini penting karena semakin dini kanker terdeteksi, semakin cepat pengobatan dapat dimulai.
Para peneliti berharap bahwa semut pengendus kanker memiliki potensi "untuk bertindak sebagai bio-detektor kanker yang efisien dan murah," tulis mereka dalam penelitian mereka.
"Hasilnya sangat menjanjikan," kata Piqueret. Namun, dia mengingatkan bahwa "penting untuk mengetahui bahwa kita masih jauh dari (dapat) menggunakannya sebagai cara sehari-hari untuk mendeteksi kanker."