Nationalgeographic.co.id—Studi baru dari ilmuwan Sorbonne Paris North University di Prancis menemukan bahwa semut dapat menggunakan antenanya untuk mendeteksi kanker dalam urin. Semut dapat dilatih untuk dapat mencium sel kanker yang ada di dalam urin.
Meskipun mendeteksi kanker menggunakan semut masih jauh dari dapat digunakan sebagai alat diagnostik pada manusia, tapi hasil penelitian mereka menggembirakan, kata para peneliti.
Temuan mereka tersebut telah dijelaskan dalam publikasi Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences belum lama ini yang merupakan jurnal akses terbuka.
Makalah tersebut diterbitkan dengan judul "Ants act as olfactory bio-detectors of tumours in patient-derived xenograft mice," yang bisa didapatkan secara daring.
Untuk diketahui, deteksi dini kanker sangat penting dalam ilmu kedokteran, karena semakin cepat kanker didiagnosis, semakin tinggi peluang untuk sembuh.
Sel tumor dicirikan oleh senyawa organik volatil spesifik (VOC) yang dapat digunakan sebagai biomarker kanker.
Oleh karena itu, menurut mereka, melalui pembelajaran asosiatif penciuman, hewan dapat dilatih untuk mendeteksi VOC ini.
Serangga seperti semut memiliki indera penciuman yang halus, dan dapat dilatih dengan mudah dan cepat dengan pengkondisian penciuman.
Para peneliti menjelaskan, karena semut tidak memiliki hidung, mereka menggunakan reseptor penciuman pada antena mereka untuk membantu mereka menemukan makanan atau mengendus calon pasangan.
Untuk menguji hipotesis mereka, para ilmuwan melatih hampir tiga lusin semut sutra (Formica fusca) untuk menggunakan reseptor penciuman akut ini untuk tugas yang berbeda, yaitu menemukan kanker.
Di laboratorium, para ilmuwan mencangkokkan irisan tumor kanker payudara dari sampel manusia ke tikus dan mengajari 35 serangga untuk "mengasosiasikan urin dari hewan pengerat yang mengandung tumor dengan gula," menurut Live Science.
Setelah ditempatkan di cawan petri, semut menghabiskan 20 persen lebih banyak waktu di samping sampel urin yang mengandung tumor kanker dibandingkan dengan urin yang sehat, menurut penelitian tersebut.
"Menggunakan urin dari tikus xenograft yang diturunkan pasien sebagai stimulus, kami menunjukkan bahwa semut individu dapat belajar membedakan bau tikus sehat dari tikus yang mengandung tumor dan melakukannya hanya setelah tiga percobaan pengkondisian," tulis peneliti.
"Mereka hanya ingin makan gula," kata Baptiste Piqueret, penulis utama studi dan etologis di Sorbonne Paris North University di Prancis.
Baca Juga: Dunia Hewan: Suhu Iklim yang Meningkat Tidak Mengubah Perilaku Semut
Baca Juga: Dunia Hewan: Strategi Cari Makan Semut Argentina Utamakan Keselamatan
Baca Juga: Dunia Hewan: Semut Tentara Tertua Ini Ungkap Predator Penyerbu Eropa
Baca Juga: Dunia Hewan: Peta Global Biodiversitas Semut Mengungkap Area Misteri
Karena sel tumor mengandung senyawa organik yang mudah menguap (VOC) yang dapat digunakan peneliti sebagai biomarker kanker, hewan seperti anjing -dan sekarang semut- dapat dengan cepat dilatih untuk mendeteksi anomali ini melalui indra penciuman mereka.
Namun, para peneliti berpikir bahwa semut "mungkin lebih unggul dari anjing dan hewan lain yang [lebih] menghabiskan waktu untuk berlatih," menurut para peneliti.
Hal ini penting karena semakin dini kanker terdeteksi, semakin cepat pengobatan dapat dimulai.
Para peneliti berharap bahwa semut pengendus kanker memiliki potensi "untuk bertindak sebagai bio-detektor kanker yang efisien dan murah," tulis mereka dalam penelitian mereka.
"Hasilnya sangat menjanjikan," kata Piqueret. Namun, dia mengingatkan bahwa "penting untuk mengetahui bahwa kita masih jauh dari (dapat) menggunakannya sebagai cara sehari-hari untuk mendeteksi kanker."