Yang pasti, melansir Live Science, Strona menjelaskan, "Apa yang kami temukan adalah bahwa spesies yang lebih besar dan spesies pada tingkat [rantai makanan] trofik yang tinggi akan lebih terpengaruh."
Dengan kata lain, hewan besar seperti gajah adalah yang akan punah duluan. Kemudian diikuti dengan jenis lebih kecil bertahap akan punah.
Laporan sebelumnya, mengungkapkan bahwa kepunahan gajah justru menjadi ancaman bagi perubahan iklim berikutnya. Bukan hanya dengan kacaunya rantai makanan, tetapi tanpa gajah, tingkat karbon di atmosfer akan meningkat.
"Gajah memakan banyak daun dari banyak pohon, dan mereka melakukan banyak kerusakan saat memakannya," kata Stephen Blake, asisten profesor biologi di Universitas Saint Louis yang menjadi salah satu penggarap penelitian dampak hilangnya gajah.
"Mereka akan melucuti daun dari pohon, merobek seluruh cabang atau mencabut pohon muda saat makan. Data kami menunjukkan sebagian besar kerusakan ini terjadi pada pohon dengan kepadatan karbon rendah. Jika ada banyak pohon dengan kepadatan karbon tinggi di sekitarnya, satu pesaing berkurang, dieliminasi oleh gajah."
Sementara, yang punah lainnya bisa termasuk burung dan terumbu karang. Burung menjadi sukar beradaptasi dan beradaptasi, masa depannya menjadi tidak pasti. Penyusutan terumbu karang masih berlanjut. Mamalia kecil seperti kelelawar dan cecurut "berubah bentuk" dari generasi ke generasinya akibat perubahan iklim.
Dan pemenangnya adalah...
Tardigrada atau beruang air mungkin adalah pemenangnya, Strona berpendapat. Dia telah teruji selalu selamat di lingkungan terburuk di alam, bahkan di luar angkasa. "Tardigrade sendiri sangat tahan, tetapi mereka membutuhkan spesies lain untuk bertahan hidup," terangnya.
Beruang air adalah spesies unik yang bisa selamat. Masalah yang ia hadapi adalah kehilangan kebutuhan seluruh ekosistem dan jaringan interaksi kompleks yang berguna untuk mempertahankan kehidupan di Bumi.