Dunia Hewan: Cacing dapat Mendeteksi Udara Kotor dalam Ruangan

By Ricky Jenihansen, Senin, 6 Februari 2023 | 11:00 WIB
Nematoda transgenik mengekspresikan protein fluoresen hijau (GFP). (Päivi Koskinen)

Nationalgeographic.co.id—Penelitian terbaru dari ilmuwan di University of Turku di Finlandia menemukan bahwa cacing dapat menjadi alat untuk mendiagnosa udara dalam ruangan. Mereka melakukannya dengan memanfaatkan galur transgenik nematoda Caenorhabditis elegans.

Seperti diketahui, kualitas udara dalam ruangan yang baik sangat penting untuk kita, sementara kotoran yang terkandung di dalam udara dapat membahayakan kapasitas kerja dan kondisi tubuh kita.

Oleh karena itu, para peneliti di University of Turku di Finlandia mengembangkan metode baru tersebut untuk mengukur kualitas udara dalam ruangan, memanfaatkan galur cacing atau nematoda yang berpendar.

Nematoda transgenik yang digunakan dalam penelitian ini mengekspresikan protein fluoresen hijau (GFP). Produksi GFP ditingkatkan setelah paparan nematoda sepanjang beberapa milimeter ini terhadap peningkatan konsentrasi senyawa berbahaya.

Toksisitas udara dalam ruangan secara keseluruhan dapat dievaluasi berdasarkan jumlah fluoresensi serta motilitas dan kematian hewan.

"Oleh karena itu, diperlukan metode yang dapat diandalkan untuk memantau risiko yang terkait dengan paparan agen udara dalam ruangan yang berbahaya," tulis peneliti.

"Di sini, kami telah menggunakan strain nematoda Caenorhabditis elegans transgenik yang membawa reporter fluoresen yang responsif terhadap stres dan mengevaluasi kemampuan mereka untuk merasakan racun jamur atau kimia, terutama yang ada di bangunan yang rusak karena kelembapan."

Temuan mereka tersebut telah dijelaskan dalam jurnal Pathogens baru-baru ini. Jurnal tersebut dipublikasikan secara daring dengan judul "Biomonitoring of Indoor Air Fungal or Chemical Toxins with Caenorhabditis elegans nematodes."

Kualitas udara dalam ruangan yang baik sangat penting untuk kita (Allergia)

Dijelaskan, pencemaran mikroba atau bahan kimia di udara dapat bersifat racun atau iritatif dan menyebabkan reaksi alergi, asma atau penyakit lain pada individu yang terpapar.

Namun, saat ini tidak ada metode yang diterima secara luas untuk memantau risiko yang terkait dengan paparan agen udara dalam ruangan yang berbahaya, sehingga diperlukan pendekatan baru.

Dalam proyek yang dilakukan di Departemen Biologi di Universitas Turku, para peneliti mengembangkan metode baru untuk diagnostik udara dengan dengan memanfaatkan Caenorhabditis elegans.

Strain ini menghasilkan protein fluoresen hijau (GFP) ketika dipaksa untuk mencium atau merasakan kotoran biologis atau kimiawi yang berbahaya. Jumlah fluoresensi ini dapat dengan mudah diukur dengan spektrometri.

“Nematoda semacam itu sebelumnya telah digunakan untuk memantau efek biologis dari logam berat dan agen lingkungan lainnya, jadi kami pikir mereka juga cocok untuk memantau kualitas udara dalam ruangan,” kata pemimpin proyek, Dosen Universitas Päivi Koskinen.

Baca Juga: Langit Gelap dan Udara Kotor, Dampak Kebakaran Hutan di California

Baca Juga: Bahaya Polusi Udara: Membuat Kita Bodoh dan Merusak Paru-Paru

Baca Juga: Dunia Hewan: Tidak Punya Telinga, Bagaimana Ular Mendengar Mangsanya?

Baca Juga: Dunia Hewan: Otak kucing Menyusut dan Itu Semua Salah Manusia

“Saat kami memaparkan nematoda ke sampel jamur yang dikumpulkan dari bangunan yang rusak karena kelembapan, kami benar-benar mengamati peningkatan jumlah fluoresensi yang signifikan,” lanjut Koskinen.

Para peneliti mengamati bahwa dengan metode baru, juga memungkinkan untuk mendeteksi kotoran lain di udara dalam ruangan, seperti surfaktan yang digunakan dalam produk pembersih atau senyawa volatil yang dihasilkan oleh ftalat (pelunak karpet plastik) yang terdegradasi dalam kondisi lembab.

“Nematoda tidak dapat memberi tahu kita jenis senyawa beracun apa yang ada di udara, tetapi mereka dapat memberikan pendapat yang tidak memihak tentang risiko yang terkait dengan udara dalam ruangan dan perlunya penyelidikan teknis yang lebih menyeluruh,” jelas Koskinen.