Tradisi Ngalalakon, Pemindahan Pusat Pemerintahan Kasepuhan Ciptagelar

By National Geographic Indonesia, Senin, 6 Februari 2023 | 15:18 WIB
Portrait terbaru Kepala Adat Kasepuhan Cipta Gelar, Abah Ugi Sugriana Rakasiwi. (Feri Latief)

Selain mandiri pangan Kasepuhan Ciptagelar juga mandiri energi terbarukan! Mereka memanfaatkan tenaga air menjadi tenaga listrik. Dimulai pada tahun 1987, saat kasepuhan masih di Ciptarasa. Turbin kayu digunakan untuk pembangkit tenaga listrik. Tenaga yang dihasilkan masih kecil, hanya 3000 watt.

Sampai pada 1997, Kedutaan Besar Jepang mendukung turbin yang lebih kondusih yang bisa menghasilkan daya sampai 50 kVA. Semuanya swakelola, baik perawatan ataupun pembiayaannya.  Sekarang ada empat turbin yang tersebar di penjuru blok Cicemet, wilayah di Gunung Halimun di mana Kasepuhan Ciptagelar berada. Sehingga dayanya pun bertambah dan bisa melayani ribuan warga.

Energi terbarukan ini biayanya murah. Warga berlangganan listrik dengan membayar murah, yakni per kwh hanya sebesar Rp400—bandingkan dengan PLN yang harus membayar per kWh sebesar Rp1.352. Hasil pembayarannya digunakan untuk perawatan dan menggaji warga yang diberi amanah untuk mengelola listrik tersebut.

Sampai saat ini ribuan warga terlayani oleh energi terbarukan ini. Dalam waktu berjalan, Perusahaan Listrik Negara (PLN) pun masuk ke sana. Sebagian warga kini dilayani oleh PLN.

Setelah listrik hadir munculah ide mendirikan siaran televisi dan radio sendiri. Karena media ini Sangat efektif untuk membagikan informasi penting bagi warga di sana. Kebetulan Abah Ugi penggemar elektonik, sejak sekolah di bangku menengah pertama beliau suka bereksperiman termasuk membuat pemancar radio saat duduk di eklas dua. Maka di tahun 2004 lahirlah Radio Swara Ciptagelar.

Baca Juga: Upaya Para Arkeolog Menjaga Kelestarian Cagar Budaya Indonesia

Baca Juga: Jejak Jalur Rempah, Tradisi Pinang Sirih dan Migrasi Manusia

Baca Juga: Mengkaji Aspek-Aspek Sosial dalam Pemindahan Ibu Kota Negara

Baca Juga: Gagasan Daulat Pangan Sukarno, Lagu Pengiringnya, dan Masa Depan

Saat di bangku menengah atas Abah Ugi berhasil membuat transmeter untuk televisi. Pada tahun 2008 lahirlah Ciga TV Ciptagelar. Mereka memproduksi sendiri konten-kontennya. Budaya dan tradisi yang mereka jalankan sehari-hari tak akan habis-habisnya untuk dijadikan konten.

“Sekarang Ciga TV sudah didigitalisasikan,” jelas Kang Yoyo dengan bangga.

Melihat kondisi lingkungan Cipta Alam yang berada jauh di pelosok pegunungan dengan medan yang sulit, upaya digitalisasi ini adalah suatu prestasi. Untuk mencapai ke sana saja perlu uapaya khusus. Jalannya naik turun ekstrim dan rusak parah. Kalau tidak menggunakan kendaraan 4x4 akan sulit melewatinya. Bahkan baru-baru ini saja masih ada televisi komersial yang didukung infra struktur memadai protes ke pemerintah karena tidak siap untuk digitaliasi.

Semua ini bisa terwujud karena mereka mengelola internet mandiri pula! Jadi jangan takut tidak ada sambungan internet jika berkunjung ke Ciptagelar. Layanan internet tersedia, bahkan terhitung cepat, karena jika memutar Youtube hampir tidak ada bufferingnya!

Indonesia telah menyiapkan Nusantara sebagai Ibu Kota Negara yang baru di Kalimantan. Kasepuhan Ciptagelar ini bisa menjadi refleksi bagaimana memindahkan pusat pemerintahan namun tetap bijak mengelola alam dan juga mampu mandiri pangan dan mandiri energi!