Rentan Dibunuh, Kaisar Romawi Jadi Pekerjaan Paling Berbahaya

By Galih Pranata, Jumat, 10 Februari 2023 | 13:00 WIB
Tidak ingin dieksekusi, Kaisar Nero pun memutuskan untuk bunuh diri. Namun karena panik dan takut, ia meminta bantuan budaknya untuk memberi contoh. Akhirnya, pelayannya membantu menusukkan belati ke tenggorokannya. (Vassily Sergeyevich Smirnov)

Nationalgeographic.co.id—Kaisar Romawi bisa dikatakan juga sebagai manusia yang paling kuat dan berkuasa di salah satu kerajaan dengan peradaban terbesar sepanjang sejarah manusia.

Kaisar Romawi adalah dia yang memiliki kekuatan absolut, dia juga merupakan panglima tertinggi tentara, serta dialah Pontifex Maximus, kepala pejabat agama yang disegani umatnya.

Banyak pria berusaha keras untuk memenangkan tahta Kekaisaran Romawi. Begitu mereka mendapatkan posisi yang didambakan ini, mereka menyadari bahwa sangat sulit untuk mempertahankannya.

"Ketika anda berada di tampuk tertinggi sebagai kaisar, anda harus siap mati!" tulis Peter Preskar kepada Medium dalam artikel berjudul The Roman Emperor — the Most Dangerous Occupation in Ancient Rome terbitan 22 Mei 2021.

Coba kita ambil Julius Caesar sebagai contohnya. Meskipun dikenal dalam sejarah sebagai salah satu Kaisar Romawi terkuat sepanjang sejarah, ia mati secara tragis dan diwarnai kebrutalan pada tahun 44 SM.

Perebutan tahta dan kekejaman saling bunuh kerap mewarnai konflik internal di antara kaisar-kaisar. Diperlukan kekuatan dan kelihaian untuk dapat bertahta cukup lama di Romawi.

Demi mempertahankan kendali atas kuasanya, seorang Kaisar Romawi harus dapat bernavigasi di antara banyak kelompok kuat, termasuk Pengawal Praetorian, legiun Romawi, Senat Romawi, dan keluarga mereka sendiri.

Seringkali, keluarga kaisar menjadi ancaman terbesar bagi pemerintahannya. Secara teori, setiap kerabat kaisar adalah pewaris takhta yang sah. Seperti halnya Kaisar Romawi kedua, Tiberius, kemungkinan besar meracuni pewarisnya, Germanicus.

Atau juga ada kisah tentang Kaisar Claudius yang diracuni oleh istrinya sendiri, Julia Agrippina pada tahun 54 Masehi. Agrippina dengan demikian memberi ruang bagi putranya Nero untuk naik tahta Kekaisaran Romawi.

Marcus Aurelius dianggap sebagai salah satu kaisar Romawi terbaik. Banyak fakta menarik seputar kehidupan dan pemerintahannya yang tidak diketahui oleh banyak orang. (Joseph-Marie Vien)

Dalam sebuah prosentase pergantian kaisar dalam sejarah Romawi, sekitar 2% saja kaisar yang menyatakan dengan suka rela untuk pensiun. Sedangkan yang terbanyak diakibatkan oleh kondisi, di mana seorang kaisar terpaksa diganti akibat jadi korban pembunuhan.

Jika dihitung secara mendetail, selama hampir4 abad atau sekira 422 tahun Kekaisaran, seorang kaisar rata-rata hanya mampu memerintah selama 5,6 tahun.

Lebih dari 70% kaisar Romawi meninggal karena sebab yang tidak wajar. Mereka dibunuh (37%), terbunuh dalam pertempuran (12%), dieksekusi (11%), dipaksa bunuh diri (8%), atau diracuni (3%). Seorang kaisar Romawi (Valerian) dieksekusi di penangkaran Persia.

Hanya ada dua kaisar yang mengundurkan diri secara sukarela. Pertama, kaisar Diokletianus (memerintah 284-305) rela menyerahkan tahtanya pada tahun 305. Namun, bahkan ia bunuh diri pada tahun 311 setelah melihat sistem pemerintahan bersama gagal.

Baca Juga: Sisi Lain Julius Caesar, Kaisar Romawi Kuno Punya Banyak Gundik

Baca Juga: Fakta Seputar Kehidupan Attila sang Hun, Musuh dan Mimpi Buruk Romawi

Baca Juga: Ditakuti Gajah, Pasukan Romawi Kuno Menggunakan Babi untuk Berperang

Baca Juga: Ilmuwan MIT Memecahkan Rahasia Beton Romawi yang Bertahan Ribuan Tahun 

Kedua, Kaisar Vetranio (yang meninggal pada tahun 356) terpaksa turun tahta pada tahun 350. Dia menjalani enam tahun sisa hidupnya dengan damai. 

Kaisar Romawi terkenal yang meninggal karena sebab alamiah, seperti Augustus, Vespasian, Trajan, Hadrian, dan Marcus Aurelius serta hanya sembilan belas kaisar Romawi lainnya yang meninggal karena sebab alamiah.

Ada yang mengatakan bahwa pekerjaan paling berbahaya dan berisiko di Romawi Kuno adalah menjadi seorang gladiator. Namun, kenyataannya tidak demikian.

Para gladiator memiliki keuntungan untuk dapat menatap mata lawan mereka ke mana pun gerak musuh akan membunuhnya, maka ia telah siap. Sedangkan seorang Kaisar Romawi harus menghadapi musuh yang jauh lebih tersembunyi dan tidak terduga, kapan saja siap menikamnya.