Melebihi Industri Penerbangan, Pupuk Menyumbang 5 Persen Emisi Karbon

By Ricky Jenihansen, Senin, 13 Februari 2023 | 08:00 WIB
Dua pertiga emisi dari pupuk terjadi setelah disebarkan di ladang, dengan sepertiga emisi berasal dari proses produksi. (Business Standard)

Nationalgeographic.co.id—Untuk pertama kalinya, para peneliti menghitung secara akurat jejak karbon dari pupuk yang telah menyumbang 5 persen emisi gas rumah kaca. Mereka menemukan bahwa emisi karbon dapat dikurangi hingga sebanyak 80% pada tahun 2050.

Para peneliti dari University of Cambridge menemukan bahwa dua pertiga emisi dari pupuk terjadi setelah disebarkan di ladang, dengan sepertiga emisi berasal dari proses produksi.

Meskipun pupuk berbasis nitrogen telah diketahui sebagai sumber utama emisi gas rumah kaca, ini adalah pertama kalinya kontribusi mereka secara keseluruhan, mulai dari produksi hingga penerapan, telah dihitung sepenuhnya.

Analisis mereka menemukan bahwa pupuk kandang dan pupuk sintetis mengeluarkan setara dengan 2,6 gigaton karbon per tahun, lebih dari gabungan penerbangan dan pelayaran global.

Emisi karbon dari pupuk perlu segera dikurangi. Namun, ini harus diimbangi dengan kebutuhan akan ketahanan pangan global.

Penelitian sebelumnya memperkirakan bahwa 48% dari populasi global diberi makan dengan tanaman yang ditanam dengan pupuk sintetis, dan populasi dunia diperkirakan akan tumbuh sebesar 20% hingga tahun 2050.

Para peneliti Cambridge mengatakan bahwa kombinasi solusi teknologi dan kebijakan yang terukur diperlukan untuk mengurangi emisi pupuk sekaligus menjaga ketahanan pangan.

Namun, mereka memperkirakan bahwa jika solusi semacam itu dapat diterapkan dalam skala besar, emisi dari pupuk kandang dan pupuk sintetis dapat dikurangi tanpa kehilangan produktivitas. Hasilnya dilaporkan dalam jurnal Nature Food.

“Hebatnya, kita sebenarnya tidak tahu berapa banyak bahan kimia yang kita produksi secara global, di mana mereka berakhir, di mana dan bagaimana mereka terakumulasi, berapa banyak emisi yang mereka hasilkan, dan berapa banyak limbah yang mereka hasilkan,” kata rekan penulis André Cabrera Serrenho dari Departemen Teknik Cambridge.

“Untuk mengurangi emisi, penting bagi kami untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan setiap intervensi yang dapat kami lakukan untuk membuat pupuk tidak terlalu berbahaya bagi lingkungan.” kata Serrenho.

Pupuk berbasis nitrogen telah diketahui sebagai sumber utama emisi gas rumah kaca (University of Cambridge)

Namun, katanya, jika kita akan melakukannya, pertama-tama kita harus memiliki gambaran yang jelas tentang keseluruhan siklus hidup produk ini.

Para peneliti memetakan arus global pupuk kandang dan pupuk sintetis serta emisinya untuk tahun 2019, di sepanjang semua tahap siklus hidup, dengan merekonsiliasi produksi dan konsumsi pupuk nitrogen dan faktor emisi regional di sembilan wilayah dunia.

Setelah menyelesaikan analisis mereka, para peneliti menemukan bahwa tidak seperti banyak produk lain, sebagian besar emisi pupuk terjadi bukan selama produksi, tetapi selama penggunaannya.

Emisi dari produksi pupuk sintetis sebagian besar berasal dari sintesis amonia, sebagian karena reaksi kimia yang digunakan dalam proses produksi.

Mitigasi yang paling efektif pada tahap produksi adalah bagi industri untuk mendekarbonisasi pemanasan dan produksi hidrogen.

Emisi karbon dari pupuk perlu segera dikurangi. (Thinkstockphoto)

Selain itu, pupuk dapat dicampur dengan bahan kimia yang disebut penghambat nitrifikasi, yang mencegah bakteri membentuk dinitrogen oksida. Namun, bahan kimia ini cenderung membuat pupuk lebih mahal.

“Jika kita ingin membuat pupuk lebih mahal, maka perlu ada semacam insentif finansial bagi petani dan perusahaan pupuk,” kata Serrenho.

“Pertanian adalah bisnis yang sangat sulit, dan petani saat ini tidak dihargai karena menghasilkan emisi yang lebih rendah.”

Namun, satu-satunya cara paling efektif untuk mengurangi emisi terkait pupuk adalah dengan mengurangi jumlah pupuk yang kita gunakan.

“Kami sangat tidak efisien dalam penggunaan pupuk,” kata Serrenho.

Para peneliti juga mengamati campuran pupuk yang digunakan di seluruh dunia, yang berbeda-beda di setiap wilayah.

Baca Juga: Meningkatnya Emisi Karbon Dioksida Jadi ‘Kode Merah’ untuk Kemanusiaan

Baca Juga: Ekosistem Karbon Biru, Modal Alami untuk Kendalikan Perubahan Iklim

Baca Juga: Apakah Pengurangan Emisi Karbon Sudah Adil Bagi Negara Berkembang?

Baca Juga: Korupsi Memicu Parahnya Emisi Karbon di Asia, termasuk Indonesia 

Para peneliti mengatakan bahwa mengganti beberapa pupuk dengan emisi tertinggi, seperti urea, dengan amonium nitrat di seluruh dunia dapat mengurangi emisi antara 20 persen dan 30 persen.

Namun, ini hanya akan bermanfaat setelah dekarbonisasi industri pupuk. "“Tidak ada solusi yang sempurna,” kata Serrenho.

“Kita perlu memikirkan kembali bagaimana kita menghasilkan makanan, dan insentif ekonomi seperti apa yang paling berhasil."

Serrenho dan Gao memperkirakan bahwa dengan menerapkan semua mitigasi yang mereka analisis, emisi dari sektor pupuk dapat dikurangi sebanyak 80 persen pada 2050.

“Pekerjaan kami memberi kami ide bagus tentang apa yang mungkin secara teknis, apa yang besar, dan di mana intervensi akan bermakna,” kata Serrenho.