Diskriminasi Muslim di Bulgaria Akibat Traumatik Era Ottoman

By Galih Pranata, Jumat, 17 Februari 2023 | 10:00 WIB
Pasukan Bulgaria berkumpul di Sofia, Bulgaria, selama Perang Balkan untuk mengalahkan pasukan Ottoman, 1912–13. (Encyclopædia Britannica, Inc.)

Kekaisaran Ottoman atau Kesultanan Utsmaniyah pernah jadi salah satu kekuatan militer dan ekonomi terbesar di dunia. Kekuasaan ini mengendalikan bentangan yang tidak hanya mencakup pangkalannya di Asia Kecil tetapi juga sebagian besar Eropa tenggara, Timur Tengah, dan Afrika Utara. (Public Domain via Rawpixel)

Trauma yang ditimbulkannya kemudian mewarisi sejumlah karya sastra dan film yang mulai bermunculan pada abad ke-20, hingga karya-karya ini dipuja sebagai lambang budaya Bulgaria.

Kenyataannya, memasuki abad ke-20, hal yang jauh lebih traumatis lagi dialami bagi minoritas Turki dan kalangan Muslim Bulgaria.

Komunitas Muslim di Bulgaria menjadi sasaran dalam pola diskriminasi pemerintah Bulgaria akibat trauma yang ditimbulkan. Lebih mengerikan lagi, muncul undang-undang anti-Turki yang paling agresif dalam sejarah Bulgaria.

Baca Juga: Enam Penyebab Jatuhnya Kekaisaran Ottoman: Dilemahkan oleh Pihak Luar?

Baca Juga: Puja-puji untuk Ottoman, Kenapa Banyak Orang Mau Kembali ke Era Itu?

Baca Juga: Disebut Kiamat Sugra, Dahsyatnya Gempa 1509 di Era Kekaisaran Ottoman

Baca Juga: Peran Wanita Kekaisaran Ottoman di Masa Pemerintahan Suleiman Agung

Pada tahun 1984-1985, Republik Rakyat Bulgaria memberlakukan perubahan nama pada Muslim berbahasa Turki di seluruh negeri. Lebih dari 800.000 orang harus mengganti nama Muslim mereka dengan nama Slavia 'tradisional'.

Baru-baru ini, akademisi Bulgaria menyerukan cara berpikir baru tentang sejarah, baik Ottoman maupun sosialis Bulgaria. Mereka menuntut agar rakyatnya memperumit, bukan menyederhanakan, pemahaman masyarakat tentang sejarah bangsanya.

Titik terpentingnya adalah menjauh dari gagasan esensialis tentang nasionalisme dan kesinambungan identitas Bulgaria dari Abad Pertengahan hingga saat ini. Dari landasan ini, rakyat dapat membangun ruang untuk mempertimbangkan kembali persepsi pemerintahan Ottoman secara konstruktif.

Akan tetapi, jika membaca dan menonton sejarah traumatik mereka adalah sesuatu yang harus dilalui, negara itu harus menempuh jalan panjang sebelum mengatasi trauma masa lalu, apalagi menghadapi trauma kemarin.