Nationalgeographic.co.id—Lika-liku tentang kebenaran sejarah penyebaran Islam di Jawa oleh Walisanga, masih menjadi tanda tanya besar. Namun, tidak ada salahnya untuk membuka sejarah renaisans Islam yang mengungkap satu isu menarik.
Selama ini, sejarah nasional kita cenderung mengarah kepada perspektif renaisans barat yang membuat arah sejarahnya terwesternisasi. Kuatnya akar historiografi kolonial, melemahkan isu tentang kebenaran adanya utusan mulia bernama Walisanga.
Mereka diutus dan mengemban tanggung jawab yang berat dalam menebar ajaran Islam di Pulau Jawa. Satu hal yang menarik, Widiastuti dan Maria Ulfah mengungkap adanya andil Ottoman dalam proses islamisasi di Jawa, dan Walisanga menjadi instrumen penebar Islam di sana.
Widiastuti dan Maria Ulfah menulis dalam laporan risetnya kepada UIN Walisongo berjudul Mercusuar di Jawa Dwipa (menguak gagasan penerapan UoS pada penyebaran Islam di Jawa) yang diterbitkan pada tahun 2018.
Sebagaimana disampaikan Ibn Batutah, bahwa persiapan untuk menolong kepasifan masyarakat muslim Jawa. Upaya itu diawali dengan perekrutan anggota tim Walisanga yang diambil dari beberapa propinsi di bawah kekuasaan Ottoman.
Dalam hemat Widiastuti dan Maria Ulfah, Sultan Mehmed II telah banyak memikirkan tentang "kondisi masyarakat muslim Jawa yang sangat pasif," imbuhnya.
Alhasil, Mehmed II berniat untuk menolong masyarakat Jawa dengan membentuk tim dakwah yang dikenal luas oleh bangsa kita dengan istilah Walisanga atau Walisongo.
"Mereka dipersiapkan untuk menghadapi masyarakat Jawa yang memiliki persoalan yang kompleks," tambah Widiastuti dan Ulfah.
Walisanga yang diutus Ottoman tidak hanya dipilih sebagai ahli agama saja, melainkan juga ahli dalam sains dan pengetahuan umum, sehingga mereka diharapkan bisa mengenalkan ilmu agama sekaligus dunia sains dalam konteks sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Dengan perpaduan pemahaman ilmu agama dan sains, Walisanga punya kans besar untuk dapat mengenalkan Islam, tidak hanya secara teoritis atau tekstual saja, melainkan juga secara kontekstual.
Semua kisah ini kabarnya dituliskan dalam kitab Kanzul ‘Ulum yang digubah Ibnu Batuta, tanpa diketahui apakah kitab itu benar-benar ada dan mengisahkan kisah perekrutan Walisanga sebagai utusan Ottoman.
Selama membaca laporan riset dari Widiastuti dan Maria Ulfah, saya seakan merasakan adanya gejolak pemikiran. Tentunya terdapat suatu kontestasi dalam diri tentang fakta yang sebenarnya terjadi.
Oleh karenanya, muncul pertanyaan besar: "Apakah Walisanga benar-benar berperan sebagai utusan dari Turki atas gagasan Ottoman yang dikirim ke Tanah Jawa?"
Terlepas dari dugaan-dugaan kebenaran, saya menyoroti tentang akar kebenaran sejarah antara keberadaan Batutah dengan Mehmed II serta aktivitas Walisanga dalam misi menebar ajaran Islam di Jawa.
Secara dialektis, hal yang membuat adanya pembantahan atas hasil riset sebelumnya, terletak pada konsep diakronik di antara Sultan Mehmed II, peran Walisanga dan Ibnu Batutah yang menulis Kanzul ‘Ulum.
Baca Juga: Puja-puji untuk Ottoman, Kenapa Banyak Orang Mau Kembali ke Era Itu?
Baca Juga: Sejarah Permusuhan Ratusan Tahun antara Kekaisaran Rusia dan Ottoman
Baca Juga: Gempa Bumi Pengguncang Turki: Era Romawi, Ottoman, hingga Republik
Baca Juga: Pernah Jadi Kekaisaran Terkuat, Ottoman Jatuh Karena Enam Hal Ini
Kesalahan paling fatal dalam inti kisah ini terletak pada ketidaksinambungan angka tahun dan perbedaan zaman di antara ketiganya. Pertebaran Islam yang dilakukan Walisanga disebut lebih dulu dilakukan, yakni terjadi antara tahun 1250-1404.
Tesis tentang Walisanga sebagai suatu gagasan yang dikemukakan oleh Mehmed II agaknya kurang tepat, karena sang sultan Ottoman itu baru lahir pada 30 Maret 1432 di Edirne, Turki.
Ibnu Batutah yang dikabarkan menulis tentang gagasan Mehmed II, lahir seabad sebelum Mehmed II dilahirkan. Ibnu Batutah lahir pada 24 Februari 1304 di Tangier, Moroko dan wafat lebih dulu sebelum Mehmed II lahir pada tahun 1369.
Isu kontroversial ini bisa dianggap sebagai satu teori konspirasi yang belum terbukti kebenarannya. Hal ini terjadi karena adanya ketidaksinambungan zaman di antara para tokoh sejarah di dalamnya.
Salah satu kunci yang dapat menjawab kebenaran ini hanya jika Kanzul ‘Ulum benar-benar dapat dibuktikan keberadaannya. Sejauh ini, kitab itu masih terkunci rapat dalam arsip di Istanbul dan hanya dengan surat resmi vis-a-vis negaralah yang bisa membukanya.