Hilangnya Simbol Mandat dari Surga Milik Kaisar Tiongkok Qin Shi Huang

By Sysilia Tanhati, Rabu, 15 Februari 2023 | 10:00 WIB
Ilustrasi stempel Kekaisaran Tiongkok. Stempel Heirloom of the Realm digunakan pertama kali oleh Kaisar Tiongkok Qin Shi Huang. Diwariskan secara turun-temurun, stempel itu hilang secara misterius hingga kini. (Sothebys)

Nationalgeographioc.co.id—Dari sekian banyak stempel atau segel Tiongkok yang terkenal, tidak ada yang lebih terkenal dari stempel Heirloom of the Realm. Stempel itu dibuat pada 221 Sebelum Masehi untuk Qin Shi Huang, kaisar pertama Tiongkok yang berhasil menyatukan Tiongkok. Diwariskan secara turun-temurun, peninggalan suci ini hilang secara misterius sekitar tahun 960.

Sepanjang sejarah Tiongkok kuno, stempel digunakan untuk menandai penulisan dan untuk membuktikan identitas. Segel atau stempel dengan karakter Tionghoa tertentu digunakan pada dokumen, kontrak, dan karya seni sebagai bukti akan keasliannya.

Segel umumnya terbuat dari batu namun terkadang dibuat dengan kayu. “Untuk orang yang sangat penting, bahan berharga seperti batu giok digunakan,” tulis Kerry Sullivan di laman Ancient Origins. Segel ini dianggap lebih dipercaya dibandingkan tanda tangan.

Batu giok legendaris

Segel Pusaka Alam atau Heirloom of the Realm diukir dari sepotong batu giok yang memiliki sejarah memilukan.

Menurut legenda, batu giok ditemukan sebelum 283 Sebelum Masehi di Negara Bagian Chu (sekarang provinsi Hubei, Hunan, dan sebagian Shanghai) oleh Bian He. Bian He mengatakan bahwa ia menemukan batu yang berisi batu giok di Gunung Chu.

Menyadari nilainya, ia pun membawanya ke penguasa Chu, Raja Li. Namun, raja mengira itu hanyalah sebuah batu biasa. Merasa dihina dan disia-siakan waktunya oleh Bian He, raja memerintahkan agar kaki kiri pria itu dipotong sebagai hukuman.

Belakangan, Li meninggal dan takhta diwariskan kepada putranya, Wu. Sekali lagi, Bian He menawarkan batu giok yang berharga kepada raja baru. Sama seperti pendahulunya, raja baru juga mengira itu hanyalah sebuah batu biasa. Raja Wu memerintahkan agar kaki kanan He dipotong. Ketika Wu meninggal, mahkota diberikan kepada putranya, Wen.

Sekitar waktu itu, Bian He membawa batu gioknya ke kaki Gunung Chu. Di sana, dia menangis sampai setelah tiga hari tiga malam air matanya habis dan darah mengalir keluar.

Mendengar berita ini, raja mengutus orang-orang untuk menanyakan alasannya. “Di seluruh penjuru langit, banyak orang yang kakinya dipotong. Mengapa engkau harus menangis begitu sedihnya?”

“Aku tidak meratapi kehilangan kakiku,” kata Bian He sebagai jawaban, “tetapi karena menyebut permata berharga sebagai batu biasa. Dan karena mereka menjuluki orang jujur sebagai pembohong. Ini adalah alasan mengapa saya meratap.”

Terkesan oleh emosi Bian He, Raja Wen memerintahkan ahli perhiasan kerajaan untuk memotong dan memoles batu itu. Di dalamnya ada batu giok murni terbesar yang pernah dilihat raja.