Ragam Cerita Legenda dari Danau di Indonesia yang Turun-Temurun

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 15 Februari 2023 | 16:00 WIB
Aktivitas menjala ikan di Danau Tondano, Sulawesi Utara. Danau Tondano, dan danau-danau lainnya memiliki legenda yang dibuat masyarakat untuk mengungkap asal-usulnya. (Zika Zakiya)

Nationalgeographic.co.id—Ada banyak danau di Indonesia. Terbentuknya danau, secara ilmiah, berkat aktivitas geologis yang sangat aktif. Namun di sisi lain, manusia punya rasa ingin tahu tentang asal-usul suatu bentang alam. Masyarakat lokal di Indonesia di masa lalu, belum memiliki pengetahuan sehebat sekarang untuk mengetahui bagaimana prosesnya terbentuk.

Oleh karena itu, masyarakat menciptakan legenda tentang danau di dekatnya. Walau terdengar memiliki unsur magis, klenik, dan tidak punya landasan ilmiah, sebenarnya legenda-legenda ini bisa jadi adalah kenangan yang diceritakan oleh leluhurnya. Sehingga, penelitian ilmiah modern mungkin bisa mengartikannya dengan kejadian di masa lalu.

Berikut adalah beberapa cerita rakyat atau legenda Indonesia tentang danau di daerahnya.

Danau Tondano, Sulawesi Utara

Danau Tondano adalah danau terluas di Sulawesi Utara. Lokasi tepatnya berada di Kabupaten Minahasa. Menurut legenda, sebelum menjadi danau ada dua kelompok masyarakat utara dan selatan, mendiami negeri itu dengan pemimpin yang disebut Tonaas.

Tonaas Utara memiliki anak perempuan yang dinamai Marimbaouw, sedangkan di Tonaas Selatan memiliki anak laki-laki bernama Maharimbouw. Perbedaan wilayah membuat keduanya tidak kenal satu sama lain sewaktu masih anak-anak.

Masalahnya, Marimbouw hanyalah satu-satunya anak bagi Tonaas Utara yang sedang mencari penwaris takhta. Ayahnya meminta ia agar berperilaku dan perkaian seperti pria. Dia pun meminta anak perempuanya untuk bersumpah agar tidak menikah agar takhtanya turun kepadanya. Marimbouw bersumpah, disaksikan masyarakat sekitarnya.

Singkatnya, Marimbouw pandai membela diri. Sayangnya, pada suatu hari, ia tersesat di hutan dalam perburuan. Keberadaannya di hutan membuatnya tertangkap oleh Maharimbouw yang curiga keberadaan mata-mata. Kedok perempuan Marimbouw tersingkap ketika ditangkap, dan membuat Maharimbouw jatuh cinta.

Keduanya pun saling jatuh cinta, tetapi hubungan dilakukan secara diam-diam. Hingga pada suatu hari, Maharimbouw meminang Marimbouw. Marimbouw sempat menolak karena sumpahnya pada ayah dan masyarakatnya.

Pada akhirnya, mereka tetap menikah karena saling jatuh cinta. Pernikahannya membuat alam marah dengan berbagai bencana, gempa dan gunung berapi meletus. Semua di negeri itu menjadi musnah, dan tenggelam di bawah danau yang kini dikenal sebagai Danau Tondano.

Danau Sentani, Papua

Danau Sentani yang berpagar bukit-bukit dan bentang Pegunungan Cycloop. Pada masa Plistosen, diduga terdapat sungai yang mengalir dari danau ini menuju Samudra Pasifik sehingga memungkinkan sebagai habitat satwa laut. (Zulkifli/National Geographic Indonesia)

Terkenal elok dan suci di Jayapura, Danau Sentani memiliki legendanya yang menarik. Masyarakat percara bahwa ada danau yang menempati danau. Naga tersebut membawa masyarakat bisa tinggal di sekitar Danau Sentani hari ini. Perpindahan mereka dari wilayah Papua Nugini dengan menunggang naga.

Namun ketika tiba di lokasi baru, naga itu tidak mampu terbang lebih jauh dan jatuh ke danau besar. Beberapa penunggang naga yang selamat menetap di sisa tubuh naga yang mati.

Bangkai naga itu menjadi beberapa pulau di Danau Sentani. Bagian kepalanya menjadi pulau di sisi timur danau, badannya menjadi Pulau Asei, dan bagian ekornya menjadi pulau sisi barat.

Mereka yang selamat memulai kehidupan baru di kawasan Sentani. Sang naga juga dipercaya sebagai leluhur masyarakat Sentani. Cerita tentang naga tunggangan itu tertuang di berbagai kerajinan masyarakat Sentani, seperti lukisan kulit kayu.

Danau Kelimutu, Nusa Tenggara Timur

Dikisahkan, di puncak Gunung Kelimutu pernah ditinggali oleh masyarakat yang dipimpin Konde Ratu. Di antara masyarakat, ada dua orang yang bersahabat dan tunduk dengan Konde Ratu.

Danau tiga warna di Gunung Kelimutu, Indonesia (Lutfi Fauziah)

Namanya adalah Ata Bupu dan Ata Polo yang masing-masing memiliki kebiasaan berbeda. Ata Bupu suka melndungi orang lain, sedangkan Ata Polo adalah penyihir jahat yang suka makan manusia.

Suatu hari sepasang anak yatim piatu (Ana Kalo) menemui Ata Bupu untuk meminta perlindungan setelah orangtuanya meninggal. Ata Bupu setuju dengan syarat tidak boleh meninggalkan ladang miliknya agar tidak dimangsa Ata Polo.

Mereka sempat hampir dimangsa oleh Ata Polo, tetapi berhasil dicegah Ata Bupu. Ata Bupu meminta, jika ingin memangsa mereka harus menunggu sampai dewasa.

Ketika mereka dewasa, kedua anak itu memiliki nama Koo Fai dan Nuwa Muri. Ata Polo datang menagih janji Ata Bupu. Ata Bupu menolak karena masih ingin melindungi mereka. Ata Bupu pun mengajak Koo Fai dan Nuwa Muri untuk pergi ke perut bumi untuk menyelamatkan diri. Ata Polo bersikeras mengejar mereka bertiga.

Baca Juga: Sang Legenda dari Dunia Kuno, Ini Daftar Pencapaian Aleksander Agung

Baca Juga: Kenangan National Geographic Indonesia bersama Pindi Setiawan, Legenda Peneliti Gambar Cadas Nusantara

Baca Juga: Mengapa Kita Waspada Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ekosistem Danau?

Baca Juga: Kebohongan Terbesar dalam Sejarah: Monster Besar Penghuni Loch Ness

Namun nahasnya, keempatnya terkubur hidup-hidup di telan bumi. Tak lama di tempat Ata Bupu hilang, air berwarna biru muncul di atas Gunung Kelimutu, dan Ata Polo mengeluarkan air warna merah. Sementara tempat Koo Fai dan Nuwa Muri keluar air warna hijau.

Danau Toba, Sumatra Utara

Menurut legenda, kawasan yang disebut hari ini sebagai Danau Toba hanyalah dataran kering. Di sinilah pria bernama Toba tinggal. Suatu hari ia mendapatkan ikan emas ajaib ketika memancing. Ikan itu berubah menjadi perempuian cantik dan membuat Toba jatuh cinta.

Danau Toba. (Zika Zakiya)

Singkatnya, keduanya menikah dengan syarat Toba tidak boleh mengungkit asal-usul isitrinya kepada anaknya. Anak mereka adalah Samosir, laki-laki yang suka membangkang dan menguji kesabaran Toba.

Suatu hari, Samosir diminta ibunya untuk mengantarkan makanan kepada ayahnya yang bekerja di ladang. Samosir tidak patuh, sehingga Toba pun kesal. Toba murka dan memaki Samosir sebagai anak ikan. Makian ini adalah melanggar janji Toba kepada istrinya saat hendak menikah.

Sontak, jejak kaki Toba muncul mata air yang sangat deras sehingga menenggelamkannya dan desa-desa sekitar. Istri Toba pun kembali berubah menjadi ikan dan menceburkan dirinya ke danau. Sementara Samosir selamat di sebuah bukit yang menjadi pulau di genangan yang terus meluap.

Singkatnya, itulah legenda yang dipercaya masyarakat tentang Danau Toba dan Pulau Samosir.