Dampak Perubahan Iklim terhadap Ragam Pasokan Pangan dan Nutrisi Dunia

By National Geographic Indonesia, Minggu, 19 Februari 2023 | 12:00 WIB
Perubahan iklim dapat mempengaruhi kandungan gizi pada beras. Kombinasi peningkatan kadar karbon dioksida di atmosfer, kenaikan suhu dan perubahan pola curah hujan dapat berdampak signifikan terhadap penurunan hasil pertanian. Apa yang harus kita lakukan? (Getty Images/iStockphoto)

Dalam penelitian itu, para ilmuwan mencoba menanam beberapa tanaman pangan, termasuk jagung dan gandum, dalam dua kondisi: kadar karbon dioksida tinggi dan normal. Kondisi karbon dioksida tinggi itu merepresentasikan prediksi kadar karbon dioksida di Bumi dalam 50 tahun mendatang. Mereka menemukan, tanaman yang tumbuh di lingkungan yang karbon dioksidanya tinggi memiliki kadar protein, seng, dan zat besi lebih rendah. 

Penurunan nutrisi dalam tanaman pangan dapat memperburuk kekurangan gizi yang kini menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Kekurangan zat besi dan seng kini telah menjadi masalah kesehatan yang cukup besar saat ini. Di masa depan, lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia akan mengalami kekurangan seng, dan lebih dari satu miliar orang yang telah mengalami kekurangan seng akan menjadi lebih parah karena perubahan nutrisi pada tanaman pangan. Para peneliti menemukan dampak yang sama juga akan terjadi pada kasus kekurangan zat besi dan protein.

"Meski demikian, diperlukan lebih banyak penelitian pada tingkat nutrisi tanaman pangan, karena para peneliti belum mengetahui mengapa tingkat karbon dioksida yang tinggi dapat menyebabkan tanaman kehilangan nutrisi," kata Myers.

Myers mengungkapkan bahwa kenaikan tingkat karbon dioksida di Bumi ternyata merusak nilai nutrisi dari tanaman-tanaman pangan yang paling penting di dunia—dan belakangan kerusakan itu semakin buruk.

Penelitian yang dipublikasikan dalam Enviromental Health Perspectives mengungkapkan kandungan protein beras, gandum, barley, dan kentang menurun antara 6 persen dan 14 persen jika ditanam dalam lingkungan dengan konsentrasi CO2 yang tinggi. Ini bisa memunculkan risiko kekurangan protein pada penduduk dunia.

"Temuan ini mengejutkan," kata Myers kepada NexusMedia. "Jika kita memikirkan ini 15 tahun yang lalu dan mencoba mengantisipasi dampak kesehatan akibat emisi CO2, kita mungkin tidak mendapati bahwa makanan kita akan menjadi kurang bergizi," tambah dia.

Baca Juga: Dampak Perubahan Iklim, Memburuknya Pasokan Pangan, Rasa dan Racun

Baca Juga: Sains Terbaru: Tinjauan Agar Industri Pasokan Pangan Berkelanjutan

Baca Juga: 2050 hingga 2100, Kita Kekurangan Kopi dan Pasokan Pangan Bergizi

Baca Juga: Mengapa Banyak Orang Masih Belum Peduli dengan Perubahan Iklim? 

Sedikitnya ada 18 negara yang berisiko kehilangan lebih dari 5 persen protein makanan mereka pada tahun 2050 jika level CO2 terus meningkat. "Itu akan menambahkan 150 juta orang lainnya bersama ratusan juta orang yang sudah menderita kekurangan protein," kata Myers.

Kekurangan zat besi, yang sudah terjadi di banyak tempat di dunia, juga diprediksi akan menjadi isu yang jauh lebih besar. Menurut studi pendukung dari GeoHealth, lebih dari 1 miliar wanita pada masa subur dan 354 juta anak di bawah usia 5 tahun diperkirakan kehilangan 4 persen zat besi akibat kenaikan kadar CO2. Sebagian besar populasi yang berisiko itu tinggal di Asia Selatan dan Afrika Utara.

Menurut dia hal ini berkaitan dengan masalah keadilan. "Orang-orang yang bertanggung jawab atas meningkatnya emisi CO2 mencerminkan gambaran orang-orang yang akan menderita. Negara yang lebih kaya menghasilkan CO2 sedangkan negara dengan orang-orang paling miskin menanggung akibatnya."

Penemuan-penemuan itu menggambarkan bagaimana dampak-dampak perubahan iklim masih tetap mengejutkan, bahkan di kalangan ilmuwan sekalipun. "Tak sekali pun kami menduga bahwa salah satu dampak perubahan iklim dapat membuat tanaman kehilangan nutrisinya. Tidak ada yang kita lakukan untuk mengantisipasinya," ujar Myers.