Untuk Keberlanjutan Lingkungan, Pola Makan Vegan Bukanlah yang Terbaik

By Utomo Priyambodo, Selasa, 21 Februari 2023 | 14:00 WIB
Studi baru menunjukkan konsumsi daging terbatas lebih baik untuk lingkungan dan hewan itu sendiri ketimbang jadi vegan atau vegetarian. (Pixabay/CC0 Public Domain)

Nationalgeographic.co.id—Kaum vegan dan vegetarian meyakini bahwa pola makan mereka adalah yang paling baik bagi hewan-hewan dan planet bumi kita. Mereka tidak makan hewan sama sekali.

Namun, sebeuah penelitian baru dari University of Georgia menunjukkan pola makan tersebut bukan yang terbaik. Hal ini jika melihat dari sudut pandangn hak asasi manuia, bukan hewan saja.

Makalah studi tersebut menemukan bahwa pola makan sebagian besar tumbuhan dengan daging lokal dan dibesarkan secara manusiawi kemungkinan merupakan cara makan yang paling etis jika kita ingin menyelamatkan lingkungan dan melindungi hak asasi manusia.

"Tidak ada yang berkelanjutan tentang model berbasis tumbuhan ini," kata Amy Trauger, penulis studi dan seorang profesor di Franklin College of Arts and Sciences, seperti dikutip dari keterangan Univeristy of Georgia.

"Ini benar-benar hanya banyak greenwashing (tipuan pemasaran melalui pencitraan palsu dari pemasaran hijau). Anda benar-benar tidak perlu melihat terlalu jauh untuk melihat betapa bermasalahnya narasi ini."

Sebagai contoh, kedelai yang digunakan dalam produk tahu dan tempe AS tidak ditanam di Negeri Paman Sam tersebut, demikian temuan studi tersebut. Sampai saat ini, mereka sebagian besar diimpor dari India.

Produksi kedelai berkontribusi terhadap deforestasi yang meluas dan hilangnya habitat. Perkebunan kedelai juga memakan ruang tanah yang berharga yang dapat digunakan untuk mengatasi kerawanan pangan di negara tempat produksinya.

Dan polusi serta dampak lingkungan dari pengangkutan kedelai ratusan ribu mil ke AS adalah bencana lingkungannya sendiri.

Contoh lainnya adalah minyak sawit, yang sering digunakan sebagai pengganti mentega atau lemak babi vegan. Sebagian besar produk ini diimpor dari Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Nigeria.

Ekosistem lokal di sana telah dihancurkan oleh deforestasi dan hilangnya keanekaragaman hayati karena jutaan hektar hutan diratakan untuk produksi minyak sawit.

Di atas dampak lingkungannya, industri kelapa sawit telah menjadi sasaran berbagai tuduhan pelanggaran hak asasi manusia. Buruh anak, pelecehan seksual dan pemerkosaan yang merajalela, dan paparan pestisida berbahaya tanpa peralatan pelindung yang tepat tidak jarang terjadi.

Baca Juga: Vegetarian vs Pemakan Daging, Mana yang Lebih Berumur Panjang?