Pergerakan Lapisan Es Dapat Menjelaskan Kapan Permukaan Laut Akan Naik

By Ricky Jenihansen, Rabu, 22 Februari 2023 | 14:00 WIB
Lapisan es Greenland sangat besar, membentuk hampir setengah dari semua air tawar di belahan bumi utara dan kenaikan suhu di Bumi menyebabkannya mencair. (Baptiste Vandecrux (GEUS))

Menurut Anne Munck Solgaard, sistem drainase bukanlah rangkaian pipa atau saluran tetap dengan ukuran tertentu, melainkan jalur yang berkembang selama musim lelehan.

Mereka melakukan ini karena, sementara air lelehan dapat melelehkan sistem drainase yang lebih besar, aliran es bekerja untuk menutup sistem. Dengan demikian, sistem drainase dapat bergantian antara menjadi efisien dan tidak efisien.

“Ini menghasilkan empat variasi kecepatan es yang kami temukan di berbagai lokasi di seluruh lapisan es. Misalnya, kecepatan dapat melambat di tengah musim pencairan, saat air lelehan melimpah, karena sistem drainase tiba-tiba menjadi efisien," kata mereka.

"Atau sistem tetap tidak efisien dan di bawah tekanan tinggi. Jadi, kecepatannya sesuai dengan jumlah air lelehan."

Empat pola pergerakan berbeda (gugus) yang dimiliki es di tepi lapisan es selama setahun, berdasarkan pengukuran satelit dari tahun 2016 dan seterusnya (University of Copenhagen)

Dengan demikian, para peneliti dapat melihat ke mana lapisan es bergerak, dengan satu atau lain cara, sepanjang tahun. Dengan demikian, mereka dapat memperoleh wawasan tentang apa yang terjadi di bawah es dan mengawasi bagaimana perubahannya dari tahun ke tahun.

“Hasil kami memberikan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana lapisan es bereaksi terhadap suhu yang lebih hangat dan lebih banyak air lelehan, yang dapat membantu kami mengembangkan model iklim di masa depan,” jelas Dina Rapp, mahasiswa PhD dan rekan penulis studi tersebut.

Sejumlah besar data menuntut kecerdasan buatanPara peneliti menggunakan kecerdasan buatan untuk mendeteksi dan memisahkan pola gerakan dalam ribuan pengukuran, yang dengan cepat menjadi tidak dapat dikelola untuk analisis manusia.

Menurut Profesor Christine Hvidberg dari Institut Niels Bohr, rekan penulis studi tersebut, daya komputasi cerdas semakin dibutuhkan.

Baca Juga: Sebelum Pemanasan Global, Bumi Mendingin atau Memanas? Masih Misteri

Baca Juga: Dampak Perubahan Iklim terhadap Ragam Pasokan Pangan dan Nutrisi Dunia

Baca Juga: Metana dari Sapi Menyumbang Gas Rumah Kaca, Peneliti Temukan Solusinya