WFH Tiga Hari Sepekan Lebih Hemat Energi dari Beralih ke Mobil Listrik

By Utomo Priyambodo, Selasa, 28 Februari 2023 | 12:00 WIB
Studi terbaru mengungkapkan bekerja dari rumah tiga hari sepekan lebih menghemat tagihan energi ketimbang beralih ke angkutan umum atau pun beralih ke mobil listrik. (yanalya/freepik)

Nationalgeographic.co.id—Banyak orang Jakarta mengeluh merasa konyol harus terjebak di kemacetan lalu lintas hingga selama empat jam demi sampai kantor mereka. Mereka yang mengeluh biasanya karyawan yang bermukim di Bekasi, Depok, Tangerang, dan kota-kota satelit ibu kota lainnya.

Jakarta menjadi kota yang rawan macet. Apalagi, kini mulai banyak perusahaan yang menerapkan kembali kebijakan bekerja dari kantor (WFO).

Menanggapi kemacetan Jakarta ini, sebenarnya telah ada petisi yang menuntut agar kebijakan bekerja dari rumah (WFH) dikembalikan. Petisi berjudul "Kembalikan WFH sebab Jalanan Lebih Macet, Polusi, dan Bikin Tidak Produktif" di Change.org telah ditandatangi oleh 26.344 orang.

"Dua tahun bisa kerja dari rumah, ketika harus ke kantor lagi rasanya malah bikin tambah stress," tulis Riwaty Sidabutar, pembuat petisi tersebut.

"Jarak rumah dengan kantor kebanyakan orang tak jauh berbeda dengan saya. Saya, misalnya, harus menempih 20 KILOMETER buat ke kantor yang berarti setiap hari untuk pulang pergi harus saya tempuh 40 KM. Belum lagi kalau hujan. Bisa-bisa, saya terjebak kemacetan lama sekali," bebernya.

Menurut Riwaty, WFO juga belum tentu membuat kita lebih produktif. "Karena lamanya perjalanan, saya malah jadi lebih lelah, dan hasil pekerjaan tidak sebagus ketika saya bekerja dari rumah. Di rumah, saya merasa lebih percaya diri, lebih aman, dan juga merasa lebih nyaman."

"Oleh karena itu, saya ingin meminta agar aturan wajib WFO 100% dikaji kembali. Sebagai pekerja, ada baiknya jika kita juga diberikan pilihan untuk dapat kerja dari rumah."

"Beberapa negara, seperti Belanda sudah melakukannya. Saya yakin, Indonesia juga bisa. Saya yakin, dengan adanya aturan ini dari pemerintah, kantor-kantor akan dapat lebih fleksibel sehingga pekerja-pekerja pun bisa lebih nyaman."

Selain bikin lebih macet, WFO juga lebih tak ramah lingkungan. Sebab, kebijakan WFO pastinya akan membuat lebih banyak kendaraan berkeliaran di jalanan dan ini jelas menimbulkan emisi dan polusi.

Baru-baru ini media asal Spanyol, El Pais, mencoba menghitung serta membandingkan jumlah biaya energi dan emisi yang bisa dihemat lewat bermacam upaya di berbagai bidang atau sektor kehidupan. Di sektor transportasi, El Pais menghitung dan membandingkan besar penghematan dari WFH, penggunaan mobil listrik, hingga penggunaan angkutan umum ke kantor.

Hasil perhitungan ini mungkin bisa berbeda untuk setiap profil konsumen dan wilayah geografisnya. Namun, contoh di Spanyol ini bisa jadi gambaran dan tips umum untuk upaya gerakan penghematan energi dan emisi.

Dalam membuat perhitungan ini, El Pais bekerja sama dengan Instituto de Investigación Tecnológica (IIT) de la Universidad Pontificia Comillas (Madrid).

"Potensi penghematan ekonomi dan emisi yang dihitung oleh peneliti Manuel Pérez di bagian transportasi dihasilkan dari perbandingan pengeluaran antara opsi yang dipilih oleh pengguna dan alternatif yang diusulkan," tulis El Pais.

Baca Juga: Pengalaman WFH Ternyata Tidak Sama Pada Pasangan Suami Istri

Baca Juga: Bekerja Dari Rumah, Berikut Cara Mengatur Tim Agar Tetap Produktif

Baca Juga: Pemprov DKI Jakarta Sengaja Mempersulit Penggunaan Kendaraan Pribadi 

Biaya setiap moda transportasi dihitung dari hasil efisiensi rata-rata kendaraan dari masing-masing teknologi (data dari MITRED, Odyssee-Mure, EEA) dan harga bahan bakar termasuk listrik (di pasar yang diatur). Ini dihitung sebagai rata-rata harganya selama enam bulan terakhir (MINCOTUR).

Adapun harga angkutan umum dihitung sesuai dengan potongan harga tiket angkutan kolektif (data hingga Juni 2023, MITMA).

Untuk perhitungan emisi kendaraan pribadi, ditentukan oleh faktor emisi dari bahan bakar yang digunakan (data dari MITRED, MITECO), dan faktor emisi dari moda publik (data dari IDAE).

Dari hasil perhitungan dan perbandingan ini, diketahui bahwa bekerja dari rumah (WFH) atau bekerja dari jarak jauh (teleworking) tiga hari sepekan lebih menghemat pengeluaran emisi ketimbang beralih ke mobil listrik untuk pergi ke tempat kerja.

Bekerja dari rumah atau teleworking tiga hari sepekan ini juga dinyatakan lebih menghemat tagihan energi ketimbang memakai moda transportasi umum ataupun naik mobil listrik.

Nilai penghematan energi dari WFH tiga hari sepekan ini adalah 246 euro per tahun atau sekitar Rp4 juta per tahun, dengan asumsi jika subjek atau pengguna biasanya menggunakan mobil berbahan bakar untuk pergi kerja.

Penghematan tagihan energi dari penggunaan angkutan umum hanya 172 euro per tahun (sekitar Rp2,8 juta per tahun). Adapun penghematan biaya energi dari penggunaan mobil listrik hanya 232 per tahun (Rp3,75 juta per tahun).

Perbedaan nilai penghematan tagihan energi dari beralih ke angkutan umum, beralih ke mobil listrik, dan bekerja dari rumah tiga hari sepekan, jika dibandingkan dengan penggunaan mobil berbahan bakar ke kantor. (EL Pais)

"Dalam kasus biasanya menggunakan mobil bakar untuk bepergian dalam kota yang sama (sekitar 12 kilometer), teleworking selama tiga hari merupakan penghematan yang lebih besar daripada menggunakan mobil listrik atau angkutan umum," tegas El Pais.

"Meskipun jika diukur dalam emisi, pengurangan yang lebih besar dicapai dengan angkutan umum (243 kg CO2/tahun) dibandingkan dengan teleworking (218 kg CO2/tahun)."

Angka penghematan emisi dengan beralih ke kendaraan umum itu didapat dengan asumsi subjek benar-benar telah beralih sepenuhnya ke moda transportasi umum. Jadi, angka itu bisa berbeda jika subjek masih menggunakan kendaraan pribadi atau ojek online untuk sampai ke halte atau stasiun transit.

Pilhan beralih ke moda transportasi umum atau ke mobil listrik jelas baik untuk mengurangi tagihan energi dan emisi ketimbang naik kendaraan pribadi yang berbahan bakar.

Namun, dengan adanya perhitungan dari Spanyol ini, pilihan WFH tiga hari sepekan atau lebih dari itu tentu patut untuk dipertimbangkan guna lebih menghemat tagihan energi dan emisi. Apalagi untuk di Jakarta yang sumber emisi udara terbesarnya berasal dari sektor transportasi.

Hasil inventarisasi emisi yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dan Vital Strategies pada tahun 2020 dengan menggunakan data tahun 2018, menunjukkan sektor transportasi adalah penyumbang polusi udara terbesar di wilayah DKI Jakarta.

Sektor transportasi menjadi kontributor terbesar polusi udara di ibu kota terutama untuk polutan NOx (72,4%), CO (96,36%), PM10 (57,99%), PM2,5 (67,04%), BC (84,48%), dan NMVOC (98,5%). Adapun penyumbang polusi SO2 didominasi oleh sektor industri manufaktur (61,96%).

Jadi, pilih mana: naik kendaraan umum, beralih ke kendaraan listrik, atau bekerja dari rumah saja?