Sains Terbaru: Tumbuhan Berpotensi Penyebab Polusi Udara Masa Depan

By Tri Wahyu Prasetyo, Kamis, 2 Maret 2023 | 16:00 WIB
Polusi udara dari sumber alami, seperti tanaman, akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu global rata-rata. Sebuah penelitian dari University of California mengungkapkan bahwa tumbuhan dan debu akan menjadi polusi udara di masa depan. (scitechdaily)

Nationalgeographic.co.id—Stop! Anda tidak perlu memberangus seluruh tumbuhan yang miliki saat ini. Bagaimanapun tumbuhan sangat positif bagi lingkungan. Mereka mengurangi jumlah karbon dioksida di atmosfer, yang membantu mengendalikan pemanasan global.

Lantas, bagaimana tumbuhan dapat menyebabkan polusi udara di masa depan? 

Saat suhu global meningkat 4 derajat Celcius, bahaya emisi tumbuhan dan debu akan meningkat sebanyak 14 persen. Hal ini ditemukan dalam penelitian terbaru di Universitas California, Riverside (UCR).

Penelitian ini tidak serta menghitung peningkatan polusi udara yang disebabkan oleh beberapa hal lainya, yang sebelumnya telah diprediksi oleh peneliti lain.

“Kami tidak meneliti emisi-emisi [yang disebabkan] manusia, karena kita dapat mengubah apa yang telah kita buat,” kata James Gomez, mahasiswa doktoral UCR sekaligus penulis utama dalam penelitian tersebut. “Kita dapat beralih ke mobil listrik. Tapi mungkin itu tidak akan mengubah polusi udara yang bersumber dari tumbuhan atau debu.”

Rincian atas prediksi penurunan kualitas udara di masa depan dari sumber-sumber alamiah, telah dipublikasikan di jurnal Communications Earth & Environment. Sekitar dua pertiga dari polusi yang akan terjadi di masa depan, diperkirakan berasal dari tumbuhan.

Seluruh tumbuhan menghasilkan bahan kimia yang disebut senyawa organik volatil biogenik, atau BVOC. “Bau rumput yang baru saja dipotong, atau manisnya stroberi yang masak, itu adalah BVOC. Tumbuhan terus-menerus menyemburkannya,” terang Gomez.

Sejatinya, BVOC tidak berbahaya. Namun, ketika ia bereaksi dengan oksigen, mereka menghasilkan aerosol organik. Ketika terhirup, aerosol mampu menyebabkan kematian pada bayi dan asma anak, juga penyakit jantung serta kanker paru-paru pada orang dewasa.

Setidaknya ada dua alasan bagaimana tumbuhan mampu meningkatkan produksi BVOC, yaitu adanya peningkatan karbon dioksida atmosfer dan peningkatan suhu. Kedua faktor tersebut kini diperkirakan akan terus meningkat.

Tenang tak usah khawatir, BVOC dari kebun kecil Anda tidak akan merugikan orang lain. Gomez menerangkan bahwa hanya dalam skala tertentulah BVOC mampu mencelakai manusia.

 “Rumput Anda, misalnya, tidak akan menghasilkan cukup BVOC untuk membuat Anda sakit,” terang Gomez. “Peningkatan karbon dioksida dalam skala besarlah yang berkontribusi pada peningkatan BVOC di biosfer, dan kemudian aerosol organik.”

Perubahan konsentrasi permukaan PM2.5 setelah pemanasan 4 derajat C. Titik hitam melambangkan perubahan signifikan secara statistik (James Gomez/UCR)

Penyumbang kedua terbesar polusi udara di masa depan kemungkinan besar adalah debu dari Gurun Sahara. 

"Dalam model kami, peningkatan angin diproyeksikan untuk melontarkan lebih banyak debu ke atmosfer," kata Robert Allen, profesor Ilmu Bumi dan Planet di UCR dan rekan penulis studi tersebut.

Saat iklim menghangat, peningkatan debu Sahara kemungkinan besar akan tertiup ke seluruh dunia, dengan tingkat debu yang lebih tinggi di Afrika, AS bagian timur, dan Karibia.

Aerosol, debu organik, garam laut, karbon hitam, dan sulfat, termasuk dalam kategori polutan udara yang dikenal sebagai PM2.5, karena diameternya 2,5 mikrometer atau kurang. Peningkatan polusi PM2.5 yang bersumber secara alami meningkat, dalam penelitian ini, berbanding lurus dengan tingkat CO2.

Baca Juga: Apakah Polusi Udara Telah Mempengaruhi Pelukis Impresionis Termasyhur?

Baca Juga: Polusi Kendaraan dan Pembangkit Listrik Sebabkan Osteoporosis

Baca Juga: Tren Mobil Listrik, Bisakah Menjadi Solusi Mengatasi Polusi Udara?

Baca Juga: Polusi Udara Berhubungan dengan Tingkat Obesitas Wanita Paruh Baya

“Semakin banyak kita meningkatkan CO2, semakin banyak pula PM2.5 yang dilepaskan ke atmosfer, begitu pula sebaliknya. Semakin banyak kita mengurangi, semakin baik kualitas udaranya,” kata Gomez.

Misalnya, jika iklim menghangat hanya 2 derajat Celcius, studi tersebut hanya menemukan peningkatan 7% pada PM2.5. Semua hasil ini hanya berlaku untuk perubahan yang ditemukan pada kualitas udara di atas daratan.

Para peneliti berharap potensi peningkatan kualitas udara akan menginspirasi tindakan cepat dan tegas untuk mengurangi emisi CO2. Tanpa itu, suhu dapat meningkat 4 derajat Celcius pada akhir abad ini, bahkan mungkin itu terjadi lebih cepat.

Gomez memperingatkan bahwa emisi CO2 harus diturunkan secara tajam agar memberikan efek positif pada kualitas udara di masa depan.

“Hasil percobaan ini bahkan mungkin sedikit konservatif karena kami tidak memasukkan perubahan emisi kebakaran hutan yang bergantung pada iklim sebagai faktor,” kata Gomez. “Di masa mendatang, pastikan Anda mendapatkan alat pembersih udara.”