Anggota masyarakat yang melek literasi, membaca lantang beragam berita yang sedang berlangsung, seperti; anggota kader elit pasukan Ottoman yang merencanakan tindakan protes terhadap sultan; Pejabat membahas intrik pengadilan; Pedagang bertukar rumor perang. Dan mayoritas yang buta huruf mendengarkan.
Di kedai kopi, mereka diperkenalkan dengan ide-ide pemberontakan, penentuan nasib sendiri, dan falibilitas yang kuat. Disinilah mereka mulai mengeja perlawanan untuk negara Ottoman.
Tidak lama kemudian, pihak berwenang mulai menganggap kahvehane atau kedai kopi sebagai ancaman. Beberapa sultan mengirim intel di kedai kopi untuk memata-matai. Bahkan pada abad ke 18, Murad IV, pernah untuk menutupnya. Namun mereka terlalu menguntungkan.
Baca Juga: Benarkah Isu Walisanga Sebagai Utusan Ottoman di Tanah Jawa?
Baca Juga: Sejarah Permusuhan Ratusan Tahun antara Kekaisaran Rusia dan Ottoman
Baca Juga: Enam Penyebab Jatuhnya Kekaisaran Ottoman: Dilemahkan oleh Pihak Luar?
Baca Juga: Peran Wanita Kekaisaran Ottoman di Masa Pemerintahan Suleiman Agung
Pada abad ke-19, gerakan nasionalis semakin mendidih di seluruh negeri Ottoman, popularitas kedai kopi pun kian berkembang. Kelompok etnis di wilayah Eropa dengan mayoritas Kristen Ortodoks Timur mulai menggalang dukungan untuk kemerdekaan.
Para pemimpin nasionalis merencanakan taktik mereka dan mempererat aliansi di kedai kopi Thessaloniki, Sofia dan Beograd.
Upaya mereka yang berbahan bakar kafein berbuah kemerdekaan Yunani pada tahun 1821, Serbia pada tahun 1835, dan Bulgaria pada tahun 1878. Pemerintahan Kahve telah berakhir.
Perlu dicatat bahwa runtuhnya kekaisaran Ottoman disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks, bukan hanya karena pengaruh kedai kopi. Kopi tidak secara langsung membantu runtuhnya kekaisaran Ottoman.
Namun tidak boleh dianggap enteng, dengan kopi mereka telah berhasil merencanakan taktik dan strategi dalam memerangi kekaisaran Ottoman. Apakah Anda sudah ngopi?