Nationalgeographic.co.id—Untuk memperoleh surat izin mengemudi, seseorang harus melalui dua tahap tes yaitu tes tertulis dan tes praktik. Ini adalah aturan yang diterapkan di berbagai tempat, termasuk Indonesia. Bahkan, berabad-abad yang lalu, Kekaisaran Tiongkok juga sudah menerapkan tes mengemudi. Seperti apa ujian yang harus dilalui oleh para calon pengemudi kereta kuda?
Penggunaan kereta kuda sebagai alat transportasi
Temuan arkeologi yang digali di Yinxu (Provinsi Henan) dan prasasti tulang orakel menunjukkan bahwa pada Dinasti Shang (1600 – 1046 Sebelum Masehi), kereta kuda sudah digunakan. “Alat transportasi itu digunakan terutama untuk peperangan,” tulis Sun Jiahui di laman The World of Chinese.
Belakangan, pada Dinasti Zhou (1046 – 256 Sebelum Masehi), kendaraan ini semakin banyak digunakan untuk transportasi. Menurut Ritus Zhou, karya tentang politik dan budaya Dinasti Zhou, cendekiawan diwajibkan memiliki keahlian sebagai kusir. Ini sebagai bagian dari enam seni yang membentuk dasar pendidikan bagi pria yang mulia. Lainnya adalah ritus, musik, memanah, kaligrafi, dan matematika.
Saat itu, pengemudi yang memenuhi syarat disebut yùrén. Untuk menjadi yùrén, seseorang harus lulus ujian ketat yang mencakup lima manuver, seperti mengemudi dalam cuaca buruk dan menghindari rintangan di jalan. Bayangkan semua ini harus dilakukan dengan kereta kuda alih-alih mobil canggih seperti di zaman modern.
Calon pengemudi kereta kuda harus lulus tes khusus
Seperti halnya di zaman modern, calon pengemudi kereta mungkin khawatir saat harus menjalani sejumlah tes.
Mereka yang gagal dalam tes sebanyak empat kali akan dicabut secara permanen kualifikasi mengemudinya. “Bukan itu saja, pengemudi kereta juga dapat menghadapi empat tahun kerja paksa sebagai hukuman,” kata Sun lagi. Ini terungkap di ketentuan hukum yang tertulis di slip bambu yang digali di provinsi Hubei pada 1975, selama Dinasti Qin (221 – 206 SM).
Seperti apa tes mengemudi 2.000 tahun yang lalu?
Menurut Ritus Zhou, tes mengemudi di Dinasti Zhou terdiri dari lima bagian.
“Buat lonceng terdengar selaras”
Akan ada dua lonceng yang masing-masing tergantung di setang dan kuk kereta. Satu disebut míng dan yang lainnya disebut luán. Saat kereta bergerak, kedua lonceng harus berbunyi selaras. Jika bel berbunyi sumbang dan tidak menyenangkan, pengemudi akan gagal dalam ujian.
“Kejar air yang berliku”
Sesuai dengan namanya, ini menguji kemampuan pengemudi dalam mengendalikan kendaraan di kondisi jalan yang buruk. Pengemudi harus mengikuti tepi sungai tanpa membiarkan rodanya tenggelam ke dalam air. Di saat yang sama, ia harus memastikan gerbong berjalan mulus dan berbelok dengan waktu yang tepat.
“Menyeberangi jalan sempit”
Sebuah jūnbiǎo adalah gerbang yang dihiasi dengan bendera. Dalam ujian ini, beberapa batu akan ditumpuk di tengah gerbang sebagai rintangan. Pengemudi harus melewatinya tanpa menggores rintangan dengan keretanya.
“Seberangi persimpangan dengan elegan”
Dalam hal ini, kusir mengendalikan kereta yang ditarik oleh empat ekor kuda. Mereka harus bernegosiasi dengan aman dan menghindari pejalan kaki di persimpangan. Pengemudi kereta juga harus memastikan bahwa kuda-kuda itu berlari dengan kecepatan satu sama lain.
“Usir hewan ke kiri”
Ini adalah ujian yang paling sulit. Di sini, para kusir diharuskan menggiring burung dan binatang buas ke sisi kiri gerbong. Itu karena di medan perang, sebuah kereta akan dilengkapi dengan seorang pemanah, yang duduk di sebelah kiri pengemudi. Tugas pengemudi adalah memosisikan gerbong agar pemanah melakukan tembakan terbaiknya. Dalam perburuan, pemburu juga akan duduk di sebelah kiri pengemudi. Jadi pengemudi juga perlu mengarahkan kereta agar pemburu dapat menembak hewan dengan nyaman.
Pengemudi kereta kuda yang terampil sangat dihargai di Kekaisaran Tiongkok
Tetapi mengambil tes bisa sepadan dengan risikonya. Pengemudi yang terampil sangat berharga bagi kekaisaran. Itu karena kereta sangat penting di medan perang Tiongkok kuno. Kereta kuda untuk pertempuran biasanya membawa seorang pemanah, tombak, dan pengemudi. Maka kusir bertanggung jawab untuk mengarahkan kereta ke posisinya agar tentara dapat menjatuhkan musuh.
Belajar mengemudi juga dapat meningkatkan status sosial seseorang. Menurut Sima Qian dari Dinasti Han, ada seorang pengemudi kereta terkenal bernama Zaofu di Dinasti Zhou. Ia mengemudikan kereta Raja Mu dari. Suatu ketika ketika Raja Mu sedang melakukan perjalanan di barat wilayahnya, Negara Bagian Xu bangkit memberontak melawannya.
Karena kerajaan terancam, Zaofu melaju secepat mungkin. Kereta tampaknya menempuh lebih dari 1.000 li (sekitar 500 kilometer) dalam satu hari. Ini memungkinkan Raja Mu kembali ke ibu kota tepat waktu untuk mengatur pertahanan melawan pemberontak Xu. Mu akhirnya mengalahkan tentara Xu dan menghadiahkan Zaofu dengan tanah di kota Zhao. Di sana Zaofu menjadi seorang bangsawan dan mengadopsi Zhao sebagai nama keluarga barunya.
Pengemudi kereta kuda wajib mematuhi peraturan lalu lintas di masa Kekaisaran Tiongkok
Meskipun Zaofu mengemudi dengan cepat dalam keadaan darurat, sebagian besar pengemudi masih harus mematuhi peraturan lalu lintas di masa itu.
Peraturan lalu lintas paling awal di Tiongkok muncul pada dinasti Tang (618 – 907). Menurut Hukum Dinasti Tang, kereta kuda tidak diizinkan untuk melintasi jalan-jalan kota kecuali dalam keadaan darurat. Misalnya untuk mengantarkan dokumen pemerintah yang mendesak atau membawa tabib. Pelanggar akan dicambuk 50 kali sebagai hukuman atau dihukum karena kejahatan jika mengakibatkan kematian akibat kelalaian.
Pengemudi yang menyebabkan cedera dapat dibebaskan dengan jaminan, tetapi harus membayar biaya pengobatan korban. “Mereka juga dapat menghadapi hukuman lain tergantung pada kondisi orang yang terluka,” ujar Sun.
Sebuah dokumen pengadilan dari dinasti Tang yang ditemukan di Xinjiang pada tahun 1973 merinci sebuah kecelakaan lalu lintas. Pada tahun 762, di Gaochang, sebuah gerobak yang ditarik sapi menabrak dua anak. Keduanya terluka parah. Orang tua dari salah satu anak melaporkan pengemudi tersebut ke pemerintah.
Baca Juga: Kaisar Tiongkok Zhenzong yang Menukar Perdamaian dengan Harta
Baca Juga: Kisah Kekejaman Kaisar Tiongkok Taizu yang Menghancurkan Dinasti Tang
Baca Juga: Chongzen, Kaisar Tiongkok Pilih Akhiri Nyawa Sendiri dengan Sadis
Baca Juga: Xuanzong, dari Pangeran Pemalu Jadi Kaisar tiongkok yang Disegani
Catatan pengadilan menunjukkan bahwa pengemudi, bernama Kang Shifen, dibebaskan dengan jaminan. Namun ia harus membayar perawatan medis anak-anak yang terluka dan dilarang meninggalkan Gaochang tanpa izin dari pemerintah. Jangka waktu jaminan adalah 50 hari. Jika anak-anak meninggal dalam 50 hari, pengemudi akan diasingkan.
Undang-undang lalu lintas lain yang dikenal sebagai “Perintah Yizhi” juga diberlakukan di dinasti Tang. Aturan itu terdiri dari empat prinsip utama untuk mengemudi. Bunyinya demikian, “Orang berstatus rendah harus memberi jalan kepada mereka yang berstatus tinggi. Yang muda harus mengalah kepada yang tua. Gerbong dengan muatan ringan harus memberi jalan kepada gerbong dengan muatan berat. Mereka yang meninggalkan kota harus memberi jalan kepada mereka yang memasuki kota.”
Prinsip-prinsip tersebut terus diikuti hinga masa Dinasti Song (960 – 1279).
Di era Dinasti Qing (1616 – 1911), satu peraturan lagi ditambahkan. Menurut Hukum Dinasti Qing, jika kuda atau kereta menabrak pejalan kaki dan menyebabkan cedera, pengemudi harus membayar perawatan. Selain itu, mereka harus memberikan hewan yang ditunggangi kepada yang terluka sebagai kompensasi. Jika terjadi kematian, pengemudi akan dicambuk 100 kali dan dijatuhi hukuman tiga tahun penjara.
Nah, bayangkan jika semua aturan dan ujian itu diterapkan di zaman sekarang.