Nationalgeographic.co.id—Pada 1911, ketika dinasti Qing runtuh, pria Tionghoa berbondong-bondong memotong rambutnya. Selama pemerintahan Dinasti Qing, para pria diwajibkan memiliki potongan setengah botak dan berkepang. Disebut biànzi, model rambut ini terpaksa diadopsi sejak 1644 dan jadi simbol penindasan Manchu di Kekaisaran Tiongkok.
Kepala setengah botak dan berkepang sejak pendudukan Dinasti Qing
Gaya rambut ini pertama kali diperkenalkan secara luas kepada etnis Han pada tahun 1644. “Saat itu, suku Manchu menerobos Tembok Besar dengan bantuan jenderal pengkhianat Wu Sangui. Mereka menaklukkan Dinasti Ming,” tulis Han Rubo di laman The World of Chinese.
Wakil penguasa Qing yang baru, Dorgon, memberlakukan banyak reformasi baru untuk mengonsolidasikan kekaisaran. Penguasa baru membuang kasim istana yang merepotkan, mengembalikan sistem ujian kekaisaran, dan membatasi perkawinan antara Manchu dan Han. Mereka bahka melarang pengikatan kaki dan membuat pakaian khusus.
Salah satu yang paling kontroversial adalah kewajiban bagi pria Tionghoa untuk memiliki model rambut yang seragam. Model rambut itu disebut biànzi.
Biànzi dideskripsikan sebagai gaya rambut tradisional Manchu. Catatan Terkumpul Aliansi Utara Selama Pemerintahan Tiga Kaisar abad ke-12 mengungkapkan bahwa pria Manchu mencukur dahi mereka. Kemudian mengepang rambut di belakang kepala. “Kepang tergantung lurus ke bawah,” tambah Rubo.
Kebiasaan ini sangat bertentangan dengan kebiasaan pria Han yang dilarang mencukur rambut saat mencapai usia dewasa. Berdasarkan ajaran Konfusianisme, tidak memotong rambut dianggap sebagai tanda bakti. Pasalnya, rambut merupakan pemberian orang tua.
Dorgon mengeluarkan "Dekrit Cukur Rambut" pertama tak lama setelah penaklukan Qing. Namun protes dan serangkaian pemberontakan petani memaksanya untuk membatasi aturannya.
Dekrit tersebut dianggap sangat memalukan bagi bangsawan Han. Pasalnya, orang Han membanggakan diri mereka sendiri dengan potongan rambut yang sangat individual dan bergaya. Para pria Han biasanya memiliki rambut panjang yang disanggul atau dikuncir dengan model rumit.
Namun, pada bulan Juli 1645, Dorgon mengembalikan dekrit itu. Ia mengirim tentara ke kota-kota untuk bertindak sebagai tukang cukur dan meneriakkan slogan “Rambut atau kepalamu!”
Penegakan biànzi lemah di banyak daerah. Banyak pejabat yang enggan untuk mengadili masalah ini terlalu keras. Namun lama kelamaan hal itu mulai melekat dan menimbulkan kebencian. Perintah itu juga secara efektif meradikalisasi banyak loyalis Ming untuk mengangkat senjata lagi. Akhirnya memicu pemberontakan selama satu abad yang disebut sebagai perjuangan anti-cukur oleh para sejarawan.
Cerita rakyat dan nasionalisme revisionis telah meromantisasi beberapa perlawanan terhadap biànzi. Bahkan sebagian orang lebih memilih menjadi pertapa alih-alih tunduk pada gunting. Tetapi pada akhirnya, sebagian besar masyarakat tunduk pada aturan model rambut Dinasti Qing ini.