Kertas, Salah Satu dari Empat Penemuan Besar di Kekaisaran Tiongkok

By Sysilia Tanhati, Senin, 13 Maret 2023 | 12:00 WIB
Kertas ditemukan pada awal abad ke-2 Masehi di Kekaisaran Tiongkok. Kertas Tiongkok berkualitas tinggi sehingga dijual di sepanjang Jalur Sutra. (Public Domain)

Meluasnya penggunaan kertas dan percetakan adalah ciri khas budaya Tiongkok kuno yang membedakannya dari budaya kuno lainnya. Secara tradisional, kertas ditemukan pada awal abad ke-2 Masehi bahkan lebih awal. Sebagai bahan yang lebih murah dan lebih nyaman daripada bambu, kayu, atau sutra, kertas membantu menyebarkan literatur.

Penemuan kertas

Ada bukti arkeologi tentang jenis kertas primitif dari abad ke-2 Sebelum Masehi di Tiongkok, sebagian besar menggunakan rami. Berawal dari ketidaksengajaan, pakaian yang terbuat dari rami dibiarkan terlalu lama setelah dicuci. “Residu terbentuk di air yang kemudian dapat ditekan menjadi bahan baru yang berguna,” tulis Mark Cartwright di laman World History Encyclopedia.

Sedangkan kertas yang lebih halus ditemukan pada 105 Masehi. Cai Lun, direktur Lokakarya Kekaisaran di Luoyang, dianggap sebagai penemu kertas di Kekaisaran Tiongkok. Ia membuat kertas dengan menggunakan serat tanaman yang direndam, lalu dikeringkan dalam bentuk lembaran pada bingkai kayu.

Sebelum penggunaan kertas populer, ada beberapa media yang digunakan namun tidak praktik dan mahal. Misalnya potongan bambu atau kayu yang harganya murah namun tidak praktis. Juga sutra mahal yang digunakan sebagai permukaan untuk menulis. Setelah banyak usaha dilakukan, alternatif yang lebih ringan dan lebih murah akhirnya ditemukan dalam bentuk gulungan kertas.

Pengembangan kertas dari waktu ke waktu

Seiring waktu, berbagai serat diuji untuk membuat kertas. Maka kualitas kertas pun meningkat pesat pada akhir periode Han (206-220 Masehi). Serat dari berbagai tanaman, batang rerumputan, sayuran, rami, kulit pohon, dan bahkan kain perca digunakan. Beberapa bahan dicampur dalam percobaan terus-menerus. “Tujuannya untuk menemukan campuran bahan termurah yang menghasilkan kertas dengan kualitas terbaik,” tutur Cartwright.

Rotan menggantikan kertas rami awal dan disukai selama berabad-abad. Kemudian rotan digantikan oleh serat bambu sebagai bahan baku paling umum dari abad ke-8 Masehi. Salah satu alasan penggantian rotan adalah karena permintaan kertas sangat besar. Di saat yang sama, rotan yang pertumbuhannya lambat sudah semakin jarang ditemukan saat itu.

Bambu tumbuh lebih cepat daripada rami sehingga merupakan pilihan yang jauh lebih murah. Dari Dinasti Song (960-1279 Masehi) teknik produksi kertas menjadi lebih baik. Saat itu, bahan baku utamanya adalah rebusan kulit pohon murbei.

Kertas Tiongkok memiliki kualitas yang sangat tinggi. Maka tidak heran jika kertas diperdagangkan ke negara-negara asing di sepanjang Jalur Sutra.

Lembaran kertas tersedia dalam berbagai ukuran dan banyak corak warna. Bahan, teknik, dan preferensi bervariasi dari satu daerah ke daerah lain. Kertas khusus dengan tekstur, pola, atau pewarnaan yang menarik disediakan untuk kaligrafi dan seni. Jenis kertas ini dibuat dengan menggunakan beras, jerami gandum, kulit kayu cendana, batang kembang sepatu, dan bahkan rumput laut.

Kegunaan kertas di Kekaisaran Tiongkok

Penemuan kertas sangat membantu penyebaran literatur dan melek huruf, membuat buku lebih mudah digunakan dan lebih murah.

Selain digunakan untuk dokumen, kertas juga memiliki banyak manfaat. Misalnya untuk membuat lampion. (Th. Voekler)

Para sarjana di akademi kekaisaran diberikan ribuan lembar kertas setiap bulan oleh pemerintah. Selanjutnya, kombinasi kuas, tinta, dan kertas menghasilkan lukisan dan kaligrafi. Keduanya adalah bidang seni terpenting di Tiongkok selama dua milenium.

Dengan ditemukannya mesin cetak blok, permintaan kertas meroket, terutama dari para cendekiawan dan kuil Buddha.

Pada abad ke-10 Masehi, ketika ada kebangkitan Neo-Konfusianisme, pencetakan klasik Konfusianisme berkembang pesat. Dengan ditemukannya mesin cetak yang dapat dipindahkan, kertas harus lebih tebal untuk menahan balok-balok logam berat.

Kertas sangat dihargai di Tiongkok kuno sehingga digunakan untuk membayar upeti dan pajak selama dinasti Tang (618-907 Masehi). Dinasti Tang juga memberlakukan kode warna pada penggunaan kertas. Kertas putih disediakan untuk dokumen resmi, kuning untuk keperluan pemerintah, dan biru untuk komunikasi dengan kuil Tao.

Baca Juga: Raja Si Zhu dari Dinasti Xia, Penemu Baju Besi di Kekaisaran Tiongkok

Baca Juga: Kisah Looty, Anjing Ratu Victoria Hasil Jarahan dari Kaisar Tiongkok

Baca Juga: Wanli, Kaisar Dinasti Ming Terlama Pilih Tinggalkan Pemerintahannya

Baca Juga: Cara Nyeleneh para Harem Kekaisaran Tiongkok Menurunkan Berat Badan

Selain digunakan untuk menulis dan buku, kertas digunakan untuk membuat peta topografi dan militer sejak Dinasti Han. Kegunaan lain dari kertas termasuk sebagai pembungkus barang-barang halus seperti obat-obatan dan teh.

Bahkan kertas bisa digunakan untuk membuat topi, baju zirah, jendela, layar kertas, seprai, gorden, pakaian, dan, akhirnya, uang.

Orang Tionghoa awalnya merahasiakan keterampilan pembuatan kertas ini, sama seperti produksi sutra. Namun rahasia tersebut tidak bisa tersimpan untuk selamanya. Dunia luar, atau setidaknya dunia di sebelah barat Tiongkok, memperoleh pengetahuan tentang pembuatan kertas pada abad ke-8 Masehi.

Rahasia terbongkar ketika sekelompok pembuat kertas ditawan oleh orang Arab setelah Pertempuran Talas. Segera Bagdad menjadi produsen utama kertas, diikuti oleh Eropa di Abad Pertengahan. Pada akhirnya, Kekaisaran Tiongkok bukan lagi satu-satunya pembuat kertas berkualitas tinggi.