Alih-alih Tewas dalam Perang, Sultan Saladin Dibunuh oleh Tifus

By Galih Pranata, Kamis, 16 Maret 2023 | 07:00 WIB
Dalam perang melawan Tentara Salib Kristen, Saladin mencapai sukses besar dengan merebut Yerusalem (2 Oktober 1187). Apa yang menjadi penyebab kematiannya? (Britannica)

Nationalgeographic.co.id—Selama ini, para detektif menyelidiki sejarah medis Saladin—julukan Barat, sultan legendaris pemilik nama asli Salah al-Din Yusuf ibn Ayyub atau Salahudin Ayyubi—yang memerangi tentara salib Kristen pada abad ke-12.

Saladin adalah sultan pendiri Dinasti Ayyubiyah yang gagah berani. Ia terlibat pertempuran hebat dan tiada berakhir melawan tentara Kristen, hingga gencatan senjata dilakukan dengan Richard the Lionheart pada akhir tahun 1192.

Selang setahun, Saladin wafat pada tahun 1193 M pada usia 56 tahun sekaligus mengakhiri Perang Salib. Menariknya, fakta menunjukkan bahwa ia wafat bukan karena luka pertempuran, tetapi karena terjangkit penyakit misterius.

"Menurut catatan sejarah, akhir Saladin terjadi setelah serangkaian serangan berkeringat 'demam empedu' selama dua minggu dengan sakit kepala," tulis Jason Daley kepada Smithsonian Magazine dalam artikel berjudul The Legendary Sultan Saladin Was Likely Killed by Typhoid yang diterbitkan 8 Mei 2018.

Daley menerangkan dalam artikelnya bahwa di hari-hari terakhir sang sultan, dia terlihat lemah, gelisah dan kehilangan nafsu makan. Dokternya mengeluarkan darah dan memberinya enema tetapi tidak berhasil.

Alhasil, dia bahkan tidak bisa minum air dan mulai berkeringat deras sebelum akhirnya jatuh koma dan meninggal 14 hari setelah gejala itu dimulai.

Philip Mackowiak, ahli medis dari Fakultas Kedokteran Universitas Maryland, menyebut bahwa gejala itu merupakan penyakit yang termasuk ke dalam ensefalitis virus dan tuberkulosis.

Saladin memulai karir militernya sebagai tentara dalam kampanye pamannya di Mesir. Saladin memulai perjalanan untuk menyatukan di bawahnya semua wilayah Muslim di Suriah, Mesopotamia utara, Palestina, dan Mesir. (Brittanica)

Hipotesis itu didasarkan atas catatan gejala yang muncul. Namun, ahli dan pengamat lainnya memberikan sanggahan atas hipotesis Mackowiak.

"Sulit untuk mengetahuinya karena pada dasarnya tidak ada informasi—tidak ada tes dan catatan sejarahnya sedikit dipertanyakan," imbuh Stephen Gluckman, profesor kedokteran di University of Pennsylvania School yang turut melakukan penyelidikan terhadap kematian misterius Saladin.

Menurut siaran pers, Gluckman telah membuat diagnosis: "Saladin tersebut meninggal karena tifus, bakteri yang diketahui menginfeksi orang di seluruh Timur Tengah pada saat itu."

Gluckman menolak hipotesis tentang cacar yang membunuh Saladin. Ia menolak bahwa wabah cacar dapat membunuh dalam waktu 24 jam atau lebih dan korban cacar biasanya akan wafat pada minggu pertama atau kedua, "jadi bukan mereka pelakunya," sanggahnya.

Saladin dan Guy of Lusignan setelah Pertempuran Hattin tahun 1187 dalam serangkaian Perang Salib. (Said Tahseen/Wikimedia)

Namun, penyakit Tuberkulosis dikesampingkan karena laporan tersebut tidak menyebutkan gejala yang paling terlihat, masalah pernapasan. Meskipun Saladin berkeringat, catatan tersebut tidak menyebutkan periode menggigil.

Gejala tifus, bagaimanapun, sangat cocok dengan gambarannya. Gejalanya termasuk masa-masa di mana penderita mengalami demam tinggi dan berkeringat, sakit kepala, kehilangan nafsu makan yang akhirnya melemahkan Saladin.

“Ini benar-benar didasarkan pada penyakit apa yang umum terjadi pada waktu itu, dan penyakit yang mematikan dalam jangka waktu sekitar dua minggu,” terus Gluckman dalam siaran persnya.

Baca Juga: Temuan Koin Antik yang Berkisah Penaklukan Muslim oleh Tentara Salib

Baca Juga: Mosaik Kuno Istana Khalifah Islam di Tepi Laut Galilea Ditemukan

Baca Juga: Surat dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz kepada Istana Sriwijaya

Baca Juga: Madrasah Al-Mustansiriya, Mengajarkan Islam dan Sains Sejak 1227 

Gluckman mengatakan kemungkinan terbesar bahwa Saladin dibunuh oleh tifus, penyakit yang juga menyebabkan ia mengalami ruam yang disebarkan oleh kutu dan parasit lainnya.

Menurut siaran persnya, tifus masih ada hingga saat ini, menginfeksi 200 juta orang per tahun dan membunuh 200.000 orang. Itu dapat diobati dengan antibiotik, tetapi mungkin di zaman itu akses menuju Saladin sangat sulit atau mungkin antibiotik belum ditemukan.

"Ini adalah bagian yang menarik dari pendeteksian medis. Jika antibiotik sudah ada pada abad ke-12, sejarahnya mungkin sangat berbeda," tambah Mackowiak.

Adanya perdebatan tentang alasan kematian Saladin masih menjadi misteri. Dugaan terkuat menyebut bahwa Saladin kemungkinan dibunuh oleh tifus yang mewabah kala itu. 

"Namun sejatinya, kita tidak akan pernah tahu penyebab sebenarnya dari kematian Saladin," tutup Mackowiak mengakhiri perdebatan sengitnya dengan Stephen Gluckman tentang kematian misterius Saladin.