Nationalgeographic.co.id—Inggris pada tahun 1570-an, secara politis terjepit di bawah kepemimpinan Elizabeth I. Sebagai kerajaan Protestan, Inggris dikucilkan oleh Paus dan negara-negara Eropa lainnya. Maka, sang ratu harus mencari sekutu yang kuat demi mempertahankan kedaulatannya. Dia pun beralih ke penguasa Islam terkuat di Eropa: Kekaisaran Ottoman.
Secara posisi, Elizabeth I memerintah negeri Protestan sejak 1558. Sebagai perempuan yang memimpin, negara-negara Eropa dan Paus tidak menyukainya. Akibatnya, Inggris terisolasi dalam hal persekutuan dan mitra dagang.
Belum lagi ayahnya, Henry VIII mewariskan utang negara sebesar 300 ribu poundsterling. Ratu Elizabeth I terjepit dalam posisi penuh kebimbangan dalam politik. Dia pun memutuskan untuk bersekutu dengan dunia Muslim yang kaya seperti Kekaisaran Ottoman, dan Kesultanan Maroko.
Sejarawan Jerry Brotton dari University of London merangkum hubungan diplomatik itu dalam buku bertajuk "The Sultan and the Queen". Dia menjelaskan, salah satu persekutuannya adalah bahwa Elizabeth percaya bahwa Islam dan Protestan punya lebih banyak kesamaan satu sama lain daripada dengan Katolik.
Hubungan sekutu ini terjalin dengan Kekaisaran Ottoman selama pemerintahan Sultan Murad III. Elizabeth I dan Murad III kerap bertukaran surat untuk hubungan diplomatis. Secara politis, bahkan Ratu Elizabeth menentang Katolik dalam surat yang disampaikan kepada Sultan pada tahun 1579.
"Lihat, Anda dan saya memiliki banyak kesamaan dalam hal teologi. Kami tidak percaya pada penyembahan berhala atau bahwa Anda harus mendapatkan syafaat, yaitu, seorang suci atau pendeta yang membuat Anda lebih dekat dengan Tuhan," terang Brotton berdasarkan isi surat kepada Sultan Murad III.
"Protestan mengatakan Anda harus membaca Alkitab dan akan berhubungan langsung dengan Tuhan. Islam Sunni mengajarkan hal yang sama: Anda baca Alquran, sabda Nabi [Muhammad], Anda tidak membutuhkan orang suci atau berhala," lanjut isi surat itu.
Elizabeth I bahkan menulis tentang situasi hubungan gejolak politik bahwa Inggris dan Kekaisaran Ottoman punya musuh yang sama: Katolik Spanyol.
Surat menyurat itu berlangsung selama 17 tahun. Elizabeth I dan Sultan Murad III bertukar hadiah. Meski tidak pernah bertemu secara fisik, Elizabeth I mengirim duta besar atas namanya untuk menegosiasikan kesepakatan perdagangan.
Hubungan diplomatik ini membuat orang Inggris bisa melakukan perjalanan ke kerajaan Maroko dan Ottoman, tanpa harus takut intervensi dari Spanyol, Portugis, dan negara-negara Eropa lainnya. Begitu juga sebaliknya, orang Timur Tengah juga melakukan perjalanan ke Inggris.
Brotton bahkan mencatat bahwa muslim perempuan pertama yang mengunjungi Inggris bernama Aura Soltana. Dia adalah pelayan Tartar dari duta besarnya, Anthony Jenkinson, yang membelinya dari Astrakhan, dekat Sungai Volga.
Baca Juga: Istri Pendiri Kekaisaran Ottoman Berkerabat dengan Nabi Muhammad
Baca Juga: Devsirme: Sebuah Tangga ke Puncak Kekaisaran Ottoman bagi Non-Muslim
Baca Juga: Tempat Terlarang, Kehidupan Tersembunyi Harem Kekaisaran Ottoman
Baca Juga: Dari Elizabeth I Hingga Mode Kelas Atas Menjadi Kostum Game of Thrones
Di Inggris ada banyak barang dan makanan eksotis seperti kopi turki, gula maroko, pala, kismis, pistachio, karpet, perhiasan, dan kapas. Gula maroko adalah kesukaan Elizabeth dan membuat giginya menghitam.
"Ya," kata Brotton menanggapi fakta gula maroko dan gigi hitam Elizabeth I dalam wawancara dengan National Geographic. "Kami memiliki laporan dari para pelancong Eropa, yang menggambarkan Elizabeth sebagai wanita kecil dengan gigi menghitam karena makan begitu banyak daging manis dan permen."
"Impor gula yang dominan pada waktu itu adalah dari apa yang sekarang kita sebut Maroko, sebagai hasil dari aliansi Anglo-Islam Elizabeth dengan Dinasti Saadian. Ini cukup ironis. Orang Maroko melawan Spanyol sementara gula Maroko menghancurkan gigi Elizabeth, dan persenjataan Inggris membantu orang Maroko membunuh orang Kristen lainnya," lanjutnya.
Ada keinginan di Inggris untuk meniru gaya hidup Kekaisaran Ottoman, tetapi sulit karena masih memandang Islam sebagai ajaran 'sesat' dengan perspektif keyakinan yang masih asing.