Nationalgeographic.co.id—Di sejumlah negara, terutama negara barat, kucing telah lama dikenal sebagai ancaman besar dan luas bagi satwa liar asli yang rentan. Bahkan kucing dianggap sebagai spesies asing invasif dan memberi dampak negatif secara luas, meski Uni Eropa belum bersikap.
Senada, studi baru yang melibatkan 40 peneliti di Australia juga mendiskreditkan kucing. Mereka mengumumkan bahwa kucing telah menyerang hampir 100 persen daratan Australia dan dianggap sebagai epidemi.
Studi mereka itu telah dipublikasikan secara daring di jurnal Biological Conservation dengan judul "Enumerating a continental-scale threat: How many feral cats are in Australia?".
Untuk menghitung, yang mereka sebut malapetaka, setidaknya 40 peneliti lingkungan dikumpulkan untuk mendapatkan data dari hampir 100 studi yang relevan. Para peneliti menemukan bahwa 99,8 persen daratan benua, termasuk 80 persen daratan pulau Australia telah dikuasai kucing.
Menurut mereka, spesies liar di Australia, di mana spesies yang tidak ditemukan di tempat lain di dunia tidak siap untuk menghadapi predator yang invasif dan mematikan ini.
Namun terlepas dari upaya konservasionis untuk melacak dampak lingkungan kucing, jumlah kucing yang berkeliaran di Australia tetap sulit dipahami dan karena itulah mereka mengumpulkan 40 peneliti.
Mereka menemukan bahwa Australia menampung setidaknya 2,1 juta kucing liar ketika mangsa kurang melimpah. Sementara ketika mangsa berlimpah, jumlah itu melonjak menjadi 6,3 juta.
Penjelajah Eropa pertama kali memperkenalkan kucing ke Australia pada abad ke-18. Tanpa predator besar dan akses mudah ke hewan kecil yang lezat, kucing invasif dengan cepat beradaptasi dengan benua yang ramah, menurut mereka.
Sejak saat itu, kucing liar telah berkontribusi pada kepunahan hampir 30 spesies mamalia asli, seperti tikus pelompat bertelinga besar, walabi timur, dan bandicoot berkaki babi.
Kucing terus dianggap bertanggung jawab dalam penurunan lebih banyak lagi spesies saat ini di Australia.
"Asutralia adalah satu-satunya benua di Bumi selain Antartika di mana hewan berevolusi tanpa kucing, itulah alasan satwa liar kita sangat rentan terhadap kucing," kata Gregory Andrews, Komisioner Spesies Terancam Australia.
Perkiraan populasi kucing liar sebelumnya oleh Departemen Lingkungan, Air, Warisan, dan Seni Australia menunjukkan bahwa mungkin ada sebanyak 18 juta kucing yang berkeliaran di negara itu. Namun, jumlah itu jauh dari perkiraan pasti, kata para peneliti.
Dalam studi tersebut, para peneliti membuat perkiraan yang lebih akurat dengan membagi daratan Australia, termasuk pulau, ke dalam kotak, dengan setiap sel berukuran 0,6 mil kali 0,6 mil (1 kilometer kali 1 kilometer).
Dengan menggunakan data dari studi yang ada tentang jumlah kucing liar di berbagai lokasi di seluruh benua, mereka memperkirakan ukuran populasi kucing untuk setiap sel jaringan dan kemudian menghitung jumlah populasi di semua sel.
Mereka kemudian memperhitungkan variasi ukuran populasi berdasarkan ketersediaan makanan.
"Total populasi kucing liar Australia berfluktuasi antara 2,1 juta saat musim paceklik, hingga 6,3 juta saat hujan yang meluas menghasilkan banyak mangsa yang tersedia," rekan penulis studi Sarah Legge, seorang peneliti utama di School of Biological Sciences di Queensland University.
Baca Juga: Dunia Hewan: Mengapa Kucing Suka Membangunkan Pemiliknya di Pagi Buta?
Baca Juga: Dunia Hewan: Kucing Bukan Tidak Setia, Ia Hanya Tidak Punya Kompetensi
Baca Juga: Dunia Hewan: Bisakah Anjing Hidup Tanpa Manusia, Seperti Kucing?
Baca Juga: Dunia Hewan: Kucing Tak Bisa Mengekspresikan Emosi Akibat Salah Manusia
Legge dan rekan-rekannya menemukan bahwa kepadatan populasi sangat bervariasi di seluruh negeri, dengan sebanyak 100 kucing dalam 0,4 mil persegi (1 kilometer persegi) di beberapa tempat.
Kepadatan di daerah perkotaan bisa 30 kali lebih besar daripada di lingkungan alami. Mereka juga menemukan bahwa kepadatan populasi kucing lebih tinggi di pulau-pulau.
Kucing bahkan berhasil menyusup ke zona lindung yang ditunjuk untuk mamalia asli yang terancam, membangun populasi di tiga dari 19 area tertutup, tulis penulis penelitian.
Dengan mengungkapkan di mana kucing liar cenderung berkumpul, hasil para ilmuwan dapat membantu konservasionis mengembangkan strategi untuk mengatasi lokasi yang paling berisiko.
"Studi kami menyoroti skala dan dampak kucing liar dan kebutuhan mendesak untuk mengembangkan metode pengendalian yang efektif," kata mereka.