Kita tahu bahwa bangsa Mongol memerintah Kekaisaran Tiongkok. Selama beberapa dekade di paruh kedua abad ke-14, terjadi pemberontakan. Pemberontakan itu akhirnya membuat Zhu Yuanzhang merebut kendali dan mendirikan Dinasti Ming.
Menurut Chan, meski tidak benar, cerita tersebut sering diulang sebagai fakta. Bahkan meski benar terjadi, kisah tersebut perlu diverifikasi, namun entah bagaimana bisa "lolos" dan dianggap sebagai fakta.
Kue bulan dan sejarah nasionalisme Tiongkok
Ada banyak mitos Tiongkok tentang bulan dan kue bulan—seperti Orang Tua di Bawah Bulan atau Wanita Bulan. Tapi hanya legenda Mongol yang dianggap sebagai kebenaran. Alasannya, kata Chan, mungkin berhubungan dengan sejarah nasionalisme Tiongkok.
Pada akhir periode Qing, kisah kue bulan dan propaganda politik muncul lagi. Dalam kisah-kisah tersebut, orang Tionghoa Han, kelompok etnis dominan di Tiongkok, diperintah oleh etnis minoritas yang berbeda—orang Manchu (yang mendominasi Dinasti Qing).
Kemungkinan, kata Chan, cerita itu ditulis dan dibagikan oleh anggota perkumpulan rahasia anti-Manchu. Dengan berbagi cerita sebagai fakta, mereka membentuk kembali ingatan kolektif tentang pemberontakan Tionghoa Han melawan bangsa Mongol. Versi sejarah ini menempatkan pemberontakan di tangan rakyat, yang membangkitkan semangat nasionalisme.
Maka etnis Han di bawah pemerintahan Manchu pun mengaitkan pengalaman mereka dengan leluhurnya di masa pemerintahan Mongol. Liu Bowen akhirnya menjadi pahlawan kontemporer yang inspirasional.
Penindasan etnis Han di bawah Manchu tidak seburuk versi fiksi Mongol, meskipun membuat sakit hati. Salah satu contoh yang sangat mencolok adalah gaya rambut Manchu bagi para pria. Dikenal sebagai bianzi, itu adalah model setengah botak dengan kuncir atau kepang di belakang.
Baca Juga: Ragam Kue Bulan: Sajian Khas untuk Festival Pertengahan Musim Gugur
Baca Juga: Riwayat Perayaan Kue Bulan: Dari Dewi Chang'e Sampai Gus Dur
Baca Juga: Siapakah Genghis Khan, Penakluk dan Pendiri Kekaisaran Mongol?