Selain itu, Cixi merusak program reformasi yang berani yang dimulai oleh putra angkatnya, Kaisar Guangxu. Konon, Guangxu lebih menyukai monarki konstitusional, bukan monarki absolut.
Cixi juga mendukung pemberontakan Boxer, pemberontakan anti-asing, anti-Kristen yang sangat merugikan Kekaisaran Tiongkok. Kesalahan itu kemudian ia limpahkan pada penasehatnya.
Seorang cendekiawan Tiongkok, Zhang Hongjie, membahas Cixi dalam esainya tentang perempuan dan laki-laki Tionghoa yang berjuang melawan rintangan.
Dia berargumen bahwa Cixi terkendala oleh kurangnya pendidikan. Namun ia tetap layak diberi penghargaan karena mencoba menebus kesalahannya di akhir pemerintahannya. Tapi Zhang mengatakan potret positifnya hanya berdampak kecil dalam sejarah Tiongkok.
“Cixi masih berkarakter negatif,” ujar Zhang. Usahanya untuk melestarikan keluarga kekaisaran di atas segalanya menjadikannya ia bak seorang gangster alih-alih feminis.
“Dia memiliki salah satu pikiran politik yang paling kejam dan cerdas, dia seperti seorang gangster,” kata Jeremiah Jenne, seorang sejarawan di Istana Musim Panas.
Gaya hidup mewah di tengah bencana
Cixi membangun kembali Istana Musim Panas setelah tentara Eropa menjarah dan membakar aslinya. Istana itu dilengkapi dengan furnitur bertatahkan permata dan sutra yang berlebihan, dikatakan setara dengan Versailles.
Terlepas dari perenungan tentang Cixi, banyak yang tampaknya lebih tertarik dengan gaya hidupnya yang mewah. Turis berdatangan ke Istana Musim Panas untuk melihat apa yang tersisa dari hasil jarahan. Konon istana dan karya seni banyak yang memudar karena diabaikan oleh pengurus budaya Partai Komunis.
Perahu marmer menjadi favorit banyak pengunjung. Resmi dikenal sebagai Perahu Kemurnian dan Kemudahan, ini adalah sebuah paviliun kayu dua lantai dengan beranda lebar. Paviliun ini dibangun di sisi tepi danau dan dicat menyerupai marmer pucat.
Kurikulum sekolah resmi mengatakan Cixi mencuri dana dari angkatan laut kekaisaran untuk merenovasi pavilion itu. Itu dilakukan dua tahun sebelum pecahnya perang dengan Jepang. Karena pencuriannya, kata buku teks, Tiongkok kalah dalam pertempuran laut melawan Jepang pada 1894.