Thales of Miletus Dianggap Sebagai Bapak Filsafat Dunia Barat

By Galih Pranata, Sabtu, 1 April 2023 | 12:00 WIB
Penggambaran Thales of Miletus, seorang tokoh filsuf Yunani yang dianggap sebagai (The Collector)

Nationalgeographic.co.id—Thales of Miletus adalah seorang filsuf Yunani dan salah satu dari tujuh orang bijak di zaman kuno. Aristoteles menganggapnya sebagai filsuf pertama dan pendahulunya yang pemikirannya sangat filosofis.

"Hari ini, Thales diterima secara luas sebagai filsuf pertama dalam tradisi Barat," tulis Antonis Chaliakopoulos kepada The Collector dalam artikelnya berjudul "Thales of Miletus: The Father of Western Philosophy (Facts & Bio)" terbitan 22 Maret 2021.

Thales adalah sosok cendekiawan cerdik yang mengubah dunia kuno melalui karyanya dalam bidang geometri, matematika, astronomi, dan, tentu saja, filsafat.

Thales adalah putra dari Examyas dan Cleobulina dan lahir di kota Miletus di Ionia, Yunani di Asia Kecil sekitar tahun 620 SM. Dia termasuk dalam salah satu keluarga bangsawan Miletus dengan kemungkinan berasal dari bangsa Fenisia.

Tidak banyak yang diketahui tentang hidupnya, tetapi dia dipuja sebagai salah satu orang Yunani paling bijak sepanjang masa. Dia termasuk dalam daftar tujuh orang bijak kuno oleh Plato dan dianggap sebagai filsuf pertama oleh Aristoteles.

Secara tradisional, Thales selalu tercatat sebagai filsuf Prasokratik pertama. Dia adalah bagian dari kelompok filsuf Milesian, termasuk Anaximander dan Anaximenes yang merupakan murid dan penerus pemikirannya.

Dia adalah seorang ahli matematika, astronom, dan mekanik sekaligus. Namun, hal ini bukan sesuatu yang tidak biasa. Sains, teologi, dan filsafat masih saling berhubungan secara mendalam.

"Pada masa itu, filosof atau filsuf merupakan istilah yang menandakan seseorang yang mencintai kearifan dan pengetahuan dalam segala bentuknya," tambah Chaliakopoulos.

Thales memandang bahwa segala sesuatu berasal dari air dan dapat ditelusuri kembali ke mitos penciptaan bangsa Mesir dan Semit. Teorinya adalah upaya untuk menjelaskan dunia material menggunakan prinsip-prinsip alami, bukan teologis.

Secara umum, sumber kuno tidak setuju apakah Thales of Miletus pernah menulis buku. Bagaimanapun, ide-ide kunci dari pemikirannya dilestarikan melalui karya para filsuf dan cendekiawan penerusnya.

Tidak banyak yang tercatat, tetapi ia sejatinya melahirkan banyak cendekiawan Barat hingga melambungkan namanya. Thales dianggap sebagai "Bapak Filsafat" bagi perkembangan pengetahuan dunia Barat.

Baca Juga: Belajar di Akademia, Pusat Pendidikan Yunani Kuno oleh Plato

Baca Juga: Marcus Aurelius: Kaisar Romawi Baik Hati yang Juga Seorang Filsuf

Baca Juga: Diogenes dari Yunani Kuno: Tengil hingga Masturbasi di Ruang Publik

Hanya sedikit catatan tentangnya, menimbulkan teka-teki tentang akhir dari hidup sang bijaksana itu. Yang jelas, kematian Thales of Miletus tercatat dalam sejarah terjadi sekitar tahun 550-an SM.

Terdapat dua versi berbeda tentang bagaimana wafatnya Thales of Miletus.

Pertama, menurut Apollodorus—cendekiawan dari Damaskus, sejarawan kuno, dan ahli tata bahasa Yunani—menyebut bahwa dia meninggal karena sengatan panas saat menonton Olimpiade.

Kedua, merasa gagasan itu tidak dapat diterima, Plato mencatat hal yang lebih logis. Ia menyebut bahwa Thales yang sedang serius mempelajari bintang-bintang di langit malam, kemudian ia terjatuh ke dalam sumur yang dalam.

Melalui pandangan filosofis Plato tentang kematian Thales, kisah ini memiliki nilai didaktik bagi orang-orang kuno yang memperingatkan mereka agar tidak terlalu menghabiskan banyak waktu untuk berfilsafat, tanpa memedulikan hal-hal duniawi.

Ilustrasi Thales yang terjatuh ke dalam sumur ketika sedang serius mengamati perbendaharaan bintang-bintang di langit malam. (The Collector)

Namun, cerita Plato dan Apollodorus bisa jadi legenda yang dibuat-buat. Ini tidak biasa di zaman kuno. Terutama jika menyangkut filsuf, politisi, dan tokoh berpengaruh lainnya, orang Yunani suka mengarang cerita kematian palsu yang sesuai dengan kehidupan atau ajarannya.

Terkadang cerita-cerita ini didaktik dan di lain waktu hanya dipergunakan sebagai pandangan bagi orang-orang agar dapat mengambil nilai-nilai yang terkandung di balik kisah tersebut.

Dalam kasus Thales, itu mungkin merupakan kombinasi dari keduanya. Dalam cerita dengan sumur, Thales meninggal karena kehilangan kontak dengan dunia nyata setelah asyik mengejar ilmu yang lebih tinggi.

"Membuatnya tenggelam di dalam sumur juga merupakan cara menyenangkan untuk menepis teorinya bahwa segala sesuatu terbuat dari air," pungkas Antonis Chaliakopoulos menutup tulisannya.