Mengapa Arsitektur Hagia Sophia dan Masjid Biru Terlihat Kembar?

By Galih Pranata, Selasa, 4 April 2023 | 08:45 WIB
Hagia Sophia memiliki sejarah panjang mulai dari Bizantium sampai Kekaisaran Ottoman. Berkat keindahan arsitekturnya pulalah yang menginspirasi struktur arsitektur Masjid Biru hingga terlihat kembar. (Pixabay)

Nationalgeographic.co.id—Selama beberapa momentum, banyak orang terkecoh lantaran kemiripan di antara dua landmark bersejarah nun megah di Kota Istanbul: Hagia Sophia dan Masjid Biru.

Kebanyakan orang yang tidak benar-benar mengenali perbedaan keduanya, akan menyematkan foto Hagia Sophia dengan meletakkan foto Masjid Biru, ataupun sebaliknya.

Kekeliruan ini mungkin terjadi lantaran dua bangunan historis itu terlihat kembar dan sangat mirip! Lantas, mengapa arsitektur Hagia Sophia dengan Masjid Biru terlihat kembar? 

Pengaruh gaya arsitektur khas Bizantium adalah jawaban yang paling tepat, karena "arsitektur Bizantium memiliki pengaruh besar di seluruh dunia," tulis Alexander Gale kepada Greek Reporter.

Ia menulisnya dalam artikel berjudul How Byzantine Architecture Influenced the World terbitan 6 Desember 2022. Menurutnya, Bizantium yang juga dikenal sebagai Romawi Timur, mengembangkan gaya arsitektur khas yang terus mewarisi konstruksi, bahkan hingga hari ini. 

Menariknya, arsitektur peradaban yang penuh teka-teki ini memberikan kesan yang signifikan pada orang-orang Islam dan Eropa sezamannya. "Orang-orang Islam juga meniru elemen Bizantium dalam pembangunan masjid mereka," imbuhnya.

Setelah jatuhnya Konstantinopel dan Kekaisaran Bizantium pada tahun 1453, para pengungsi Bizantium membawa ilmunya ke Italia dan negara belahan Eropa lainnya, di mana gaya arsitektur Bizantium mengakar di sana.

Lama setelah Bizantium sendiri memudar, runtuh dilekang zaman, gaya arsitektur revivalis selanjutnya muncul. Antara tahun 1840-an dan sepanjang abad ke-19, para arsitek terinspirasi untuk membangun bangunan modern dengan gaya Kebangkitan Neo-Bizantium.

Arsitektur Bizantium dicirikan oleh kubah-kubah yang menjulang tinggi dan mosaik-mosaik berdekorasi mewah. Kolom dan lengkungan bundar adalah fitur lain dari gaya arsitekturalnya. Bahan bangunan selama periode Bizantium biasanya berupa marmer, batu, dan batu bata.

Kubah megahnya menjadi tonggak sejarah arsitektur dunia. Bangunan ini terus menunjukkan keanggunan dan kesuciannya pada masa-masa silam hingga kini. Di dalam satu kubah inilah kita dapat merasakan dan mempelajari dua kebudayaan yang melekat pada bangsa Turki hari ini: warisan Ottoman dan Bizantium.

Selain untuk mengumpulkan umat, masjid-masjid Istanbul memamerkan karya-karya keindahan dan keunggulan teknik kepada seluruh dunia. Kubah di Hagia Sophia di Istanbul bisa melambangkan surga dan alam Tuhan.

Terdapat sejumlah bekas retakan dinding menghias wajah Hagia Sophia yang telah dipugar kembali, menambah kental betapa kokohnya bangunan ini terus bertahan melawan gempuran zaman dan tetap eksis selama ribuan tahun.

Para seniman Bizantium mengadaptasi teknik kuno untuk mencipta inovasi baru. "Memang, arsitek, pengrajin, dan insinyur Bizantium membawa arsitektur kuno Yunani-Romawi ke Abad Pertengahan," terus Gale.

Simbol abadi dari gaya arsitektur Bizantium dapat ditemukan dalam arsitektur Hagia Sophia. Katedral kolosal yang dibangun oleh kaisar Bizantium Justinian I, telah mendominasi lanskap kota Konstantinopel sejak selesai dibangun pada tahun 360 M.

Setelah mengakarnya manifestasi kekayaan arsitektural Bizantium, beberapa negara ortodoks di Eropa Timur dan Balkan yang mempertahankan gaya arsitektur Bizantium, seringkali menambahkan interpretasi mereka sendiri.

Gaya arsitektur Bizantium tetap populer di Bulgaria, Rusia, Ukraina, Makedonia Utara, Serbia, Rumania, dan Belarusia. Banyak dari wilayah ini telah beralih ke Ortodoksi melalui kontak dengan Bizantium, dan gereja mereka mencerminkan gaya aslinya.

Di Bulgaria abad pertengahan, sekolah arsitektur Preslav dan Tarnovo dipengaruhi oleh gaya Bizantium. Demikian pula, sekolah arsitektur Raška, Vardar, dan Morava memastikan bahwa gaya Bizantium bertahan di Serbia abad pertengahan.

Matahari terbenam di atas Masjid Biru di Istanbul. Ketika Ramadan menjelang, matahari terbenam menyelimuti Kekaisaran Ottoman adalah bagian terindah. (Anastasia)

Penggunaan kubah, kolom, dan batu bata tertentu menggemakan gaya arsitektur asli Bizantium. Gaya ini bertahan dan disesuaikan dengan periode modern. Katedral Alexander Nevsky di Sofia, Bulgaria adalah contoh bagaimana gaya Bizantium bertahan di Balkan abad pertengahan dan kemudian bergabung dengan Kebangkitan Bizantium pada abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Setelah penaklukan mereka atas Konstantinopel (Istanbul sekarang), Ottoman ingin meninggalkan legacy mereka sendiri di kota tersebut. Antara 1609 dan 1616, pada masa pemerintahan Sultan Ahmed I, Ottoman akhirnya membangun Masjid Biru.

Masjid Biru mengambil inspirasi arsitekturnya dari tetangganya, Hagia Sophia, yang juga telah diubah oleh Ottoman menjadi masjid untuk peribadatan jemaah muslim di Ottoman setelah merebut kota.

Sedefkâr Mehmed Ağa adalah arsitek yang bertanggung jawab atas pembangunan Masjid Biru. Mehmed Aga terinspirasi oleh karya masternya Mimar Sinan dan kombinasi arsitektur Islam dan Bizantium.

Baca Juga: Mimar Sinan, Arsitek Legendaris Ottoman yang Merestorasi Hagia Sophia

Baca Juga: Dari Sebuah Tabir Mimpi, Hagia Sophia yang Menawan Mulai Berdiri

Baca Juga: Mengapa Kekaisaran Ottoman Mengubah Hagia Sophia Menjadi Masjid?

Baca Juga: Mengapa Kekaisaran Ottoman Mengubah Hagia Sophia Menjadi Masjid?

 Baca Juga: Goresan Sejarah Hagia Sophia, Satu Kubah yang Menaungi Tiga Agama 

Pengaruh Bizantium tampak jelas pada kubah masjid yang terdiri dari lima kubah utama dan delapan kubah tambahan. Profil struktural keseluruhan Masjid Biru sangat mirip hingga terlihat kembar, karena sebagian besarnya meniru Hagia Sophia.

Selain memesona dengan pengenaan kubah masjid biru yang serupa dengan Hagia Sophia, ubinnya juga dapat menjadi cara untuk memukau jamaah. Masjid biru dapat memukau jamaah dengan penataan arsitektur yang indah nun rumit.

Bagian-bagian dari kaligrafi bertuliskan ayat-ayat Al-Qur'an menghiasi bangunan baik di dalam maupun di luar, baik yang dicat maupun yang diukir. Tidak perlu dibaca untuk memberi kesan. Bahkan para pengunjung yang tidak dapat mengartikan bahasa Arab akan mengagumi kaligrafi ini sebagai terjemahan yang indah dari kata suci Tuhan.