Misteri Sigiriya, Benteng Kuno di Atas Batu Raksasa yang Memukau

By Sysilia Tanhati, Selasa, 4 April 2023 | 07:07 WIB
Menjulang dengan anggun setinggi 200 meter, Sigiriya adalah benteng kuno yang dibangun di atas batu megalitik. Sejak lama, misteri Sigiriya menarik jutaan wisatawan. (Binuka Poojan)

Nationalgeographic.co.id—Menjulang dengan anggun setinggi 200 meter, Sigiriya adalah benteng kuno yang dibangun di atas batu raksasa. Sejak lama, misteri Sigiriya memukau jutaan wisatawan. Keajaiban yang terletak Distrik Matale (Sri Lanka) itu pun ditetapkan sebagai Situs Budaya Warisan Dunia Unesco. Dari benteng dan istana hingga taman hiburan, sejarah Sigiriya penuh dengan intrik yang menarik untuk diungkap.

Berarti “batu singa,” Sigiriya diakses melalui lorong-lorong yang berada di antara sepasang cakar singa yang monumental.

Benteng tersebut kemudian bak ditelan oleh hutan dan hanya diketahui oleh penduduk desa setempat. Orang luar menggunakan pengetahuan tentang masa lalunya, yang disimpan dalam teks Buddha, untuk mencari situs kuno tersebut. Sejarawan Inggris menemukan kembali bangunan dan lukisan dindingnya yang menakjubkan pada abad ke-19.

Benteng kuno berusia 5.000 tahun

Bukti arkeologis menunjukkan bahwa daerah di sekitar Sigiriya telah dihuni sejak zaman prasejarah. Daerah itu memiliki tempat perlindungan batu yang berumur hampir 5.000 tahun. Selain itu, banyak tempat berlindung dari batu dan gua di sekitarnya digunakan oleh para biksu dan pertapa Buddha sejak abad ke-3 Sebelum Masehi.

Terlepas dari sejarahnya, Sigiriya mungkin paling dikenal karena diubah menjadi istana, benteng, dan taman hiburan. “Semua itu dibangun oleh Raja Kashyapa pada abad ke-5,” tulis Joanna Gillan di laman Ancient Origins.

Kebangkitan dan kejatuhan Raja Kashyapa

Raja Kashyapa adalah putra Dhatusena yang licik. Haus akan kekuasaan, Kashyapa terdorong untuk merekayasa pembunuhan ayahnya sendiri. Ia pun menggulingkan ahli warisnya yang sah, Moggallana.

Khawatir akan pembalasan dari saudara laki-lakinya yang pendendam, Kashyapa mundur ke batu karang Sigiriya yang menjulang tinggi. Di tempat itu, Kashyapa membangun benteng istana yang tampaknya tak tertembus.

Tetapi pemerintahannya berumur pendek. Pasalnya, pasukan Moggallana mengambil alih benteng dalam pertempuran yang membuat Kashyapa tewas. Setelah kematiannya, situs tersebut dikembalikan ke tangan damai para biksu Buddha. Sigiriya pun menjadi biara selama berabad-abad setelah peristiwa berdarah itu.

Teknik tingkat tinggi di Sigiriya

Teknik rekayasa dan konstruksi di Sigiriya begitu maju. Istana dan benteng kuno itu dibangun dengan sistem pengelolaan air yang sangat canggih. Sistem hidrolik permukaan dan bawah permukaan memasok air ke seluruh istana dan taman. Faktanya, beberapa dari struktur penahan air ini masih berfungsi sampai sekarang. “Itu menjadi bukti keterampilan teknik para pembangun yang canggih di masa lalu,” ungkap Gillan.

Fitur lain yang luar biasa berasal dari tata letak kota. Cara menggabungkan simetri dan asimetri untuk menghubungkan bentuk geometris buatan manusia dengan alam sekitar sangat memukau.

dibangun dengan sistem pengelolaan air yang sangat canggih. Sistem hidrolik permukaan dan bawah permukaan memasok air ke seluruh istana dan taman. (Public Domain)

Sisi barat batu, misalnya, menampilkan taman yang dirancang untuk para bangsawan, ditata dengan denah simetris. Taman ini dihiasi dengan fitur air dan air mancur yang indah, yang disuplai oleh sistem pengelolaan air. Efek keseluruhannya adalah salah satu harmoni antara elemen buatan manusia dan alam, yang menciptakan suasana damai.

Sisi selatan batu berisi reservoir buatan manusia. Reservoir ini banyak digunakan di ibu kota Sri Lanka di masa lalu. Waduk ini mendemonstrasikan keterampilan teknik para pembuatnya yang canggih. Bagaimana cara kerjanya? Waduk dibangun untuk mengumpulkan air hujan dari perbukitan di sekitarnya dan menyimpannya untuk digunakan selama musim kemarau.

Waduk juga merupakan bagian dari sistem pengelolaan air Sigiriya dan memasok air ke istana dan taman. Rancangan istana secara keseluruhan mencerminkan pentingnya pengelolaan air dalam masyarakat Sri Lanka kuno. Juga menampilkan teknik konstruksi dan teknik canggih yang digunakan di Sigiriya.

Batu singa

Sigiriya dikenal sebagai ‘Batu Singa’ dalam bahasa Inggris. Nama ini menunjukkan cara bagi pengunjung untuk memulai pendakian terakhir ke puncak. Pengunjung naik melalui rahang dan tenggorokan singa (sinha) yang terbuka (giriya).

Berbagai gua mengelilingi situs tersebut. Gua-gua dilukis dengan rumit dan menggambarkan pemandangan ratusan wanita. Namun makna dan fungsi lukisan-lukisan di gua tetap menjadi misteri hingga kini.

Gua-gua di Sigiriya dilukis dengan rumit dan menggambarkan pemandangan ratusan wanita. (Schnobby)

Lukisan dinding tersebut pernah menutupi area yang sangat luas dengan lebar sekitar 140 meter dan tinggi 40 meter. Itu menjadikannya salah satu lukisan dinding terbesar di dunia. Lebih dari 500 wanita pernah digambarkan, beberapa ditampilkan seperti makhluk surgawi turun dari atas di atas awan.

Legenda Sigiriya

“Legenda seputar Sigiriya menambah aura mistis situs kuno tersebut,” Gillan menambahkan.

Menurut kepercayaan lokal, benteng batu itu bukan hanya ciptaan manusia tetapi juga ciptaan Ilahi. Sigiriya meniru tempat tinggal mitos Kuvera, dewa kekayaan,dan disebut “istana di langit”. Kisah ini mencerminkan kekaguman dan keajaiban yang diilhami oleh batu karang Sigiriya yang menjulang tinggi. Serta keajaiban arsitektural di atasnya.

Baca Juga: Sarandib: Kesatuan Tiga Agama dan Kerinduan Cita Rasa Lidah Jawa

Baca Juga: Makara, Monster Laut Berbelalai dalam Mitologi Hindu dari Srilangka

Baca Juga: Dunia Hewan: Spesies Baru Ikan Lele Bawah Tanah Ditemukan di India

Baca Juga: Ancaman untuk Benteng Kekaisaran Burung-burung Air di Teluk Jakarta

Arkeolog masih belum tahu mengapa upaya sebesar itu dilakukan untuk membangun istana di atas batu raksasa ini. Banyak yang berpendapat bahwa istana untuk perlindungan. Namun yang lain menyanggahnya karena hampir mustahil menyeret bahan bangunan ke ketinggian 200 meter.

Dalam tradisi kuno, membangun di atas gunung atau batu yang tinggi sejalan dengan konsep mencapai langit. Istana di puncak bukit mungkin dipandang sebagai pintu gerbang antara dunia manusia dan dunia para dewa.

Hingga kini, misteri dan keindahan Sigiriya masih terus menarik wisatawan untuk datang berkunjung.