Oleh Dani Kosasih
Nationalgeographic.co.id—Seorang kawan lama mengirim pesan, “Mau ikut ke Pulau Rambut? Kita ada kegiatan bersih pantai.”
Pucuk dicinta ulam tiba. Tentu ini kesempatan yang tidak boleh saya lewatkan.
Swietenia Puspa Lestari namanya. Saya akrab memanggilnya dengan Tenia. Dia adalah pendiri Yayasan Penyelam Lestari Indonesia. Teman-teman konservasi mengenal yayasan ini dengan nama Divers Clean Action.
Saya dan fotografer Toto Santiko Budi dijemput menggunakan kapal feri yang disewa khusus untuk kegiatan bersih pantai. Kami datang bersama dengan rombogan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta LSM Burung Indonesia.
Di bibir pantai di sebelah dermaga utama, saat menunggu kedatangan kapal, saya menyaksikan kembali pemandangan yang berbeda dari hari-hari sebelumnya di Pulau Untung Jawa.
“Kalau akhir pekan memang seperti ini, ramai,” tutur Nurkholis, pemandu di Pulau Untung Jawa. Olis, demikian sapaan akrabnya, berdiri di sebelah saya.
Pulau Rambut sangat spesial. Di masa pemerintah Hindia Belanda, pulau ini bernama Middbur. Melalui Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 7 tanggal 3 Mei 1937, Pulau Middbur ditetapkan secara resmi sebagai cagar alam dengan luas kawasan sebesar 20 hektare.
Belakangan, pada 1999, status konservasi pulau ini diubah menjadi suaka margasatwa melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 275/KPTS-II/1999 tertanggal 7 Mei 1999. Luasnya menjadi 90 hektare yang terdiri atas 45 hektare daratan dan 45 hektare perairan.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR