Kurangnya Kesadaran Perubahan Iklim Perlu Dukungan para Filantrop

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 4 April 2023 | 12:00 WIB
Selama ini yayasan dan gerakan filantropi telah bergerak dalam meningkatkan upaya menghadapi dampak perubahan iklim. Mereka pun punya tugas baru, berkolaborasi meningkatkan kesadaran iklim masyarakat. (A Yoseph Wihartono/YKAN)

Nationalgeographic.co.id - Yayasan dan lembaga filantropi di bidang lingkungan biasanya memiliki kegiatan demi menjaga kelestarian. Akan tetapi, pengetahuan tentang perubahan iklim bagi masyarakat umum yang biasanya dilibatkan dalam yayasan dan filantropi, masih sedikit.

Padahal, pengetahuan tentang perubahan iklim sangat penting untuk diketahui publik. Tujuannya, agar masyarakat umum bisa bersiap menghadapi dampaknya yang semakin nyata. Bahkan, baru-baru ini Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) memperingatkan bahwa pemanasan global telah mencapai 1,1 derajat celsius.

Angkanya terus naik hingga 1,5 derajat celsius jika tidak ada usaha penurunan emisi gas rumah kaca. Tentunya imbasnya adalah perubahan iklim, dampaknya melanda masyarakat rentan.

Pengetahuan tentang perubahan iklim kurang tersebar luas di Indonesia, sebagai negara yang sangat terdampak. YouGov dalam surveinya tahun 2019 melaporkan, 18 persen masyarakat Indonesia tidak percaya perubahan iklim disebabkan oleh manusia. Padahal, para ilmuwan kerap melaporkan penelitian tentang perubahan iklim disebabkan oleh ulah manusia.

Selain itu, Yale Program on Climate Change Communication dalam penelitiannya menunjukkan bahwa dua pertiga dari respondenya di Indonesia, mengaku hanya tahu sedikit bahkan belum pernah mendengar tentang perubahan iklim.

Kondisi ini berbanding dengan semakin maraknya pembahasan terbuka untuk masyarakat tentang perubahan iklim seperti, media sosial hingga berbagai media nasional yang membahas lingkungan.

Dari sini timbul pertanyaan, perlukah yayasan dan lembaga filantropi bertindak penyebarluasan pengetahuan tentang perubahan iklim?

"Laporan IPCC baru-baru ini memperjelas bahwa kita memerlukan tindakan segera dan nyata untuk melakukan perubahan apapun dalam mengurangi krisis iklim," kata Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI, Riki Frindos.

"Salah satu caranya adalah memperkuat regulasi yang akan mendorong terobosan yang signifikan," lanjut Riki dalam pernyataan bersama, Senin 3 April 2023.

Oleh karena itu, dalam pernyataan bersama Yayasan KEHATI, Climatenetworks Center, Yayasan Belantara, dan Perhimpunan Filantropi Indonesia sepakat, pentingnya yayasan dan gerakan filantropi turut bergerak dalam menyebarkan pengetahuan tentang perubahan iklim.

Yayasan dan filantropi adalah kelompok yang memiliki pengaruh kepentingan dalam regulasi akan risiko dampak perubahan iklim. Peranannya sangat penting dalam respons dengan target berbagai bidang, geografi, industri, dan masyarakat tertentu, supaya mendukung sumber daya yang ada bertahan dari perubahan iklim dari tingkat sistem regulasi.

"Lembaga filantropi perlu memprioritaskan program dan kegiatan terkait krisis iklim, serta mengambil peran dalam mengatasi dampak perubahan iklim." tambah Guntur Sutiyono, Indonesia Country Lead Climateworks Center.

Maka, penting bagi gerakan filantropi untuk ambil bagian dalam momentum dan membangun pengetahuan tentang perubahan iklim, beserta risiko yang akan dihadapi, dan relevansi dengan proyek yang selama ini mereka kerjakan.

Sebagai salah satu jaringan filantropi Indonesia, Perhimpunan Filantropi Indonesia berpendapat bahwa munculnya gerakan bidang lingkungan dan konservasi. Hal itu disebabkan kesadaran di berbagai kalangan yang bergerak di bidang filantropi akan urgensi iklim.

Baca Juga: WLFF 2023: Menggaungkan Seruan Kepedulian Lingkungan Lewat Film

Baca Juga: Teknologi Penambangan Baru Ramah Lingkungan dengan Menggunakan CO2

Baca Juga: SMART Patrol: Upaya Ramai-ramai Perlindungan Spesies Terancam

Baca Juga: Dunia Hewan: Malaria Membahayakan Konservasi Kera Berstatus Terancam

Dolly Priatna, Direktur Eksekutif Yayasan Belantara dan Koordinator Klaster Lingkungan dan Konservasi Filantropi Indonesia menjelaskan, bidang filantropi ini akan mengakomodasi yayasan yang tertarik untuk memanfaatkan kolaborasi aksi iklim di antara para anggotanya.

"Klaster filantropi lingkungan dan konservasi aktif mendorong keterlibatan lembaga filantropi untuk mengatasi masalah lingkungan. Kami juga menyediakan forum diskusi bagi para penggiat lingkungan untuk dapat memberikan ide-ide dalam pelestarian lingkungan," tutur Dolly.

Perubahan iklim tidak hanya milik isu lingkungan saja, tetapi lintas bidang. Itu sebabnya, dalam rilis pernyataan bersama tersebut, perlu ada internalisasi strategi aksi iklim yang sangat penting, dan tidak hanya masuk ke bidang-bidang lainnya seperti kesehatan, pendidikan, pemberdayaan kelompok terpinggirkan, dan pembangunan ekonomi lokal.

Tentunya setiap yayasan dan lembaga filantropi juga membutuhkan keterlibatan dari pemangku kepentingan. Keterlibatan pemangku kepentingan pun harus dilakukan dengan kolaborasi, untuk melengkapi dan mempercepat pencapaian agenda bersama terkait perubahan iklim, terang dalam pernyataan bersama tersebut.