Beach Clean Up, Langkah Awal Meningkatkan Kepedulian Sampah di Laut

By Utomo Priyambodo, Kamis, 6 April 2023 | 15:00 WIB
Pada hari Sabtu, 11 Maret 2023, program Beach Clean Up diadakan kembali di Pantai Tanjung Pasir, Tangerang. (#SayaPilihBumi)

Nationalgeographic.co.id—Tingkat konsumsi akan berdampak pada ekosistem di laut. Sampah hasil konsumsi seolah tak ada habisnya. Sampah menjadi permasalahan yang sulit diselesaikan tanpa aksi-aksi yang menyadarkan warga.

Salah satu aksinya adalah Beach Clean Upmembersihkan pesisir dari sampah. Pada Sabtu, 11 Maret 2023, program ini dihelat kembali di Pantai Tanjung Pasir, Tangerang.

Aksi ini digelar oleh organisasi nirlaba Seasoldier yang menggandeng #SayaPilihBumi, sebuah gerakan sosial dari National Geographic Indonesia. Perhelatan aksi lingkungan ini melibatkan hampir 185 orang relawan.

Kegiatan ini berhasil mengumpulkan sampah seberat 404 kilogram. Total sampah ini terbagi menjadi 45 kilogram sampah organik dan 359 kilogram sampah anorganik.

Sampah yang dikumpulkan langsung dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup setempat dan juga dibantu masyarakat sekitar. Kegiatan Beach Clean Up ini mendapatkan apresiasi yang baik dari masyarakat, rekan-rekan komunitas yang hadir, serta para anggota TNI Angkatan Laut yang bertugas di pos penjagaan daerah Pantai Tanjung Pasir.

Permasalahan sampah plastik di Indonesia yang berakhir ke pantai atau laut tidak bisa lagi dianggap enteng. Pada 2015, peneliti Jenna Jambeck dari University of Georgia Beck mempublikasikan penelitannya yang berjudul Plastic Waste Inputs from Land Into The Ocean yang menyebut.

Penelitian itu menyebut Indonesia merupakan kontributor sampah plastik terbanyak kedua ke laut dunia setelah Tiongkok. Estimasi total sampah yang dihasilkan Indonesia adalah 0,48-1,29 metrik ton per tahun. Jika tidak ditangani, jumlah sampah yang terhanyut ke laut setiap tahunnya dapat meningkat.

Kemunculan sampah plastik di lautan Indonesia ini berawal dari sampah plastik yang tidak terkelola di daratan. Persentasenya tidak main-main. Sebanyak 80 persen sampah di laut berasal dari aktivitas manusia di daratan.

Sampah tersebut digerakkan ke laut oleh badan-badan air seperti sungai yang bermuara ke lautan. Sebanyak 20 persen sisanya berasal dari kegiatan perkapalan, transportasi laut, hingga pariwisata.

Berdasarkan data Asosiasi Aromatik Olefin dan Plastik Indonesia (INAPLAS) pada 2017, sampah plastik di lautan kerap didominasi kantong plastik dan plastik kemasan dengan persentase masing-masing sebanyak 52 persen dan 16 persen.

Sampah plastik memiliki masa yang ringan sehingga akan berkumpul di permukaan air ketika lautan tenang. Namun, ketika terdorong ombak atau pasang, sampah plastik akan berpindah ke pesisir pantai dan terselip di balik bebatuan karang atau vegetasi. Bukan cuma biota di laut, ekosistem pesisir ikut terancam.

Ironisnya, sampah-sampah tersebut akan tetap berada di sana jika tidak ada manusia yang membersihkannya.

Kegiatan Beach Clean Up di Pantai Tanjung Pasir, Tangerang, ini berhasil mengumpulkan sampah seberat 404 kilogram. (#SayaPilihBumi)

Hasil riset Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO) tahun 2020 menyebut, ada wilayah yang disebut sebagai zona sampah laut yaitu area berkumpulnya sampah di pesisir yang jaraknya 8 kilometer dari tepi pantai.

“Konsentrasi tertinggi dari polusi di sepanjang pantai adalah plastik. Semakin jauh kami pergi dari pantai, semakin banyak puing yang ditemukan,” tulis Chris Wilcox, peneliti senior CSIRO, dalam laporan tersebut.

Sampah plastik juga bisa berpindah tempat hingga lintas benua karena aliran air laut. Sebuah studi baru yang dipimpin oleh University of Oxford telah mencoba mengembangkan model resolusi tinggi yang menyimulasikan pergerakan sampah plastik di lautan dunia.

Baca Juga: Kebanyakan Sampah Plastik di Pantai Afrika Ini Berasal dari Indonesia

Baca Juga: Indonesia Masuk Sepuluh Besar Negara Pengimpor Sampah Plastik Global

Baca Juga: Menggelisahkan, Ilmuwan Temukan Batuan Plastik di Pulau Terpencil

Studi ini menggunakan data masukan tentang arus laut, ombak, dan angin, serta sampah plastik yang memasuki lautan dari populasi pesisir, sungai, dan perikanan, untuk memprediksi akumulasi sampah plastik di 27 lokasi di Pulau Seychelles di Afrika dan Samudra Hindia bagian barat yang lebih luas. Hasil studi ini telah terbit di jurnal Marine Pollution Bulletin.

Hasil studi ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah sumber utama sampah plastik berbasis darat yang ditemukan di pantai-pantai di Seychelles. Hal ini terutama terjadi pada puing berukuran sedang-besar yang memiliki daya apung tinggi seperti tutup botol, sandal, botol, dan barang-barang rumah tangga berukuran kecil. Sampah plastik yang datang dari Indonesia disebut akan berada di laut setidaknya selama 6 bulan, bahkan ada yang melebihi 2 tahun.

Jadi, berbagai sampah yang ada di pesisir Indonesia ini, jika tak kunjung dibersihkan, selain akan terus mengendap di pesisir dan laut Indonesia juga akan mencemari pesisir negara lain.