Sederet Kebiasaan Aneh yang Dianggap Normal di Kekaisaran Bizantium

By Sysilia Tanhati, Jumat, 7 April 2023 | 14:00 WIB
Beragam kebiasaan aneh dilakukan di Kekaisaran Bizantium. Seperti mutilasi sampai budak seks. (Petar Milošević)

Masalah serupa terjadi pada abad ke-10 ketika Jenderal Bardas Skleros menumpas pemberontakan yang dipimpin oleh Bardas Phokas. Skleros menghasut pemberontakannya sendiri setelah kasim Basil Lekapenos berkomplot melawannya.

Untuk menanggapinya, Lekapenos mengeluarkan Phokas dari penjara dan menempatkannya sebagai penanggung jawab perlawanan terhadap Skleros. Phokas menyingkirkan Skleros dan pasukannya dalam satu konfrontasi. Phokas, Skleros, dan Lekapenos bersatu untuk melawan Basil muda. Seperti yang sering terjadi, perselisihan internal dengan cepat menyebabkan kejatuhan mereka. Basil pun akhirnya naik ke tampuk kekuasaan.

Di kemudian hari, dia menjadi terkenal dengan membutakan ribuan narapidana dan mengembalikan mereka ke Bulgaria.

Mutilasi untuk menyingkirkan lawan yang kuat

Calon takhta yang cacat dianggap tidak layak oleh Kekaisaran Bizantium. Oleh karena itu, para penguasa sering memutilasi musuh mereka alih-alih membunuhnya. “Beberapa bentuk penyiksaan yang umum termasuk membutakan, mengamputasi, dan memotong hidung dan lidah,” kata Sal.

Pengebirian mendominasi praktik mutilasi ini. Mutilasi dipandang sebagai alternatif eksekusi yang lebih manusiawi. Misalnya karena dibuat buta pada usia 20 tahun, John IV Laskaris hidup 40 tahun kemudian.

Meskipun demikian, mutilasi adalah bentuk kekerasan yang keji. Untuk menghukum putranya yang membangkang, Permaisuri Irene membutakannya di ruangan yang sama tempat dia dilahirkan. Beberapa saat kemudian, pemuda itu meninggal karena luka-lukanya.

Warna ungu dianggap sebagai warna kekaisaran

Untuk waktu yang lama, Kekaisaran Bizantium menetapkan warna ungu sebagai warna kekaisaran. Oleh sebab itu, kaisar membatasi penggunaan beberapa pewarna ungu hanya untuk keluarga kerajaan. Kaisar akhirnya memiliki kamar unik yang dibangun dengan dinding batu ungu yang langka. Anak-anak kaisar yang lahir di ruangan ini dikenal sebagai porphyrogennetos.

Balap kereta yang berisiko

Meski tinggal di kota metropolis terbesar di dunia kuno, penduduk Konstantinopel sering menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan perselisihan. Contoh yang paling terkenal adalah ketika pendukung tim balap kereta biru dan hijau bersatu untuk melakukan kerusuhan melawan Justinianus I.

Kaisar siap untuk turun takhta. Namun istrinya, Theodora, menyatakan bahwa dia lebih memilih kematian sebagai permaisuri daripada hidup sebagai orang biasa. Akibatnya, para pemberontak dibunuh tanpa ampun.