Kenapa Pengobatan Alternatif Seperti Ida Dayak Masih Dipercaya?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 11 April 2023 | 07:00 WIB
Ahli pengobatan alternatif Ida Andriyani, yang sohor dengan sebutan Ida Dayak, sedang mengobati salah satu pasiennya. Meski dunia pengobatan sudah modern, mengapa pengobatan alternatif masih diminati? (Tribunnews/Tangkapan Layar Youtube @Petualang Ibu Dayak)

Nationalgeographic.co.id—Ida Dayak ramai diperbincangkan di media sosial. Dia disebutkan mampu menangani pelbagai macam masalah kesehatan, baik itu penyakit luar maupun dalam tanpa operasi dan obat medis.

Berbagai pihak, termasuk Pesulap Merah yang kerap membongkar trik-trik palsu dukun, meragukan kemampuan Ida Dayak. Ada banyak kejanggalan ilmiah bagi kalangan medis, sehingga praktiknya menjadi perbincangan publik.

Terlepas dari kebenaran dari hasil praktik kesehatan alternatif, banyak dari kalangan masyarakat yang memilih berobat pada Ida Dayak.

Ida Dayak bukan yang pertama kali menjadi bahan perbincangan terkait pengobatan alternatif. Tahun 2009, publik pernah digegerkan oleh batu, konon, terkena sambaran petir milik Ponari di Jawa Timur. Jika batunya dicelupkan ke air, diyakini bisa membawa kesembuhan. Banyak orang pun rela mengantre praktik batu celup Ponari.

Pada akhirnya menimbulkan pertanyaan, mengapa di era modern ini justru banyak orang yang masih percaya pada pengobatan alternatif?

Pengobatan alternatif bukan hanya masalah di negara berkembang seperti Indonesia. Pada tahun 1993, sejumlah peneliti di AS dalam The New England Journal of Medicine, 34 persen orang dewasa menggunakan pengobatan alternatif.

60 persen dokter pun sempat merekomendasikan terapi alternatif, dalam laporan tahun 1994. Beberapa pasien tampaknya justru dari kalangan yang sebenarnya bisa membayar perawatan pengobatan secara konvensional.

John Astin, seorang PhD dan peneliti kesehatan di Stanford University School of Medicine memaparkan ada tiga teori mengapa pengobatan alternatif masih diminati. Dia mengungkapkannya di JAMA Network.

Teori pertama, pasien tidak puas dengan pengobatan konvensional. Pengobatan konvensional tidak efektif, menimbulkan efek samping, menggunakan alat teknologi yang memakan ongkos pasien.

Sementara terapi alternatif, dalam teori kedua, pasien cenderung pengobatan alternatif tidak sama otoriternya dengan konvensional. Praktik pengobatan alternatif cenderung memberdayakan dan menawarkan mereka otonomi pribadi, dan kontrol atas keputusan perawatan kesehatan mereka sendiri.

Ponari dari Jombang, Jawa Timur. Ia sempat menghebohkan publik dengan kemampuan batunya yang bisa memberikan pengobatan alternatif, tahun 2009 (Ric snt/Youtube)

"Tidak seperti mereka yang menggunakan terapi alternatif dalam hubungannya dengan atau sebagai pelengkap bentuk perawatan medis konvensional, orang-orang ini lebih cenderung tidak puas dan tidak percaya pada perawatan standar serta berkeinginan mempertahankan kontrol eksklusif atas keputusan perawatan kesehatan mereka," terang Astin.