Nationalgeographic.co.id—Kekaisaran Tiongkok menciptakan hukum dan aturan untuk menjaga ketertiban di kekaisaran. Bagi mereka yang melanggar, beragam hukuman sudah menanti. Mulai dari yang ringan hingga berat. Hukuman fisik yang berat dan menyiksa pun ditetapkan, seperti mengiris tubuh pelaku hingga amputasi anggota tubuh.
“Sejak Dinasti Xia (2070 – 1600 Sebelum Masehi), hukuman fisik sangat penting untuk mempertahankan kekuasaan politik,” tulis Sun Jiahui di laman World of Chinese. Kitab Han menyatakan bahwa Yu yang, pendiri mitos Dinasti Xia, memaksakan hukuman fisik karena kebajikan makin merosot.
Lima hukuman yang mengerikan
Dari Dinasti Xia hingga Qin (221 – 206 Sebelum Masehi), hukuman fisik dilembagakan sebagai lima hukuman. Itu termasuk menato wajah atau dahi, memotong hidung, mengamputasi kaki, membuang organ reproduksi, dan kematian.
Menurut Ritus Zhou, ada 500 kejahatan yang dapat dihukum oleh masing-masing dari lima hukuman tersebut. Misalnya, tidak mematuhi perintah kaisar, melakukan pemerkosaan, mencoba-coba pencurian, atau menyebabkan cedera tubuh akan dipotong hidungnya. Mereka yang menggunakan kereta kaisar secara ilegal akan dicabut kakinya.
Li Si, perdana menteri selama Dinasti Qin, dijatuhi lima hukuman setelah dijebak karena pengkhianatan. Kasim pengadilan Zhao Gao telah menyiksa Li sampai dia mengakui kejahatan tersebut. Pada tahun 208 Sebelum Masehi, Li menjadi sasaran kelima hukuman sebelum juga dipotong menjadi dua di bagian pinggang.
Belakangan, Kaisar Wen dari Dinasti Han mereformasi beberapa hukuman ini, Diduga, itu dilakukan setelah dibujuk oleh putri tabib terkemuka yang dijatuhi hukuman salah satu dari lima hukuman.
Chunyu Tiying tabib terkenal yang menghadapi hukuman karena diduga gagal mendiagnosis penyakit wanita bangsawan dengan benar. Diagnosisnya mengakibatkan kematian si bangsawan. Chunyu Yi ditangkap tanpa penyelidikan yang layak dan menghadapi salah satu dari lima hukuman.
Tiying mengikuti ayahnya ke ibu kota. Di sana ia memohon kepada kaisar, menunjukkan kekejaman hukuman dan dengan sukarela menjadi budak istana selama sisa hidupnya. Itu dilakukan sebagai ganti pembebasan ayahnya. Tergerak oleh pengabdian Tiying, kaisar mengampuni Chunyu Yi dan mengeluarkan dekrit untuk menghapuskan lima hukuman. Tetapi kaisar menggantinya dengan hukuman cambuk, kerja paksa, dan memotong rambut seseorang. Di masa itu, memotong rambut adalah tanda bahwa seorang tidak berbakti pada orang tua.
Selama Dinasti Sui dan Tang, sistem hukuman baru (juga terdiri dari lima hukuman) diciptakan. Itu meliputi memukul pantat dengan tongkat bambu, memukul punggung, bokong, atau kaki dengan tongkat besar, kerja paksa, pengasingan ke tempat terpencil, dan hukuman mati. “Hukuman mati datang dalam dua bentuk utama: gantung dan pemenggalan kepala,” tambah Sun.
Lingchi, pemotongan lambat bagi si pengkhianat kelas kakap
Bulan september 1630 bukanlah bulan yang baik untuk Yuan Chonghuan. Reputasi militer jenderal Dinasti Ming hancur setelah dia gagal melawan pasukan Jurchen yang menyerang di Shanhai Pass. Ia pun dituduh bekerja sama dengan musuh. Meskipun hanya ada sedikit bukti yang memberatkannya, Dinasti Ming dengan tergesa-gesa memutuskan Yuan bersalah. Ling pun dikenakan hukuman yang paling brutal yaitu kematian dengan lingchi atau pemotongan lambat.