Namun situasi berubah pada April 1944. Tentara Sekutu berhasil mendarat di Jayapura dengan rangkaian serangan bom. Pertahanan Jepang berhasil dipatahkan. Selama 1944, Sekutu menggunakan strategi "loncat katak", menyapu habis kawasan yang dikuasai Jepang.
Jenderal AS Douglas MacArthur yang mencetuskan ide ini. Dia berambisi menyerang Jepang melalui Filipina, dengan menyapu Biak, Sausapor, hingga Morotai di Maluku.
Di Kabupaten Tambrauw, Sekutu datang pada 27 Juli 1944, dilanjutkan dengan peringatan kepada masyarakat agar waspada kedatangan Sekutu oleh pihak mereka sendiri. Tanggal 31 Juli 1944, Sekutu mendarat di Pulau Middleburg--Pulau Satu, Werur. Selanjutnya, landasan udara dibangun di daratan utama Werur.
Serangan Sekutu terhadap Jepang berlangsung pada akhir Juli ini di Sausapor--kampung di sebelah barat Werur. Pertempuran ini dinamai Operasi Globetrotter. Pesawat tempur dalam invasi ini adalah jenis B-25 dan P38, sekaligus mendukung infanteri yang telah bersiaga.
Baca Juga: Festival Munara Beba: Usaha Pelestarian Adat Biak Karon & Alam Lautnya
Baca Juga: Perang Usai, Kenapa 3.500 Prajurit Perang Dunia II Masih 'Berpatroli'?
Baca Juga: AMRI, Gelora Pemuda Bantaeng Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Baca Juga: Para Kolektor Telusuri Puing Pertempuran Asia Pasifik di Rimbanya Biak
"Operasi Globetrotter berhasil memutuskan hubungan tentara Jepang di Manokwari dengan unit-unit Jepang lainnya. Mereka berusaha mundur ke Sorong. Namun, tentara Jepang di Sorong dan Makbon hingga Sausapor telah terdesak sehingga melarikan diri ke hutan," lanjut mereka.
Pasokan makanan Jepang telah habis, membuat mereka harus keluar dari persembunyian untuk memancing ikan. Pada saat inilah masyarakat di Papua menyerang pasukan Jepang.
Sampai saat ini, jejak-jejak Perang Dunia II masih bisa ditemukan di Tambrauw. Selain tank dan koleksi Alex Mambrasar, penduduk menggunakan sisa tank dan peralatan tempur sebagai properti rumah mereka. Misalnya, rantai tank mereka gunakan sebagai pagar, dan artileri dijadikan vas bunga.