Lukisan Bidadari-bidadari di Dinding Benteng Kuno Sigiriya Srilangka

By National Geographic Indonesia, Rabu, 19 April 2023 | 07:00 WIB
Lukisan dinding Sigiriya dibuat pada abad ke-5, yang menggambarkan dua bidadari membawa bunga. (Chamal N/Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—George Turnour (1799–1843) mendapat tugas sebagai pegawai sipil Kerajaan Inggris ke Srilangka pada awal ke-19. Lelaki kelahiran Srilangka ini dikenal sebagai bangsawan, cendekiawan, sekaligus sejarawan. Kelak, dia terpilih sebagai anggota kehormatan Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland.

Selama bertugas, dia bekerja dengan seorang biksu Buddha. Mereka menerjemahkan naskah kuno abad kelima dari bahasa Srilanka Pali ke dalam bahasa Inggris berjudul Mahavamsa. Kitab sastra ini berisi kunjungan Buddha ke Srilangka, tawarikh raja-raja Srilangka, sejarah sangha Buddha, dan tawarikh Srilangka.

Pada 1827 seorang Skotlandia, Jonathan Forbes, mendengar kisah Kashyapa dan istananya. Kemudian dia memutuskan untuk mencarinya.

Pada tahun 1831 dia berangkat ke lokasi. Penduduk setempat mengatakan kepadanya bahwa dia akan menemukan sisa-sisa kota kuno.

Jonathan Forbes dan George Turnour menerbitkan memoar berjudul Eleven Years in Ceylon: Comprising Sketches of the Field Sports and Natural History of that Colony, and an Account of Its History and Antiquities, Volume 1-2. Buku ini diedarkan penerbit R. Bentley pada 1840.

Forbes menggambarkan "batu Sirigi, ... menantang dengan cemberut di atas ladang yang sedikit dan hutan yang luas di dataran sekitarnya."

Saat Forbes mendekat, dia bisa melihat platform dan galeri yang diukir di batu. Dua dari rombongannya berhasil memanjat ke atas tetapi batu-batu terlepas, "yang jatuh di antara dahan-dahan pohon di kedalaman yang sangat dalam di bawah."

Menjulang dengan anggun setinggi 200 meter, Sigiriya adalah benteng kuno yang dibangun di atas batu megalitik. Sejak lama, misteri Sigiriya menarik jutaan wisatawan. (Binuka Poojan)

Namun, Forbes tidak yakin apakah dia telah menemukan Sigiriya yang disebutkan dalam teks Buddhis. Kemudian dia meninggalkan ekspedisi tersebut.

Akhirnya, Forbes mengunjungi kembali beberapa tahun kemudian. Dia menelusuri parit yang mengelilingi taman di kaki batu tetapi tidak mencoba memanjat permukaan tebing. Dia meragukan bahwa nama Sigiriya terkait dengan singa, karena dia tidak melihat apa pun yang mendukung etimologi tersebut.

Berikutnya, pendaki gunung Inggris akhirnya mencapai puncaknya pada tahun 1851, tetapi tugas untuk mensurvei situs jatuh ke tangan Archaeological Commissioner of Ceylon, Harry C.P. Bell. Surveinya pada akhir abad ke-19 telah menjadi dasar dari semua penelitian sejak saat itu.

H.C.P. Bell and C. M. Fernando menerbitkan laporan mereka dalam "Interim Report on the Operations of the Archaeological Survey at Sigiriya, 1897" dalam the Journal of the Ceylon Branch of the Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland Vol. 15, No. 48 (1897). Penerbitnya, Royal Asiatic Society of Sri Lanka.