Ji Kang, Musisi Kerajaan Tiongkok Dieksekusi di Pertunjukan Musiknya

By Hanny Nur Fadhilah, Jumat, 21 April 2023 | 15:00 WIB
Ji Kang, musisi kerajaan Tiongkok mati mengenaskan dieksekusi di pertunjukan musik terakhirnya. (China Fetching)

Nationalgeographic.co.id—Ji Kang (224—263), nama kesopanan Shuye, adalah sastrawan, filsuf, dan musisi yang luar biasa dari periode Tiga Kerajaan Tiongkok.

Ji Kang juga menjadi salah satu dari Tujuh Orang Bijak di Hutan Bambu yang menjauhkan diri dari politik berbahaya Tiongkok abad ketiga. 

Dia dikenal bersama enam temannya yang lain, yaitu Ruan Ji, Shan Tao, Liu Ling, Ruan Xian, Xiang Xiu dan Wang Rong. Mereka adalah cendekiawan berbakat di era penuh gejolak ini yang mengabdikan diri lewat seni dan penyempurnaan.

Hal ini bermula ketika tahun 220, Dinasti Han yang bersatu dan makmur (202 SM—220 M) berakhir setelah Cao Pi memaksa Kaisar Xian dari Han untuk turun tahta. Setelah itu, era Tiga Kerajaan (220—280) dimulai.

Pada tahun 254, bupati Sima Zhao (211—265) memperoleh kekuasaan dan mulai menunjukkan ambisinya untuk merebut tahta.

Dengan persekongkolan tak berujung untuk kekuasaan, perang yang tak terhitung jumlahnya antar kerajaan, kesopanan yang memudar dan stabilitas masyarakat, banyak orang berbakat mulai menyembunyikan keyakinan politik mereka.

Ji Kang juga adalah seseorang yang pantang menyerah, tak kenal takut, dan selalu mengikuti kata hatinya selama era kacau yang tidak mentolerirnya.

Mengenal Ji Kang, Keturunan Bangsawan yang Berbakat

Ji Kang lahir dari keluarga bangsawan di Kekaisaran Wei Tiga Kerajaan dan cukup terkenal karena memiliki postur tubuh yang tinggi dan tampan.

Dia mengejar kebebasan mutlak, selalu membiarkan rambutnya tidak diikat. Dia dikenal sebagai salah satu tokoh yang tidak memiliki tata krama dalam budaya Tiongkok kuno.

Kegemarannya menjelajahi alam, sampai-sampai orang kerap meyakini Ji Kang adalah dewa ketika mereka melihatnya di hutan atau pegunungan.

Ji Kang menghina hierarki kacau dan etiket sosial yang rumit pada periode yang bergejolak ini. Oleh karena itu, puisi dan artikelnya memiliki gaya baru, murni, segar, dan alami tetapi penuh kebanggaan dan integritas.