Daur Ulang Aspiratif Malah Timbulkan Dampak Lingkungan Lebih Berbahaya

By Ricky Jenihansen, Minggu, 23 April 2023 | 14:00 WIB
PVC biasanya mengandung banyak pemlastis, yang mencemari segala sesuatu di aliran daur ulang. (BPE)

Itu terkait tentang apa yang dapat didaur ulang dan apa yang termasuk dalam sampah.

"Orang-orang mungkin memasukkan sesuatu ke tempat sampah yang biasanya dikumpulkan, tetapi kemudian pasar dan kebijakan berubah dan materi itu tidak lagi diterima," kata Howell.

Kebingungan ini terbukti dalam survei yang dilakukan oleh Janet Yang, seorang profesor komunikasi di University at Buffalo. Ia mengatakan bahwa lebih dari 20 persen responden surveinya mengakui bahwa mereka tidak yakin apakah plastik, logam, kaca, dan kertas termasuk dalam material daur ulang.

Lebih dari 30 persen responden tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan tas belanja plastik, gelas minum, cangkir kopi sekali pakai, dan kantong minuman plastik.

Setengah berpikir bahwa simbol "100% daur ulang" yang terdapat pada beberapa produk berarti produk dapat didaur ulang.

Padahal itu simbol yang menunjukkan bahwa produk tersebut dibuat dari sampah daur ulang.

Dua pertiga menerapkan alasan salah yang sama untuk label "ramah lingkungan", yang sebenarnya berarti bahwa suatu barang diproduksi secara berkelanjutan atau mungkin juga tidak berarti dapat didaur ulang.

"AS menghasilkan 12% limbah padat global, dengan hanya 4% dari populasi dunia," kata Yang. "Kita harus mendorong orang Amerika untuk mendaur ulang dengan lebih baik dan mendaur ulang lebih banyak."

Daur ulang aspiratif merajalela. Sementara itu satu laporan memperkirakan bahwa tingkat kontaminasi daur ulang (di mana barang yang salah dimasukkan ke dalam kaleng daur ulang) di AS adalah 17 persen dari beratnya.

Tingkat kontaminasi yang tinggi menimbulkan ancaman yang signifikan terhadap keberlanjutan secara keseluruhan, sekaligus meningkatkan biaya.

“Bahan yang tidak dapat didaur ulang dapat membuat mesin pengolah di fasilitas pemrosesan daur ulang macet yang dapat menyebabkan penundaan yang sangat besar,” kata Yang.

"Ini berarti lebih banyak beban ekonomi karena sistem penyortiran yang rusak dan kebutuhan akan lebih banyak tenaga kerja untuk memperbaikinya."