Wanrong, Permaisuri Terakhir Kekaisaran Tiongkok yang Bernasib Tragis

By Sysilia Tanhati, Senin, 24 April 2023 | 12:00 WIB
Wanrong menjadi wanita terakhir yang menyandang gelar permaisuri di Kekaisaran Tiongkok. Menjadi permaisuri, ia justru menjalani kehidupan tragis. (Public Domain)

Nationalgeographic.co.id—Wanrong menjadi wanita terakhir yang menyandang gelar permaisuri di Kekaisaran Tiongkok. Ia lahir pada 13 November 1906 di Beijing. Ia menikah dengan Puyi, Kaisar Tiongkok yang terakhir. Alih-alih bahagia, Wanrong yang cantik dan cerdas justru menjalani kehidupan yang tragis hingga akhir hayatnya.

Putri pejabat Kekaisaran Tiongkok yang mendapat pendidikan yang baik

Terlahir sebagai Gobulo Wanrong (Gobulo adalah nama klannya) dari Rongyuan, Menteri Dalam Negeri Dinasti Qing, ibunya meninggal setelah kelahirannya. Wanrong dibesarkan oleh ibu tirinya, Aisin Gioro-Hengxian dan ayahnya.

“Meski ia seorang anak perempuan, sang ayah percaya bahwa Wanrong harus mendapatkan pendidikan yang baik,” tulis Linda Speckhals di laman Colorized.

Calon permaisuri masa depan itu mengenyam pendidikan di sekolah misionaris Amerika di Tianjin. Di sana ia belajar bahasa Inggris dan piano. Terampil dalam kaligrafi, sastra, musik, dan lukisan, gadis berbakat ini tidak hanya mempelajari budaya Tiongkok tetapi juga barat.

Menikah dengan Kaisar Tiongkok yang terakhir

Pada tahun 1911, Dinasti Qing digulingkan oleh Republik Tiongkok tetapi gelar dan perlakuan kekaisaran tetap ada. Saat itu, Puyi masih memiliki gelar Kaisar Xuantong dari Kekaisaran Tiongkok.

Pada tanggal 1 Desember 1922, Wanrong menikahi Puyi. Upacara pernikahan bergaya kekaisaran diadakan di Kota Terlarang sebelum fajar menurut adat Manchu.

Sebelum menikah, Ibu Suri menunjukkan Puyi foto gadis-gadis cocok untuk sang kaisar. Puyi awalnya memilih Wenxiu, tetapi ibu suri tidak menyetujuinya. Puyi pun akhirnya setuju untuk menikahi Wanrong. Namun ia mempertahankan Wenxiu sebagai selirnya.

Puyi menikahi Wanrong dan Wenxiu pada malam yang sama, 21 Oktober 1922. Di malam pernikahan, Puyi, Wanrong dan Wenxiu pergi ke Istana Ketenangan Duniawi untuk menyempurnakan pernikahan. Tetapi Wanrong dikabarkan melarikan diri dan meninggalkan keduanya. Ia memilih untuk tidur sendirian.

Kaisar dan permaisuri diusir dari Kota Terlarang

Selama berada di Kota Terlarang, mantan guru piano Wanrong, Isabel Ingram, datang untuk tinggal di sana. Di istana, Ingram menjadi tutor Wanrong. Wanrong dan Puyi menentang tradisi istana dengan pergi minum teh di luar Kota Terlarang bersama Reginald Johnston, guru bahasa Inggris Puyi.

Wanrong dan kedua pembimbingnya di Kota Terlarang. (Public Domain)

Pasangan kaisar dan permaisuri itu belajar bahasa Inggris dan budaya barat. “Tidak hanya itu, Puyi dan Wanrong bahkan mengadopsi nama Henry dan Elizabeth,” tambah Speckhals.

Wanrong juga sesekali berpakaian seperti Ingram. Wanrong, yang sudah menjadi perokok sebelumnya, mulai mencoba opium. Awalnya ia mengalami sakit perut dan sakit kepala.

Kehidupan Wanrong pun berubah menjadi tragis setelah itu. Pada tahun 1924, kudeta Beijing yang dipimpin oleh Feng Yuxiang memaksa Puyi dan Wanrong melarikan diri dari Kota Terlarang.

Setelah tinggal beberapa lama di rumah ayah Puyi di Beijing, pada 24 Januari 1925, Puyi pindah ke konsesi Jepang di Tianjin. Wenxiu dan Wanrong kemudian menyusul dan mereka pindah ke Quiet Garden Villa. Selama pelarian, Wanrong terus menghisap opium dan menjadi kecanduan.

Wanrong memiliki anak di luar nikah

Pada tahun 1931, Wenxiu bercerai dan pergi meninggalkan Puyi serta Wanrong. Wenxie menikah lagi, mengajar sekolah sebentar, dan bekerja di perusahaan kebersihan ketika dia meninggal pada tahun 1953.

Pada tahun 1931, sepupu Puyi, Donghzen, meyakinkan Puyi untuk pergi ke Manchuria. Selama di sana, Jepang menyarankan agar dia menjadi penguasa Manchukuo. Wanrong, yang tidak bahagia hidup di bawah pemerintahan Jepang, mencoba melarikan diri dua kali tanpa hasil.

Pada tanggal 1 Maret 1934, Puyi diangkat menjadi Kaisar Manchukuo dan Wanrong menjadi permaisuri. Keadaan pun makin memburuk bagi Wanrong. Maka tidak heran jika pada tahun 1938, dia mampu menghisap dua ons opium sehari.

Karena hubungannya dengan Puyi terus memburuk, Wanrong memiliki setidaknya dua perselingkuhan dan hamil. Puyi yang tidak tidur dengan istrinya, tahu bahwa anak itu bukan keturunannya.

“Ketika lahir, bayi malang itu dibunuh,” kata Puckhals. Apakah Wanrong mengetahui nasib anaknya tidak pasti, karena menurut Puyi, Wanrong diberitahu bahwa anak itu diadopsi.

Setelah itu, Wanrong dikunci di kamarnya dan para pelayan menunggunya. Menurut seorang pria yang pernah bertugas di istana, Wanrong dibelenggu di kamarnya.

Kondisi Wanrong kian memburuk

Kondisi Wanrong kian memburuk. Ia berhenti mencuci muka, menyisir rambut, atau bahkan memotong kuku kakinya. Rambutnya dipotong pendek dan giginya menjadi semakin hitam. Di saat yang sama, Wanrong terus berperilaku tidak menentu. Kadang-kadang mengalami serangan kegilaan yang ekstrem.

Wanrong bahkan berusaha untuk bisa berjalan sendiri di tahun-tahun terakhirnya dan penglihatannya memburuk. Ketika Li Yuqin tiba sebagai selir Puyi pada tahun 1943, dia hanya melihat wajah Wanrong satu kali. Di tahun 1945, Kekaisaran Manchukuo pun berakhir.

Wanrong meninggal sendirian di dalam penjara

Puyi menyatakan perang terhadap Amerika Serikat dan Inggris pada bulan Desember 1941. Soviet menginvasi Manchukuo pada 9 Agustus 1945. Sang kaisar, Puyi, melarikan diri dari istana. Ia meninggalkan Wanrong dan Li Yuqin bersama Lady Saga, saudara ipar Wanrong.

Para wanita malang itu mencoba melarikan diri ke Korea, tetapi pada Januari 1946. Namun malang, mereka berhasil ditangkap oleh gerilyawan Komunis Tiongkok. Wanrong pun dibawa oleh gerilyawan itu.

Baca Juga: Mengapa Puyi, Kaisar Terakhir Tiongkok, Melepaskan Takhtanya?

Baca Juga: Kehidupan Tragis Puyi, Kaisar Tiongkok Terakhir Sebagai Tawanan Soviet

Baca Juga: Puyi, Kaisar Tiongkok yang Pertama Kali Belajar Bahasa Inggris

Baca Juga: Puyi, Satu-satunya Kaisar Tiongkok yang Naik Takhta Tiga Kali 

Pada titik ini, Wanrong menderita efek dari penghentian pemakaian opium dan Lady Saga berusaha merawatnya. Ironisnya, karena statusnya sebagai mantan permaisuri, dia “dipamerkan” saat sedang menderita. Orang-orang datang dari segala penjuru negeri untuk menyaksikan kegilaannya.

Saat Revolusi Tiongkok sedang berlangsung, Wanrong dan Lady Saga dipindahkan ke penjara di Yanji. Di akhir hidupnya, dia tidak dapat berjalan dan ketika para tahanan dipindahkan ke lokasi lain, mereka meninggalkannya di Yanji.

Pada 20 Juni 1946, Wanrong meninggal karena kelaparan, sendirian di sel penjaranya. Makamnya tidak diketahui dan jenazahnya tidak pernah ditemukan. Pada tanggal 23 Oktober 2006, adik laki-lakinya, Runqi, melakukan ritual penguburan untuknya di Makam Qing Barat.

Wanrong tumbuh menjadi gadis cerdas dan menarik. Ayahnya yang berpikiran terbuka memberinya pendidikan terbaik bagi putri kesayangannya. Ironisnya, pernikahannya dengan Kaisar Tiongkok yang terakhir justru membawa bencana.Ia justru menjalani kehidupan tragis.

Wanrong mengembuskan napas terakhir dalam kesendirian. Tragis memang, bahkan makam permaisuri terakhir dari Kekaisaran Tiongkok ini pun tidak diketahui rimbanya. Sebuah akhir yang menyedihkan dari putri kesayangan sang ayah yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang.