Semangat Kartini Mengembalikan Pesona Rona Wastra Batik Lasem

By Agni Malagina, Jumat, 28 April 2023 | 10:00 WIB
Salah satu ragam desain corak batik temuan di Rumah Tjoa, Lasem. Coraknya menggambarkan gaya pesisir vang lazim dijumpai pada khasanah batik Cirebon, Pekalongan, Semarang, Kudus, Lasem, Tuban, Surabava, Sidoarjo, Madura, pada awal abad ke-20. Namun corak yang ditemukan di rumah keluarge Tjoa ini memiliki permainan warna dan pola bunga di luar pakem corak Tionghoa atau Eropa yang beredar pada masa sebelumnya. (National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id—Lasem, kota di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, sejak lama dikenal sebagai Kota Batik yang masyhur. Sejarah batik Lasem (Laseman) jika dirunut ke belakang, hadir sejak masa Majapahit hingga era kedatangan Cheng Ho ke Nusantara abad ke-15. Coraknya merupakan potret akulturasi budaya Jawa, Tionghoa, dan Eropa.

Kelindan beragam budaya ini bisa dilihat dari kekhasan motif batik Lasem, mulai dari motif lok can, burung hong, naga, hingga sekar jagad, buketan, kendoro kendiri, grinsing, kawung, lerek dan lainnya.

Warnanya pun berani, seperti warna merah darah ayam yang terkenal sebagai "getih pitik" representasi budaya Tionghoa. Selain itu warna biru indigofera sebagai representasi budaya Eropa, hingga coklat soga/tegeran sebagai perlambang budaya Jawa. Bahkan, keberadaan batik warna-warni ini dicatat dalam Kolonial Verslaag pada 1892.

Batik Lasem mengalami masa kejayaan yang paripurna sekitar awal abad ke-19, ditandai diekspornya batik Lasem hingga ke beberapa negara Asia. Batik ini menjangkau Singapura, Thailand, hingga Suriname. Namun, seiring perkembangan zaman, batik Lasem berada di situasi stagnan dan upaya bertahan hidup.

Yayasan Lasem Heritage, sebuah organisasi nirlaba berbasis di Lasem yang bergerak di bidang pelestarian dan pendidikan, sekaligus sebagai pelaksana program pendampingan Kartini Bangun Negeri (KABARI). 

Hasil riset mereka menunjukkan adanya beberapa masa krusial dalam perkembangan perubahan desain motif batik Lasem pada tahun 1890-an, 1930-an, 1942-1945, 1965-1970, 1980-1990, dan masa 2000-an, terutama setelah Batik Indonesia menjadi Warisan Dunia (UNESCO).

Pandemi Covid-19 pada 2020 hingga 2022 pun mempersulit upaya batik Lasem keluar dari zona keterpurukan. Demikian pula terdapat tantangan nyanta yang dihadapi oleh ekosistem batik Lasem saat ini, antara lain seputar tidak terjadinya regenerasi. Jumlah pembatik yang kian berkurang karena generasi muda memilih pekerjaan bergaji tetap atau UMR. Masifnya kain printing motif batik juga berdampak pada rumah-rumah batik Lasem.

Tantangan berikutnya adalah meningkatkan akses generasi muda pada batik, baik sebagai artisannya maupun sebagai konsumen dengan cita rasa kekinian yang tetap mengakar pada tradisi batik Lasem. 

Kompetisi desain motif batik Lasem diharapkan dapat meningkatkan peran serta generasi muda dalam melestarikan batik sebagai warisan budaya takbenda dunia dengan kreasi dan penciptaan produk kreatif unggulan. (Yayasan Lasem Heritage)

Kartini Bangun Negeri (KABARI) dari Rembang, gagasan dari Bank Indonesia bekerja sama dengan Yayasan Lasem Heritage, hadir dan diresmikan pada 25 Oktober 2022 sebagai komitmen yang fokus pada pelestarian batik Lasem.

KABARI dari Rembang ini merupakan program pendampingan yang tidak hanya mendorong produktivitas para pembatik di Lasem. Program ini juga berorientasi pada penguatan ekosistem batik Lasem, proses regenerasi, dan diversifikasi produk batik Lasem yang berkonsep ekonomi sirkular dan konsep hijau ramah lingkungan.

Praktisi batik, hingga pencinta batik Lasem, Bank Indonesia dan Yayasan Lasem Heritage dengan dukungan beberapa pihak pemangku kepentingan di Kabupaten Rembang, menggelar Kompetisi Desain Motif Batik Lasem 2023.

Kompetisi itu dimulai pada 5 April, simbol Kartini anak kelima dari 11 bersaudara kandung dan tiri, diakhiri pada 5 Juni tepat di perayaan Hari Bank Indonesia.

“Kompetisi desain motif batik menggunakan warisan budaya dan sejarah Lasem sebagai inspirasi penciptaan karya, menggerakan perekonomian rakyat, dan memperkuat tradisi dengan inovasi kreatif serta memberi semangat baru untuk generasi muda dalam merawat warisan budaya,” ujar Rahmat Dwi Saputra, Kepala Bank Indonesia Kantor Perwakilan Daerah Jawa Tengah.

“Biasanya kompetisi desain batik dilaksanakan 1-2 hari saja. Namun, kami bersama BI merancang kompetisi selama dua bulan untuk memberi kesempatan kepada peserta mengimplementaikan desainnya pada selembar kain," ujar Ernitha Angelia, pelaksana kegiatan kompetisi.

Kompetisi ini dimulai dari seleksi umum terhadap konsep desain dan gambarnya. Lalu, dipilih kandidat 6 besar yang akan menerima bantuan dana untuk mewujudkan karyanya dan akan dipilih peringkat pemenangnya oleh tujuh orang juri.

Ketujuh juri itu adalah Rahmat Dwisaputra (Kepala KPwBI Jawa Tengah), Ni Ketut Wardani Pradnya Dewi (Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Budaya, Kemendikbudristek), Didiet Maulana (Desainer IKAT Indonesia), Lina Handianto Tjokrosaputro (Batik Keris), Adityayoga (Institut Kesenian Jakarta), Hayuning Sumbadra (Desainer Adra World), Yahya Adi Sutikno (Batik White Peony).

Setiap peserta perlu mempersiapkan proposal pitch deck yang harus menggambarkan hulu hilir, mulai ide hingga rencana pasar karyanya.

Kompetisi ini diharapkan mampu menggugah semangat kreatif generasi muda desainer, rumah produksi batik, artisan. Mereka bisa berkreasi dengan motif-motif warisan budaya Lasem atau mengombinasikan motif lama dan baru dengan tetap mempertahankan identitas Lasem.

Baca Juga: Selidik Kisah dan Filosofi di Balik Corak Keindahan Batik Lasem

Baca Juga: Blanko Merah yang Menautkan Kisah Batik Tiga Negeri Di Pulau Jawa

Baca Juga: Mereka yang Tak Pernah Lelah Mempertahankan Batik Tiga Negeri Lasem

Baca Juga: Nyah Kiok dan Tujuh Bidadari Lasem, Kisah Batik Tiga Negeri Pantura 

Perhelatan ini juga sebagai salah satu upaya mengatasi berbagai tantangan sektor batik Lasem, seputar tidak terjadinya regenerasi pembatik, hingga meningkatkan akses generasi muda pada batik.

Hingga kini, telah ada sekitar 119 peserta dari Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Sumatra Barat yang mendaftar. “Aspek konsep, teknik batik, dan estetika akan dinilai. Paling banyak di indikator estetika yang terdiri dari motif dan warna serta harmoninya,” ujar Adityayoga, salah satu juri.

Keistimewaan kompetisi ini adalah desain hingga perwujudan motif diharapkan dapat diserap oleh pasar, bahkan hingga diproduksi ulang. "Dalam perwujudan karya, peserta yang terpilih enam besar akan membuat kain bekerja sama dengan rumah batik di Lasem. Semoga kelak banyak kolaborasi kreatif terjadi di Lasem,” tambah Ernitha.

Kompetisi ini tidak hanya selesai ketika pemenang diumumkan. Diharapkan, hasil kompetisi ini mampu memberikan kesempatan baru bagi batik Lasem menuju era baru kejayaan. Pendampingan yang dilakukan oleh banyak pihak secara nyata mampu membantu pelaku batik di Lasem untuk berkembang dan berkelanjutan.

Untuk informasi lebih lanjut tentang program pendampingan KABARI dari Rembang, sila kontak kabaridarirembang@gmail.com.

batik