Kelembapan Udara Memperparah Dampak Gelombang Panas di Perkotaan

By Ricky Jenihansen, Senin, 1 Mei 2023 | 09:00 WIB
Fenomena gelombang panas telah menjadi masalah global dan kelembaban udara memperparah dampaknya. (ENN)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah studi baru dari ilmuwan Yale University mengungkapkan efek gabungan suhu dan kelembaban udara di perkotaan yang dapat berdampak lebih parah. Mereka menggunakan data pengamatan dan perhitungan model iklim perkotaan untuk melihat dampak tersebut.

Seperti diketahui, saat ini fenomena gelombang panas telah menjadi masalah global terutama di daerah perkotaan dengan lebih sedikit ruang terbuka hijau.

Di Asia misalnya, gelombang panas melanda beberapa negara seperti Thailand, India dan Bangladesh dan telah menimbulkan banyak korban jiwa.

Temuan mereka telah diterbitkan di jurnal paling bergengsi Nature. Jurnal tersebut diterbitkan dengan judul "Increased heat risk in wet climate induced by urban humid heat" yang bisa diperoleh secara daring.

Pada penelitian ini, para peneliti menemukan bahwa beban tekanan panas bergantung pada iklim setempat. Namun, efek pelembaban dapat menghapus manfaat pendinginan yang akan datang dari pepohonan dan tumbuh-tumbuhan.

Saat suhu di seluruh dunia mencapai rekor tertinggi seperti saat ini dengan fenomena gelombang panas di banyak wilayah. Daerah perkotaan menghadapi tekanan panas yang meningkat.

Daerah perkotaan umumnya lebih hangat dan lebih kering daripada daerah pedesaan yang memiliki lebih banyak pohon dan tumbuhan. Sementara di Global South, ada faktor tambahan yang menyulitkan—panas lembab perkotaan.

Untuk diketahui, Global South adalah istilah yang umumnya digunakan untuk mengidentifikasi negara dan wilayah di kawasan Amerika Latin, Afrika, Asia, dan Oseania. Sebagian besar umat manusia tinggal di Global South.

Konsep Global North dan Global South (atau pembagian Utara-Selatan dalam konteks global) digunakan untuk menggambarkan pengelompokan negara menurut garis karakteristik sosio-ekonomi dan politik.

Studi baru yang dipimpin oleh para ilmuwan Yale School of the Environment ini menyelidiki efek gabungan suhu dan kelembaban pada tekanan panas perkotaan. Mereka menggunakan data observasi dan perhitungan model iklim perkotaan.

"Pandangan yang dianut secara luas adalah bahwa penduduk perkotaan menderita beban panas lebih banyak daripada populasi umum karena fenomena pulau panas perkotaan," kata Xuhui Lee, Profesor Meteorologi Sara Shallenberger Brown, yang mengarahkan penelitian ini.

"Pandangan ini tidak lengkap karena menghilangkan fenomena iklim mikro perkotaan yang ada di mana-mana yang disebut pulau kering perkotaan—bahwa tanah perkotaan cenderung kurang lembab daripada tanah pedesaan di sekitarnya."