Kisah Tragis Putri Duofu dari Dinasti Song Kekaisaran Tiongkok

By Sysilia Tanhati, Kamis, 4 Mei 2023 | 20:00 WIB
Sebagai putri Kekaisaran Tiongkok, Duofu harusnya hidup nyaman. Namun ia justru mengalami penyiksaan, dipermalukan, dan dieksekusi. (Giuseppe Castiglione/The Palace Museum)

Nationalgeographic.co.id—Zhao Duofu, dikenal Putri Roufu, adalah putri bangsawan dari Dinasti Song Kekaisaran Tiongkok. Sebagai keluarga kekaisaran, ia menghabiskan masa kecilnya dengan bahagia dan nyaman di istana. Seperti layaknya putri bangsawan, ia seharusnya menikah dengan pria dari keluarga terpandang dan hidup nyaman. Namun Insiden Jingkang yang tragis mengubahnya. Alih-alih hidup nyaman, ia ditangkap musuh dan dipermalukan.

Putri Duofu dan seluruh keluarganya ditangkap, dipermalukan, dan disiksa dengan kejam oleh musuh mereka. Bukan hanya itu, seorang penipu pun mencuri identitasnya dan berpura-pura menjadi dirinya. Putri palsu itu hidup nyaman sebagai putri bangsawan, sementara Doufu menderita di tangan musuh.

Putri Roufu terjebak dalam perang tragis

Duofu adalah putri Kaisar Zhao Ji dari Dinasti Song. Ayahnya adalah seorang seniman yang sangat berbakat, tetapi seorang raja yang tidak cakap.

Pada tahun 1126, Dinasti Jurchen Jin menginvasi Song. Zhao Ji segera menyerahkan takhta kepada putra sulungnya Zhao Huan. Lagi-lagi, Dinasti Song memiliki kaisar yang tidak kompeten lainnya.

Di bawah perintah absurd Zhao Ji dan Zhao Huan, jenderal dan pejabat brilian dihapuskan, sementara saran konyol diterapkan.

Sekitar satu tahun kemudian, ibu kota Song yang luar biasa diduduki. Melansir dari laman China Fetching, harta yang tak terhitung jumlahnya diambil atau dibakar.

Sang putri dan seluruh klan kekaisaran serta warga sipil yang tak terhitung banyaknya ditangkap.

Duofu adalah putri tertua (17 tahun) yang belum menikah. Jadi, dia dipersembahkan kepada Raja Jin.

Tetapi raja tidak terlalu menyukainya. Oleh sang raja, ia dikirim untuk mencuci pakaian selama bertahun-tahun setelah dipermalukan beberapa kali.

Bertahun-tahun kemudian, dia diperbudak oleh penguasa kuat lainnya dari rezim nomaden. Saat itu, Doufu dinikahkan dengan pejabat Song yang ditawan juga. Keduanya hidup dalam kemiskinan sejak menikah.

Pendirian Dinasti Song Selatan

Ketika seluruh keluarga kerajaan ditangkap oleh Jin di utara, pangeran Zhao Gou adalah satu-satunya yang lolos.

Zhao Gou adalah putra kesembilan Kaisar Zhao Ji. Ia mengajukan diri untuk menjadi sandera di Dinasti Jin ketika Jin dan Song menandatangani pakta gencatan senjata pertama mereka.

Oleh karena itu, Zhao Gou berada di kota lain ketika Jin merobek perjanjian tersebut, menduduki ibu kota Song. Jurchen Jin juga memperbudak seluruh keluarga Dinasti Song dan puluhan ribu warga sipil.

Mendengar tragedi ini, Zhao Gou melarikan diri ke Tiongkok selatan dan memanggil semua pasukan Song, Di sana, ia mendirikan kerajaan lain bernama Song dengan wilayah yang lebih kecil.

Munculnya putri palsu

Tiga tahun setelah Zhao Gou membangun kerajaan baru, beberapa tentara melaporkan menemukan mantan putri.

Wanita ini mengeklaim bahwa dia adalah Zhao Duofu, mantan Putri Roufu.

Dia tahu semua hal dan orang-orang dari keluarga kerajaan. Bahkan menurut beberapa mantan pelayan dan kasim, wanita itu juga terlihat cantik seperti Duofu.

Dia memberi tahu orang-orang bahwa dia melarikan diri dari Dinasti Jin. Putri gadungan itu mengalami kesulitan yang tak terhitung jumlahnya. Ia mengaku sempat ditangkap oleh beberapa tentara Song, sampai akhirnya bertemu dengan kaisar baru.

Zhao Gou dan Duofu memiliki ibu kandung yang berbeda dan dulu tinggal di istana yang berbeda. Jadi mereka tidak terlalu akrab satu sama lain sebelumnya.

Namun Doufo adalah satu-satunya kerabat Song di dinasti yang baru.

Setelah diselidiki dengan cermat, semua orang percaya wanita ini adalah putri Duofu yang sebenarnya.

Segera, Duofu mendapatkan kembali gelar bangsawannya. Ia menikahi seorang suami bangsawan yang berbakat dan menjalani kehidupan yang mewah dan nyaman.

Ibu suri kembali ke kekaisaran

Sekitar satu dekade kemudian, Zhao Gou mengeksekusi jenderal besar Yue Fei dan menuntut perdamaian dengan Dinasti Jin.

Setelah itu, Jin mengirim kembali ibu kandung Zhao Gou dan peti mati ayahnya Zhao Ji.

Ibu kandungnya Wei, dihormati sebagai Permaisuri Xianren setelah akhirnya bersatu kembali dengan putranya Zhao Gou. Saat itulah ia menunjukkan bahwa Putri Duofu yang berada di Dinasti Song Selatan itu palsu.

Dia memberi tahu kaisar bahwa Duofu yang asli telah meninggal di Dinasti Jin.

Zhao Gou sangat marah dan memerintahkan untuk menginterogasi Duofu. Termasuk orang-orang yang sempat membuktikan bahwa wanita itu adalah putri yang asli.

Belakangan, mantan pelayan dan kasim kekaisaran yang membuktikan Duofu ini adalah putri yang sebenarnya berubah pikiran. Mereka mengeklaim bahwa mereka tidak terlalu yakin setelah sekian lama.

Baca Juga: Upaya Keras Kekaisaran Tiongkok Memerangi Perdagangan Ilegal Opium

Baca Juga: Bernasib Tragis, Kaisar Tiongkok Ini Turun Takhta saat Ditawan Musuh

Baca Juga: Harem Wang Zhaojun, Jadi Tumbal Kekaisaran Tiongkok demi Perdamaian

Baca Juga: Ratu Kuno Kekaisaran Xiongnu Memaksa Tiongkok Membangun Tembok Besar 

Duofu ini akhirnya mengakui bahwa nama aslinya adalah Jing Shan (atau Fa Jing). Ia pernah bertemu dengan salah satu mantan pelayan Duofu sebelumnya.

Pembantu itu berkata bahwa Jing tampak seperti mantan putri dan menceritakan banyak kisah tentang keluarga kekaisaran.

Setelah itu, putri gadungan dan semua orang yang terlibat dalam penipuan pun dieksekusi.

Kecurigaan dan desas-desus tentang Ibu Suri Wei

Wei kemudian menjalani kehidupan yang mewah dan nyaman sebagai ibu suri sampai ia meninggal.

Namun, ada desas-desus bahwa ia menikah dengan pejabat Jurchen Jin sebelumnya. Jika desas-desus itu benar, Doufu menjadi satu-satunya orang yang mengetahui tentang kisah ibu suri.

Oleh karena itu, banyak orang percaya bahwa Duofu yang dieksekusi itu adalah putri yang asli. Dan ibu suri ingin mengubur masa lalunya, maka ia pun menjebak Duofu.

Meninggal di Dinasti Jin atau dieksekusi di Dinasti Song, Putri Duofu menjadi korban besar yang tidak bisa mengendalikan nasibnya.