Ekosistem Kaya Keanekaragaman Hayati: Kunci Penting Evolusi Manusia

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Minggu, 14 Mei 2023 | 12:00 WIB
Ilustrasi manusia purba. Ekosistem yang kaya akan keanekargaman hayati adalah kunci penting bagi manusia untuk bisa berevolusi dan menguasai permukaan bumi. (1971yes/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id—Untuk bisa hidup, manusia memerlukan lingkungan yang memadai untuk tinggal. Kekurangan bahan dasar penopang kehidupan membuat mereka harus berpindah.

Itulah yang dilakukan oleh manusia saat masa nomaden. Sampai akhirnya mereka memikirkan bagaimana lingkungan yang sudah maupun belum memadai, digarap dengan baik untuk hidup menetap.

Selain itu, sepanjang peradaban manusia modern atau dalam tiga juta terakhir, ada banyak perubhan iklim yang dihadapi. Tentunya situasi seperti ini membuat sekelompok dari spesies-spesies manusia purba mencari tempat yang layak untuk ditinggali.

Hal itu juga berlaku, ketika manusia purba melakukan migrasi, memperluas jangkauan pendudukannya di seluruh dunia.

Sebuah penelitian di jurnal Science oleh tim berbasis di Korea Selatan dan Italia mengungkapkan, manusia di masa lampau beradaptasi dengan lanskap mosaik.

Kependudukan mereka harus dilengkapi juga dengan sumber makan yang beragam. Unsur-unsur ini akan meningkatkan ketahanan para leluhur manusia untuk menghadapi perubahan iklim di masa lamapau.

Makalah jurnal itu bertajuk "Human adaptation to diverse biomes over the past 3 million years", terbit 11 Maret 2023. Penelitian yang dipimpin oleh Elke Zeller dari Center for Climate Physics, Institute for Basic Science, Busan, Korea Selatan, menelisik evolusi dan adaptasi manusia untuk bisa menentukan kawasan.

Zeller dan tim mengumpulkan data dari 3.000 spesimen fosil manusia dan situs arkeologi yang mewakili enam spesies berbeda. Enam spesies manusia itu antara lain Homo ergaster, H. habilis, H. erectus, H. heidelbergensis, H. neanderthalensis, dan nenek moyang langsung kita—H. sapiens.

“Analisis kami menunjukkan pentingnya bentang alam dan keanekaragaman tumbuhan sebagai elemen selektif bagi manusia dan sebagai pendorong potensial untuk perkembangan sosial budaya,” kata Zeller seperti yang dikutip dari Phys.

"Untuk situs arkeologi dan antropologi dan usia yang sesuai, kami mengekstraksi jenis bioma lokal dari model vegetasi yang digerakkan oleh iklim. Ini mengungkapkan bioma mana yang disukai oleh spesies hominin yang punah."

Dari data yang dikumpulkan dari situs dan kerangka spesiemen fosil, para peneliti membuat simulasi model iklim dan vegetasi. Simulasi ini mencakup apa yang terjadi pada iklim Bumi selama tiga juta terakhir, dan dijalankan lewat komputer super.

Hasil simulasi mereka mengungkapkan karakteristik lingkungan yang disukai manusia purba. Ternyata, kesukaan leluhur kita (H. sapiens) berbeda dengan jenis manusia purba lainnya.