Nationalgeographic.co.id—Raja Taejong (memerintah 1400 sampai 1418) adalah penguasa ketiga Dinasti Joseon di Kekaisaran Korea. Taejong adalah Raja Korea yang cakap. Namun, ia melakukan banyak kekerasan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan. Karena itu, dia kerap disebut-sebut sebagai Raja Korea yang paling kejam dari Dinasti Joseon. Bagaimana kisahnya?
Peran Taejong dalam pembentukan Dinasti Joseon di Kekaisaran Korea
Taejong lahir pada 13 Juni 1367 dengan Yi Bang-won. Ayahnya adalah Yi Seong-gye, calon Raja Taejo dari Joseon. Sedangkan ibunya adalah Han Sinui. Bang-won adalah putra kelima dari Seong-gye dan Sinui. Ia juga memiliki satu adik laki-laki dan dua adik tiri laki-laki yang lahir dari istri kedua ayahnya, Sindeok.
“Pada tahun 1388, Yi Seong-gye merencanakan dan melakukan kudeta untuk menggulingkan Dinasti Goryeo,” tulis Ben Griffis di laman World History Encyclopedia.
Seong-gye, seorang jenderal, ditugaskan untuk menyerang wilayah Liaodong di Tiongkok oleh Raja U dari Goryeo. Ketika dia mencapai Pulau Wihwado di perbatasan Liaodong dan Korea di sungai Yalu, Seong-gye memulai kudeta. Ia Seong-gye melibatkan Bang-won dalam sebagian besar perencanaan kudeta. Dan Bang-won membantu ayahnya melakukan kudeta yang menciptakan Dinasti Joseon.
Sementara kudeta itu sendiri melibatkan sedikit pertumpahan darah, Bang-won berada di belakang semuanya. Ia turut membantu plot untuk mengonsolidasikan dan melegitimasi kekuatan Seong-gye. Bahkan, Bang-won membunuh banyak oposisi Seong-gye di tahun-tahun berikutnya. Meski tujuannya membela sang ayah, tindakannya itu ditentang oleh Seong-gye.
Korban Bang-won yang paling menonjol adalah Jeong Mong-ju. Jeong adalah seorang politikus berpengaruh dan pejabat cendekiawan di akhir Dinasti Goryeo. Ia adalah salah satu penentang terbesar pemerintahan Seong-gye.
Sementara Seong-gye sebenarnya ingin membuatnya tetap hidup dan berupaya mengubah pendapatnya. Bila Mong-ju mengubah pandangangan, otomatis para pengikutnya pun akan mengikutinya. Namun Bang-won punya ide lain dan membunuhnya setelah sebuah pesta diadakan untuk menghormatinya.
Sebelum membunuh Jeong, Bang-won membuat sijo, sebuah puisi khas Korea. Itu dilakukan sebagai upaya terakhir untuk mengalihkan kesetiaannya dari Goryeo ke Joseon.
Perselisihan pertama para pangeran
Setelah naik takhta, Raja Taejo menunjuk putra bungsunya, Bang-seok, sebagai putra mahkotanya. Bang-won marah pada ayahnya. Pasalnya, ialah yang banyak membantu sang ayah untuk memperebutkan takhta dan membentuk Dinasti Joseon di Kekaisaran Korea.
Semua putra Taejo memiliki pasukan pribadi. Jadi pada tahun 1389, Bang-won menggunakan pasukannya untuk membunuh kedua saudara tirinya Bang-seok dan Bang-beon. Bang-won juga membunuh dua penasihat ayahnya selama konflik ini, Jeong Do-jeon dan Nam Eun.
Jeong dan Bang-won memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang bagaimana dinasti baru harus dijalankan. Jeong percaya menteri-cendekiawan harus menjalankan Dinasti Joseon. Sementara Bang-won berpikir raja harus memerintah sebagai raja absolut. Lebih buruk lagi, baik Jeong dan Nam mendukung Bang-seok yang ditunjuk sebagai pewaris Bang-won.
Sebagai buntut dari konflik ini, Bang-won membujuk Taejo untuk menunjuk putra sulungnya yang masih hidup, Bang-gwa, sebagai ahli waris. Ia melakukannya untuk menunjukkan bahwa tujuannya bukanlah memenangkan takhta itu sendiri.
Berkabung atas putra dan istrinya—yang tiba-tiba meninggal sebelumnya—Taejo turun takhta. Bang-gwa menjadi Raja Jeongjong menggantikan sang ayah. Jeongjong dengan cepat memindahkan ibu kota Joseon dari Seoul ke Kaesong, kota yang dia sukai untuk tinggal.
Perselisihan kedua para pangeran dan upaya Taejong merebut takhta
Meskipun Jeongjong adalah raja, Bang-won memegang kendali di balik layar. Tidak ada kebijakan kerajaan yang dijalankan tanpa restunya. Hal yang sama rupanya pernah dilakukan oleh sang ayah dulu. Yi Seong-gye mengendalikan raja terakhir Dinasti Goryeo, Gongyangan.
Satu perintah Bang-won adalah larangan untuk pembentukan tentara pribadi. Meskipun Bang-won baru saja membunuh putra mahkota dengan pasukan pribadi, Bang-won ingin semua tentara dibubarkan. Ini untuk memastikan tidak ada yang bisa menantang Jeongjong, yang pada akhirnya akan menantang kekuatan Bang-won.
Setelah Jeong Do-jeon dan Nam Eun terbunuh, kakak laki-laki Bang-won, Bang-gan, menjadi saingan utamanya untuk takhta.
Bang-won dan Bang-gan sama-sama membentuk pasukan pribadi secara rahasia. Bang-gan kemudian melancarkan serangan ke Bang-won pada tahun 1400. Ini dikenal sebagai Perselisihan Kedua Pangeran.
Bang-won mampu mengalahkan pasukan saudaranya. Alih-alih membunuh Bang-gan, Bang-won mengasingkannya. Tapi, ia membunuh penasihat yang membantu mendesak saudaranya untuk membangun pasukan dan menyerang Bang-won.
Setelah membunuh saudara laki-lakinya yang lain, Jeongjong menunjuk Bang-won sebagai ahli warisnya dan kemudian turun takhta. Bang-won dinobatkan sebagai Raja Taejong.
Sebagai raja baru di Dinasti Joseon, ia memindahkan ibu kota kembali ke Seoul dari Kaesong. Melihat putranya membunuh begitu banyak orang demi takhta, mantan Raja Taejo meninggalkan ibu kota. Ia menjalani sisa hidupnya di tempat kelahirannya di Hamheung.
Pemerintahan awal Raja Taejong dari Dinasti Joseon Kekaisaran Korea
Taejong menghabiskan sebagian besar masa pemerintahannya untuk memperluas dan mengonsolidasikan kekuasaan.
Pada tahun-tahun pertama pemerintahannya, dia mengasingkan dan membunuh saudara laki-laki istrinya. Ini dilakukan agar mereka tidak dapat menantang takhta atau menjadi pengaruh yang buruk padanya.
Salah satu perintah pertama Taejong sebagai raja adalah mengatur ulang Uijeongbu (Dewan Dinasti Joseon). Uijeongbu yang baru adalah organ pemerintahan tertinggi. Terdiri dari tujuh anggota, mereka bertugas untuk menasihati dan melaksanakan perintah raja untuk organ pemerintahan tingkat rendah.
Kekuasaan Uijeongbu terbatas dibandingkan dengan Topyeongeuisasa (Dewan Tertinggi), organ pemerintah komparatif Dinasti Goryeo. Semua keputusan yang dibuat oleh Uijeongbu harus mendapat restu dari raja.
Di bawah Uijeongbu ada banyak lapisan pemerintahan regional dan lokal. Setiap tingkat pemerintahan harus menjalankan keputusan oleh penyelia mereka. Raja memiliki otoritas tertinggi dalam semua urusan menjalankan negara. Ini merupakan filosofi Bang-won dan alasan dia membunuh Jeong Do-jeon dan Nam Eun sebelumnya.
Raja Taejong, dalam mengatur ulang pemerintahannya agar lebih efisien, membagi Korea menjadi delapan provinsi. Masing-masing provinsi dibagi menjadi kabupaten. Wilayah itu, secara keseluruhan, dibagi menjadi 350 kabupaten.
Setiap provinsi dan kabupaten memiliki pejabat pemerintah untuk memastikan kelancaran pemerintahan regional dan lokal. Ini adalah cara lain Raja Taejong untuk mengonsolidasikan kekuatan takhta.
Perbaikan kehidupan di Kekaisaran Korea
Meskipun kejam, licik, dan bengis untuk memenangkan takhta, Raja Taejong adalah seorang penguasa yang efektif. Ia membuat beberapa perubahan pada kebijakan yang memperbaiki kehidupan rakyat di Kekaisaran Korea.
Salah satu kebijakan adalah sangso atau cara mengirimkan pendapat seseorang ke raja. Setiap pejabat negara dapat mengirimkan sangso dari kantor pemerintah daerah mereka kepada raja sendiri. Raja dapat membaca ini untuk mendengar pandangan rakyatnya. Ini unik dan belum pernah dilakukan sebelumnya.
Kebijakan lain adalah membuat kartu identitas setelah sensus tahun 1413 dari hampir 5 juta orang. Kartu identitas ini dibutuhkan oleh semua pria di atas 16 tahun dan menyertakan tanggal lahir, tempat lahir, dan informasi lainnya. Hal ini memastikan para petani tetap bertani di ladang mereka alih-alih meninggalkannya di masa-masa sulit. Ini memungkinkan Joseon menggunakan tanah pertanian mereka dengan lebih baik.
Kartu-kartu ini juga memastikan tidak ada laki-laki yang dapat melewatkan wajib militer mereka. Layanan wajib bahkan lebih penting dalam pemerintahan Dinasti Taejong daripada sebelumnya.
Taejong juga membebaskan ratusan ribu budak - hampir sepertiga dari populasi Dinasti Joseon Awal - selama masa pemerintahannya. Orang biasa terpaksa menjadi budak selama periode Goryeo untuk melunasi utang atau memenuhi kebutuhan keluarga. Taejong mengizinkan mantan budak ini menjadi perajin atau produsen. Mantan budak bahkan bisa menghidupi diri sendiri dan mendapatkan kekayaan dengan persyaratan membayar pajak.
Akhirnya, Taejong melonggarkan kelas sosial peninggalan Dinasti Goryeo yang kaku. Kebijakan Raja Taejong itu memungkinkan mobilitas ke atas, meskipun masih sulit untuk berpindah antar kelas.
Meletakkan dasar untuk Raja Sejong dan abdikasi
Melalui perubahan kekuasaan takhta, organisasi pemerintahan, dan struktur sosial, Taejong mampu meletakkan dasar bagi putra ketiganya. Putra ketiganya kelak menjadi Raja Sejong Agung.
Apa yang dilakukan oleh Raja Taejong sangat memajukan Dinasti Joseon dan rakyat. Raja Taejong merencanakan agar putra ketiganya menjadi raja.
Taejong akhirnya menunjuk Sejong sebagai ahli warisnya pada tahun 1418 dan turun takhta tak lama kemudian. Namun, kekuatan Taejong tidak berakhir. Taejong memerintah melalui Sejong sebagai “raja boneka”. Ini mirip dengan bagaimana dia memerintah melalui saudaranya Jeongjeon hampir 20 tahun sebelumnya.
Selanjutnya, Taejong sekali lagi merencanakan dan melakukan penyerangan terhadap lawan politik dengan membunuh para penentangnya. Mereka menentang keputusan Taejong perihal ahli waring.
Taejong juga membunuh ayah mertua Sejong dan dua paman istrinya untuk memperkuat kekuasaan Sejong. Taejong akhirnya melonggarkan cengkeraman kekuasaannya di tahun terakhir hidupnya dan meninggal pada tanggal 30 Mei 1422.
Warisan sang raja nan kejam
Hingga kini, Raja Taejong dari Dinasti Joseon adalah tokoh yang sangat kontroversial dalam sejarah Kekaisaran Korea. Ia adalah seorang penguasa yang baik yang memperbaiki kehidupan rakyatnya.
Bahkan Raja Taejong meletakkan dasar bagi salah satu tokoh sejarah terbesar Korea. Di sisi lain, ia merencanakan dan melakukan banyak serangan brutal baik terhadap anggota keluarga maupun pejabat pemerintah.
Tindakannya itu menjadi preseden pembersihan berdarah di kalangan bangsawan dan birokrasi. Ini terus berlanjut sepanjang Dinasti Joseon dan berkontribusi besar pada melemahnya Kekaisaran Korea.