Beda Nasionalisme Kekaisaran Jepang dan Tiongkok saat Lawan Penjajah

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 27 Mei 2023 | 07:03 WIB
Baik Kekaisaran Tiongkok maupun Kekaisaran Jepang sama-sama menghadapi invasi asing. Ini menumbuhkan nasionalisme di tengah-tengah rakyat. Namun ada perbedaan mencolok antara nasionalisme kedua kekaisaran itu. (Nobukazu Yōsai)

Nationalgeographic.co.id—Periode antara 1750 dan 1914 sangat penting dalam sejarah dunia, khususnya di Asia Timur. Kekaisaran Tiongkok telah lama menjadi satu-satunya negara adikuasa di kawasan itu. Bagi Tiongkok, Kerajaan Tengah menjadi tempat seluruh dunia berputar.

Adapun Kekaisaran Jepang, yang terlindung oleh badai lautan, sering kali memisahkan diri dari tetangganya di Asia. Mereka mengembangkan budaya yang unik dan berwawasan ke dalam.

Akan tetapi, dimulai pada abad ke-18, Kekaisaran Tiongkok dan Kekaisaran Jepang menghadapi ancaman baru. “Itu adalah invasi kekuatan Eropa dan kemudian Amerika Serikat,” tulis Kallie Szczepanski di laman Thoughtco.

Kedua kekaisaran itu menanggapi dengan menumbuhkan nasionalisme. Namun, versi nasionalisme keduanya memiliki fokus dan hasil yang berbeda.

Nasionalisme Kekaisaran Jepang agresif dan ekspansionis. Ini memungkinkan Jepang sendiri menjadi salah satu kekuatan kekaisaran dalam waktu yang sangat singkat.

Nasionalisme Kekaisaran Tiongkok, sebaliknya, reaktif dan tidak terorganisir. Alhasil, Kekaisaran Tiongkok masuk dalam kekacauan dan bergantung pada kekuatan asing hingga tahun 1949.

Nasionalisme Kekaisaran Tiongkok

Pada tahun 1700-an, pedagang asing dari Portugal, Inggris Raya, Prancis, Belanda, dan negara lain berusaha berdagang dengan Kekaisaran Tiongkok. Saat itu, Tiongkok merupakan sumber produk mewah yang luar biasa seperti sutra, porselen, dan teh.

Kekaisaran Tiongkok hanya mengizinkan pedagang asing di pelabuhan Kanton dan sangat membatasi pergerakan mereka. Kekuatan asing menginginkan akses ke pelabuhan Kekaisaran Tiongkok lainnya dan hingga ke daerah lain.

Perang Candu Pertama dan Kedua (1839-42 dan 1856-60) antara Kekaisaran Tiongkok dan Inggris berakhir dengan kekalahan yang memalukan bagi Tiongkok. Mereka harus menyetujui untuk memberikan hak akses kepada pedagang asing, diplomat, tentara, dan misionaris.

Akibatnya, Kekaisaran Tiongkok jatuh di bawah imperialisme ekonomi. Berbagai kekuatan barat mengukir lingkup pengaruh di wilayah Tiongkok di sepanjang pantai.

Itu adalah pembalikan yang mengejutkan bagi Kerajaan Tengah. Penduduk kekaisaran menyalahkan penguasa mereka, Dinasti Qing, atas penghinaan ini.